Skip to Content

TINJAUAN KECIL NOVEL HUBBU KARYA MASHURI

Foto SIHALOHOLISTICK

Oleh: AZIZ ABDUL GOFAR *

 

Mashuri ingin menunjukan kepada pembaca bagaimana sistem kuno kehidupan pesantren dimana si tokoh utama berasal, menunjukan bagaimana harus hidup dalam aturan yang telah tersistemisasi oleh pola perilaku yang khas yang berafiliasi pada sisi transendensitas. Pencarian tokoh utama terhadap ketertarikanya terhadap dunia di luar dunia kecilnya, menunjukan bagaimana sebenarnya mereka yang hidup dalam sistem pesantren ingin mencari warna kehidupan lain. Mashuri kemudian mempertemukanya dengan sastra Jendra, walau ia gagal mengelola pertemuan ini sehingga terlihat tidak jelas dan kabur (diluar persepsi bahwa penulis memang sengaja tidak menceritakanya dengan detail), antara cerita besar dalam sebuah epos kehidupan manusiawi yang ia seret ke dalam kehidupan modern yang menjadikan simbol-simbol agung dalam sastra Jendra menjadi kabur. Ketika kisah berlanjut dengan pengembaraan mudanya yang dibalut oleh segmen-segmen mistikisme yang semakin kuat dengan berbagai macam plot pada alur yang menarik. Dunia muda Jarot pun tidak terlepas dari lazimnya manusia muda di zamanya tetap mengedepankan aspek misteri yang membuat pembaca tertarik dengan dunia yang ditawarkan cerita ini. Tetapi sayangnya loncatan-loncatan besar terjadi di akhir-akhir cerita. Jurang-jurang yang berbahaya bagi ending yang menarik.

Sinkretisme menjadi berbeda dalam pengertian yang ada dalam Hubbu dengan konsepsi beberapa orientalisme, misalnya Woodwort dan Geertz. Sinkretisme dalan Hubbu adalah jelmaan dari konseptualisasi pribadi Jarot dalam melakukan penentangan juga pelarianya terhadap sistem yang membelenggunya. Pelarian ini lebih bersifat individual dan terspesialisasi, gejolak psikis manusia muda yang mencari ragam kehidupan yang ia kehendaki. Yang pada suatu ketika bertemulah perjalanan hidup Jarot dengan sempalan kepercayaan yang oleh sebagian pengamat sastra kita disebut sinkretisme. Tetapi sinkretisme sendiri menjadi tidak relevan jika dikaitkan dengan konsep agama. Manusia adalah makhluk spiritual, menyadari adanya kekuatan yang Maha Agung, kekuatan yang diluar dirinya, yang mengatur dan menentukan kehidupanya, seorang atheis puan akan setuju dengan diskripsi ini. Achdiat K Mihardja dalam novel Atheis-nya, secara simplisit di akhir cerita menunjukan adanya alam bawah sadar yang masih menuju pada ke-Khalik-an pada seorang atheis. Woodwort menyebut kejawen sebagai agama jawi. Tetapi ia menyebut ini bertolak pada pengamatanya terhadap mereka yang memeluk Islam tetapi menjalankan tata aturan syariah yang menyimpang, jika di lihat dari kemurnian syariah Islam. Konsep abangan ini juga dapat kita lihat pada teori pembagian manusia Jawa oleh Geertz. Jika pengingkaran jarot terhadap sistem pesantren yang kuat disebut sebagi sinkretisme, maka sebenarnya sinkretisme Jarot bersifat individual, tidak bisa digeneralisir terhadap kasus-kasus lain.

Sebutan spiritualis timur adalah kebiasaan mereka yang berada di barat. Penunjukan antara barat dan timur akan menjadi masalah jika variabel lainya mmgikuti. Spiritualis timur adalah konsepsi orientalis, akan berbeda dengan apa yang akan di sebut para oksidentalis terhadap spiritualis timur ini. Spiritualis timur, adalah spiritualis yang berbeda dari barat. Memiliki ciri dan karekteristik sendiri. Spirtualis pada dasarnya adalah sama untuk barat dan timur, masing masing memiliki elemen dasar sehingga di sebut spritual. Tetapi tambahan kata timur ini menunjukan diferensiasi yang tajam, dimana spritualis timur sering kali menjadi objek. Hal ini bukan semata kajian geografis, meski tetap menjadi minat dalam dispilin antropologi dan budaya. Mulai dari Tao, Shinto, Hindu, Budha, Zen, Kejawen, keparcayaan-kepercayaan lokal masyarakat timur. Tiga agama samawi itupun bisa dibilang berlatar timur. Konsep spiritualis timur dalam Hubbu lebih khusus tertuju pada kepercayaan dan praktik-praktik lokal masyarakat jawa yang berafiliasi pada konsepsi praktik abangan. Jika novel Hubbu dikatakan sarat dengan konsepsi spiritualis timur, pernyataan ini tidak boleh berhenti disebabkan konsepsi spirtualis timur bukan semata generalissi pandangan orientalis terhadap ragam warna ketimuran.

Tidak menjelaskan secara detail sebenarnya permasalahan tersendiri, apakah novel ini yang secara sengaja mengusung sastra Jendra sebagi titik awal atau sekedar fragmen yang berkaitan dengan isi cerita. Sastra Jendra sendiri pada hakikatnya merupakan kemisterian yang terselebung. Hubungan antara Sastra Jendra dan kisah kehidupan Jarot tidak terlihat, ada memang keterkaitannya tetapi tipis sekali. Yakni ketika awal kisah dan diakhirnya saja yang secara samar-samar memaksakan hubungan dengan sastra Jendra.

 

Malang-Ponorogo.
*) Pemerhati Buku

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler