Skip to Content

Kemarahan Si Maria

Foto Steven Sitohang
ku melihat muka para lelaki”, katanya, “seperti badut dengan tata rias yang aneh
matanya yang tajam sedikit layu penuh iba bersisi tajam dua
 
Di siang pucat tiba dengan senyum. Ketika aku menghitung dedaunan jatuh tertiup angin.
Canda dalam nada tidak tepat dibuat. Layaknya surya berkuasa dibakarnya sebatang lilin. “Kenapa?
 
Ketika Matahari malu menarik kembali lambaian sinarnya. Aku sedang menyapu halaman depan. Sebelum ku bersihkan debu di dalam, ku lihat beberapa tangkai mawar sujud. Padahal belum lagi magrib berkumandang. Kau telah mencuci tanganmu lalu lupa dengan telapak kaki dan muka.
 
Kemudian bulan dengan perlahan dan tiba-tiba datang. Rasa cinta yang terlalu muda dan belum matang.
Kebahagiaan menyapa, enggan untuk mampir dan ‘tak berani untuk menetap.
Seperti kereta yang gusar tidak sabar menunggu penumpang.
 
ku melihat mata para lelaki”, katanya, “penuh dengan emosi yang tak habis dinikmati dan penuh bakteri
apakah kau memikirkan aku ketika bercinta dengan yang lain?!
bersetubuh seperti singa, lelah seperti domba!
 
Melarikan diri seperti kijang yang dikejar-kejar dirinya sendiri
Ku ‘tak menyangka. Ku buka rahasia dan kau menutupnya.
Ku ‘tak menyangka. Kau ‘tak mengenal Tuhanku adalah Cinta.
 
ku menyembah mu, Cinta”. ”dan apakah aku harus juga menyediakan sesembahan?”
ku berdoa kepadamu, Cinta”, “tetapi kau terlalu sibuk dengan mereka mungkin karena aku belum dibaptis oleh kebencian!
 
 
 
-Dedikasi untuk orang yang ku kenal baik-
(Jakarta, 14 Maret 2017)

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler