Berjalan menuju ke kota sejuk
Jalan panjang harus kutempuh
Mengarungi lautan matahari
Panas membara membakar telapak kaki
Panas menyengat menusuk ke ubun-ubun
Dalam tatap sorot mata jalang bulan perindu
Berkhayal para pelaut dalam ayunan gelombang
Melaju kencang kapal layar dalam hembusan angin
Merah kuning hijau dan biru
guruku bilang itulah warna pelangi
warna-warni alami
menyatu padu dalam bening cahaya
Tanganmu mendua
bibit angin dan kepentingan di belakang punggungmu
Lidahmu bercabang
kata-katamu bagai pisau bermata dua
Kau harus dengarkan laguku
lagu tentang kesejukan angin di pedesaan
Kesejukan hati kami para petani
menatap sawah yang luas membentang dan padi menguning
Nestapa kenapa kau datang lagi
langit jakarta masih memerah
bara kata-katamu masih membara
hiruk-pikuk suaramu belum sirna
luka-luka belum sembuh sempurna
Musim semi berkepanjangan
yang mencuat dari sorot matamu:
mawar merah berseri di taman
air yang memancar dari sela-sela batu
Angin adalah penguasa dunia bermahkotakan buih lautan
Kekuasaannya sangat luas meliputi sebulatan bumi
Mengatur daratan dan lautan, mengatur awan
Matahari selalu bergerak pasti
Patuh berjalan di garis edarnya
Tiada keraguan terhadap langkah-langkahnya
Adalah angin yang bergerak sesukanya
Langit bergemuruh
Kilat dan petir saling bersahutan
Hujan deras sekali senja itu
Engkau menatapnya melalui kaca jendela
Komentar Terbaru