Skip to Content

Juni 2012

angan karang

torehan kata syair angin

tak mampu lagi membiaskan

gumpalan siluet airmata

 

anak pasir tercampak

membenamkan sketsa wajah

antara bongkahan luka hati

 

rimbaku

api,

rimba yang lelap

berselimut bara

memusnahkan mimpi

dengan atap

matahari

 

satwa

kering membeku

pada dinding habitatnya

 

sebait mimpi

kukecap malam nikmati ujung bintang

menindis dada bumi menatap langit

baku gempa, nafas diruncing subuh

tak mampu telaga menahan luap dekap dingin yang mengapi

selaras lelap merias sebait mimpi

 

pesan dari yang juga punya negeri

merah putih negeri ini

tapi dihatimu?

 

jangan kau merahkan pertiwi jadi abu

jangan kau putihkan perusak negeri milik kita, yang menggebu-gebu

matamu membiarkan mereka yang maki carut marut akan tingkah dari perilaku

 

untuk apa bungkam tak pernah kau jawab dari sejuta teriak perut kelaparan, coba buka matamu!

 

hanya hati membuat damai wajah-wajah diujung sana yang layu

 

buka lebar telapak tangan dari genggammu

asung tulada budayakan kedamaian baru

tidak! belum terlambat kalau mau

 

kita semua menunggu lembah manah dati lubuk hatimu

 

rahasia hati

berapa sudah tak menghitung

tergeletak di atas

perut bumi kenangan kelabu

harap meretak disetiap malam sua

 

sembunyi perlahan

memberi untuk menangis

juga diam tanpa kata

menyimpan rasa yang harus diasakan

 

katakan  sampai hari memutar

kembali tegak tak peduli siang

dan siapa yang ada

 

suara kecil bersama

saling berganti menerpa

 

mencari sosok sunyi

cocok hidung malam bagi gebu nafas

tanpa wajah jelas

senandung lirih disela dengusnya

 

 

tak nampak garis bayangan berkubang di liang jendela

semakpun yang tak tersibak cahaya, sepi dari sosok wajah

wajah seribu timpang

 

dalam sendiri

disini angan melalui sepi

berkisah diri sendiri

raga rindu kian mematri

tak mampu beranjak pergi

 

sesat mentari gelak

tak yakin pelangi menguak

wajah seorang dalam barak

berate yang hamper porak

 

segera hadirlah disini

rajang yang galau hati

agar segera sirna sepi

usah ragu dalam diam sendiri

 

dari seberang hati

sejenak  terlelap

menatap langit sunyi

belahan  hati ada

diseberang malam

 

pada gelap hadir

angin mengusap

bayan wajah sayu

tanpa sepatah kata

 

telinga pelan terbisik

dari patahan suara

sela janji terucap

tetap seperti dahulu

 

kusibak belukar

dengan padang rinduku

tetap tak kau rasa

tetesan pada gulma

yang membentuk bayang

aku ramahi

 

perdu diam tawa pura

tak baca berujar

pada lentangnya

batas usia tiada

terejakan satu kata

pun kisah kita,

pada rentang sunyi

mulut berbakar

akan seratan rindu

 

tetap diam

tetap diam sapa

dingin tetap berawan

kecamuk hati yang galau

direntang waktu nan samar

merenda banga beningnya puja

 

masihkah ada kata menggelora

desiran angin membawa pesan kesejukkan

pangkuan yang membeku

 



Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler