Skip to Content

ini bukan puisi seperti yang kau kira

Apalagi

Walau dingin malam terserap melalui pori-pori

Rasa manis dan pahitnya konsumsi tadi

Tetap melekat melalui sela-sela gigi

Yang merayu lidah untuk kembali mengungkit-ungkit

 

Dari perkataan rujuk sangka mereka

Membuahkan tajuk yang bercabang

Dari rasa yang teruraikan suka dan duka

Apalagi yang harus dikira-kirakan? 

sayap rembulan

Tidak mengepak, tapi riuh

Tanpa bunyi, tapi berisik

Kehadiran langit sering ia tutupi

 

Rupanya kusam bak jingga yang teraduk-aduk

MANAH RASA

perlahan penutup tubuhmu dibuka dari atas hingga tiada tersisa

bentuk tubuhmu begitu indah & putih laksana kapas

aku begitu terpana melihat pesonamu

hingga entah berapa kali aku teguk ludahku

 

perlahan tapi pasti kini tanganku mulai mengiris tubuhmu

dengan penuh perasaan yang begitu dalam

ketika jati diri ajarkan diri

Berkeluh kesah di hari-hari tiada henti.

Berfikir hanya untuk mencari jalan saja.

Hingga suatu hari sang JATI DIRI berontak.

ini bukan puisi seperti yang kau kira

kepala sarat akan sampah, selalu sembunyi berkelit ditulang ekor

otak impoten teriak lantang seakan tak berbudi

mata mesum gairah akan hak sesama

leher jangkung gila sebutan

pundak amanah pemikul dosa

dada busung lambang keangkuhan

perut membuncit kenyang upeti

paha pengumbar nafsu keduniawian

kaki penginjak bumi tak berdaya, penghilang jejak

kuku-kuku kaki dan tangan cakar mempertahankan bukan tanah warisan

 

jeritkan dalam kesudraan

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler