Skip to Content

puisi kritik sosial

KEADILAN YANG BERBEDA TIMBANGAN

Koruptor berkantung tebal tertawa di ruang sidang ber-AC.
Pasalnya bertele-tele, berkali-kali ditunda.
RUU Perampasan Aset mandek di meja,

AGUSTUS YANG DICURI

Kalian kibarkan bendera di tengah lapangan luas,
dengan upacara megah, dengan jargon persatuan.
Tapi kami kenang mayat yang terbaring di halaman-halaman gedung-gedung rakyat:

PESTA PARA BANGSAT

Di balik bangunan yang katanya gedung rakyat, pesta pora berlangsung.
Mereka berjoget-joget, rayakan kemenangan picik.
Untuk proyek fiktif, untuk utang yang disembunyikan,

Gonggongan Lama

Orang bijak berkata, “yang lalu, biarlah berlalu
gonggongan di balik jeruji hati pada masa waktu
 
anjingku terkurung dalam kandang berbau busuk

Keringat Ini

Dan tawamu renyah sekali
Di kubangan kucur keringat bertuan
Tulangpun tak kau banting
Senang juga kau berenang

Sudah aku
Tulang terbanting
Remuk

Walau kucur keringat ini
Sebiji jagung

Bisikan-bisikan

udara dingin buatan menyambut
tenang layaknya sungai, sejuk seperti gunung
tapi bukan

aku pilih satu meja kayu
duduk

Retak Juga

dari dalam keluar menuju jalan
dari keramik, beton hingga aspal

pelan menjinjit
tak bersuara seperti tarian waktu

dasar fondasi yang dipingit

SYAIR TAK BERARTI

bagai penyair aku merangkai madah dalam pilu demi
menumpahkan sayang rasaku padamu yang berperi
gebu menggebu tak tertahan biru haruku meratapi

GELANDANGAN MENGGELINDING

sayang, ambilkan korek, akan kunyalakan

lilin ini untuk menerangi malam kita

untuk menerangi masa depan kita

dan untuk mengisi perut-perut kosong kita

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler