"kerendahan hati" puisi oleh Taufik Ismail
Yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,
Yang tumbuh di tepi danau
Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,
Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang
Memperkuat tanggul pinggiran jalan
Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air
Tidaklah semua menjadi kapten
Tentu harus ada awak kapalnya….
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
Rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu….
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri
dengan kerendahan hati, jujur kukatakan aku suka puisi ini
dengan kerendahan hati, akan kukatakan bahwa puisi ini membuatku sadar
kini diriku bak burung yang sanggup hinggap di atas kotoran sekalipun....
karena sejatinya aku adalah tong tai (maaf!: meminjam istilah dari Almarhum kyai besar KH. Ghoffar Ismail).
terimakasih untuk siapapun yang mencipta puisi ini.....
Komentar
++ Taufik Ismail Memplagiat Douglas Malloch?
Puisi Taufik Ismail diatas ternyata ada "terjemahannya" dalam bahasa Inggris. Penulisnya adalah penyair Amerika, Douglas Malloch (1877-1938). Apakah Taufik pernah menyatakan bahwa ini adalah karyanya Douglas Malloch? Kalau tidak, Taufik telah melakukan plagiat besar-besaran.
Perhatikan dua sajak ini ... Tidak mungkin kalau Taufik 'terinspirasi' karena persis sama bait demi baik. Kalau dia tidak pernah mencantumkan nama Douglas Malloch, Taufik adalah plagiator. Sangat memalukan kalau itu yang terjadi ...
-------------
Be the Best of Whatever You Are
By Douglas Malloch
If you can't be a pine on the top of the hill,
Be a scrub in the valley — but be
The best little scrub by the side of the rill;
Be a bush if you can't be a tree.
If you can't be a bush be a bit of the grass,
And some highway happier make;
If you can't be a muskie then just be a bass —
But the liveliest bass in the lake!
We can't all be captains, we've got to be crew,
There's something for all of us here,
There's big work to do, and there's lesser to do,
And the task you must do is the near.
If you can't be a highway then just be a trail,
If you can't be the sun be a star;
It isn't by size that you win or you fail —
Be the best of whatever you are!
--------------
Kerendahan Hati
Oleh: Taufik Ismail
Kalau engkau tak mampu menjadi beringin
yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,
yang tumbuh di tepi danau
Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,
Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang
memperkuat tanggul pinggiran jalan
Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air
Tidaklah semua menjadi kapten
tentu harus ada awak kapalnya….
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu….
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri
kok sama sih ama puisi
kok sama sih ama puisi Douglas Malloch?
ini siapa yang nyontek toh?
Be The Best of Whatever You Are
by Douglas Malloch
If you can't be a pine on the top of the hill
Be a scrub in the valley--but be
The best little scrub by the side of the rill;
Be a bush if you can't be a tree.
If you can't be a bush be a bit of the grass,
And some highway some happier make;
If you can't be a muskie then just be a bass--
But the liveliest bass in the lake!
We can't all be captains, we've got to be crew,
There's something for all of us here.
There's big work to do and there's lesser to do,
And the task we must do is the near.
If you can't be a highway then just be a trail,
If you can't be the sun be a star;
It isn't by size that you win or you fail--
Be the best of whatever you are!
itulah hebatnya orang2 seni,
itulah hebatnya orang2 seni, mereka tdk pernah `mempermslhkan` kesamaan karya, hal ini disebabkan mungkin:
1. si peniru adalah pengagumnya, sehingga ingin menuangkan hasil pemikiran karya ke dalam karyanya
2. sama-sama satu aliran, `terinspirasi` di dunia seni sudah biasa...
3. sebagai orang timur beliau menganggap jika karyanya ditiru/dipakai orang lain sebagai bentuk nilai lebih yang bisa diberikan, begitulah orang timur tidak pernah menonjol-nonjolkan karya, ingat karya2 NN banyak menghiasi khasanah dunia seni kita....
sekali lagi saya sangat tidak setuju, dengan istilah plagiat, itu produk kapitalisme/individualisme
(mudah2an jawaban ini kurang memuaskan)
3.
terjemahan
menerjemahkan karya sastra memang membutuhkan intepretasi ulang atas objek puisi layaknya mengimajinasi atau menciptakan puisi baru... bukankah memang pengarang harus dimatikan.. the author is death?
it always comes last regret
terjemahan juga seni
hu..hu..
puisinya indah bgt. amat menginspirasi..
menerjemahkan juga perlu selera seni jg. blum tentu penyair lain menerjemahkan dengan kata kata yang sama.
tapi kalau memang karya ini adalah terjemahan. akan lebih arif dan bijaksana jika sumbernya juga disebutkan
"Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu….
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri"
sajak2 Taufiq Ismail dkk pada 1966 Paralel (Epigon) karya Lekra
Taufik Ismail Memplagiat Douglas Malloch Bukti Penyakit Lama
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache%3Az6EyPoN3OywJ%3Aetd.eprints.ums.ac.id%2F8467%2F1%2FA310060148.pdf+paralelisme+karya+Taufieq+dan+sastrawan+Lekra&hl=id&gl=id Sajak-sajak perlawanan Taufiq Ismail dan penyair-penyair segenerasi tidak lebih tinggi nilai sastranya daripada yang dihasilkan Klara Akustia dan kawan-kawan separtainya,” kata Subagio Sastrowardoyo (2007: 154). Pada Page 5 kesempatan lain, kritikus dan penyair itu juga menyimpulkan bahwa dalam sajak-sajak Taufiq Ismail dan kawan-kawan pada tahun 1966 ditemukan “paralelisme” dengan puisi para penyair Lekra, seperti Klara Akustia. Paralelisme! Cap yang dihaluskan untuk teman, begitulah. Untuk tidak menyatakan epigonisme, karena paralelisme hanya mungkin kalau kedua belah
pihak berada dalam tempat dan waktu yang setara dan sebangun. Sajak –sajak Taufiq cs. Menyusul Klara Akustia dan kawan-kawan lebih dari sepuluh tahun kemudian…………. (Aleida dalam Rangsang Detik, 2007: 154)
jangan berburuk sangka dulu
jangan berburuk sangka dulu lah,
ada yang tahu dari mana asal puisi "kerendahan hati" ini? dari majalah apa atau buku apa?
mungkin awalnya beliau mencantumkan/menyebutkan bahwa ini karya terjemahan (kalau memang terjemahan), namun yang memposting ke internet lupa tidak menulisnya :)
Penyair Taufik Ismail Enggan Komentari Dugaan Plagiarisme
Berita terbaru kasus ini dari TEMPO Interaktif: http://www.tempointeraktif.com/hg/sastra_dan_budaya/2011/03/31/brk,20110331-324231,id.html
---------------------------------------------------------------------
Penyair Taufik Ismail Enggan Komentari Dugaan Plagiarisme
Kamis, 31 Maret 2011 | 17:16 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Penyair Taufik Ismail tak bersedia memberikan komentar apa pun terkait dugaan plagiarisme terhadap puisinya. "Masih saya pelajari itu. Saya belum bisa berkomentar tentang itu," ujarnya saat dihubungi Tempo pada Kamis (31/3).
Bahkan, ketika ditanyakan soal proses kreatif bagaimana puisinya, Kerendahan Hati, ditulis, ia berkali-kali menolak memaparkannya. Lagi-lagi Taufik, dengan nada bicaranya yang tergesa, mengelak dan beralasan hendak mempelajari puisinya terlebih dahulu.
Dugaan plagiarisme puisi Taufik Ismail sangat ramai dibahas di jejaring sosial. Karyanya dituduh sangat mirip dengan puisi berjudul Be the Best of Whatever You Are karya Douglas Malloch.
Malloch adalah penyair kelahiran Muskegon, Michigan, Amerika Serikat, pada 1877. Ia menulis puisi untuk pertama kalinya pada usia sepuluh tahun, yang diterbitkan di Detroit News kala itu. Hingga kumpulan puisinya diterbitkan dalam bentuk buku berjudul In Forest Land dan menjadi buku terlaris.
Berikut kita simak puisi karya Douglas Malloch dan Taufik Ismail.
Be the Best of Whatever You Are
By Douglas Malloch
If you can’t be a pine on the top of the hill,
Be a scrub in the valley — but be
The best little scrub by the side of the rill;
Be a bush if you can’t be a tree.
If you can’t be a bush be a bit of the grass,
And some highway happier make;
If you can’t be a muskie then just be a bass —
But the liveliest bass in the lake!
We can’t all be captains, we’ve got to be crew,
There’s something for all of us here,
There’s big work to do, and there’s lesser to do,
And the task you must do is the near.
If you can’t be a highway then just be a trail,
If you can’t be the sun be a star;
It isn’t by size that you win or you fail —
Be the best of whatever you are!
Kerendahan Hati
Oleh Taufik Ismail
Kalau engkau tak mampu menjadi beringin yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik, yang tumbuh di tepi danau.
Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,
Jadilah saja rumput, tetapi rumput yangmemperkuat tanggul pinggiran jalan.
Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air
Tidaklah semua menjadi kapten
tentu harus ada awak kapalnya….
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu….
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri
(Ismi Wahid)
Fadli Menampik Karya Taufiq Ismail Plagiat
http://www.tempointeraktif.com/hg/sastra_dan_budaya/2011/04/01/brk,20110401-324449,id.html
Fadli Menampik Karya Taufiq Ismail Plagiat
Jum'at, 01 April 2011 | 14:48 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta -Aktivis sosial politik, Fadli Zon menampik polemik puisi karya Taufiq Ismail yang dituduh memplagiat karya serupa milik penyair Michigan, Douglas Malloch. "Tidak ada plagiat itu," ujarnya melalui telepon, Jum'at, 1 April 2011.
Menurut Fadli, puisi "Kerendahan Hati" yang beredar, nama pengarangnya ditulis sebagai Taufik Ismail. Padahal, Taufiq Ismail memakai "q" pada nama Taufiqnya, bukan "k". Jadi bisa jadi apa yang digunjingkan itu salah orang.
Dugaan plagiarisme puisi itu ramai dibahas di jejaring sosial. Karya Taufik dituduh sangat mirip dengan puisi berjudul Be the Best of Whatever You Are karya Douglas Malloch.
Malloch adalah penyair kelahiran Muskegon, Michigan, Amerika Serikat, pada 1877. Ia menulis puisi untuk pertama kalinya pada usia 10 tahun, yang diterbitkan di Detroit News kala itu. Hingga kumpulan puisinya diterbitkan dalam bentuk buku berjudul In Forest Land dan menjadi buku terlaris.
Fadli yang juga pernah menjadi Ketua Panitia 55 tahun Taufiq Ismail dalam sastra Indonesia ini mengatakan sudah mencari berbagai kumpulan puisi Taufiq dan tak menemukan karya berjudul "Kerendahan Hati" yang dituduhkan tersebut. Saat itu, Fadli dan kawan-kawan telah menerbitkan 4 buku karya-karya Taufiq. Salah satunya kumpulan puisi tahun 1953-2008 berjudul Mengakar ke Bumi Menggapai ke Langit, setebal 1076 halaman. "Dibuku itu saya tidak menemukan puisi berjudul 'Kerendahan Hati'," katanya.
Menurut Fadli, Taufiq juga menerjemahkan puisi 160 penyair Amerika yang dikumpulkan dalam buku "Rerumputan Dedaunan" dan hingga saat ini belum diterbitkan. Dalam terjemahan tersebut tak ada puisi Douglas Malloch.
Fadli yang juga redaktur Majalah Horizon sejak 1993, sudah meriset majalah-majalah Horison terbitan pertama hingga sekarang maupun buku-buku puisi Taufiq, tak juga menemukan puisi itu.
Ia membenarkan Douglas Malloch adalah penyair Amerika. Memang tak begitu terkenal. Hanya saja, Marthin Luther King dalam pidatonya banyak mengutip puisi tersebut yang berjudul "Be the Best of Whatever You Are". "Ini seperti 'public domain' kata-kata bijak. Orang Indonesia pertama yang mengutip ini adalah Soe Hok Gie," ujarnya.
Menurut Fadli, Taufiq yang saat itu bersambang ke perpustakaannya, juga tak pernah mengklaim puisi tersebut adalah miliknya.
ISMI WAHID
Taufiq Ismail: Kerendahan Hati Bukan Kerjaan Saya
Update berita di atas: http://www.tempointeraktif.com/hg/sastra_dan_budaya/2011/04/01/brk,20110401-324449,id.html
"Fadli sudah bertemu dengan Taufiq Ismail soal ini, penyair itu menolak disebut plagiat. "Puisi Kerendahan Hati itu bukan kerjaan saya," kata Taufiq seperti ditirukan Fadli Zon."
kalau ane telusuri pake google sih, ni puisi udah ada di internet setidaknya dari tahun 2008, dan katanya puisi ini suka dibacain di acara salah satu tv swasta saat menjelang buka puasa tahun lalu.
Surat Bantahan Taufiq Ismail
http://showbiz.vivanews.com/news/read/212689-taufiq-ismail-menangkis-tuduhan-plagiat
Taufiq Ismail telah membantah melalui surat terbuka yang ditulis pada 1 April 2011 dan diterima VIVAnews.com pada hari ini, Sabtu, 2 April 2011. Berikut isi suratnya:
Jawaban Taufiq Ismail terhadap Percakapan di Facebook antara Bramantyo Prijosusilo dengan Pelukis Hardi dan Fadli Zon, dan lain-lain
31 Maret 2011
Inilah respons saya terhadap percakapan di atas, yang saya baca dari fail internet.
Puisi “Kerendahan Hati” disebutkan sebagai karya Taufiq Ismail, dituduhkan sebagai plagiat dari puisi “Be the Best of What You Are” karya Douglas Malloch.
Dalam tuduhan itu puisi “PK” tidak disebutkan dipublikasikan di mana dan kapan.
Karya puisi saya selama 55 tahun (1953-2008) telah diterbitkan lengkap (Ketua Panitia Fadli Zon), dengan judul Mengakar ke Bumi, Menggapai ke Langit. Jilid 1. Karya prosa lengkap dimuat dalam MKB-MBK Jilid 2 dan 3.
Kumpulan MKB-MBK Jilid 1 itu, tebal 1.076 halaman, memuat 522 puisi. Untuk informasi Bramantyo, puisi berjudul “Kerendahan Hati” itu, yang dituduhkan sebagai karya plagiat, tidak ada di sana. Itu bukan puisi karya saya.
Sekarang mengenai puisi “BBWYA” karya D. Malloch yang dituduhkan sebagai sumber plagiat.
Pada tahun 1992 saya selesai menerjemahkan puisi Amerika Serikat, di Universitas Iowa, yang kumpulannya saya beri judul Rerumputan Dedaunan, meliputi kurun masa 1850an-1980-an. Antologi ini belum terbit. Kumpulan itu tebalnya 693 halaman, memuat karya 160 penyair. Nama David Malloch tidak terdapat di dalamnya.
Dia bisa saja penyair bagus, tapi dari begitu banyak penyair Amerika 1850-an-1980an, Malloch tidak termasuk ke dalam 160 penyair yang saya pilih. Kalau dia lulus seleksi saya, karyanya tentu saya masukkan dalam antologi terjemahan RD itu.
Pertanyaan berikutnya sekarang: kenapa dituduhkan itu sebagai sumber plagiat?
Dalam 12 tahun terakhir ini, frekuensi kegiatan saya yang mempertemukan saya dengan sastrawan muda, guru, mahasiswa dan siswa tinggi sekali, melalui program pelatihan MMAS (Membaca, Menulis dan Apresiasi Sastra), SBSB (Sastrawan Bicara, Siswa Bertanya), sanggar-sanggar sastra, komunitas ini-itu, dan seterusnya. Dalam interaksi itu banyak karya sastra didiskusikan, termasuk terjemahan puisi.
Mungkin sekali dalam salah satu kontak itu karya David Malloch dibicarakan, diterjemahkan peserta dan saya diminta memberi komentar. Itu yang paling mungkin. Dan jelas saya tidak membubuhkan nama saya untuk terjemahan itu, dan tidak mempublikasikannya. Arsipnya saja saya tidak menyimpannya. Kalau Malloch favorit saya, dia mestilah saya masukkan dalam antologi RD. Ini tidak.
Dalam hal ini tidak jelas siapa yang mencantum-cantumkan nama saya pada terjemahan puisi Malloch itu. Saya jadi teringat pada kasus lagu Tuhan, yang lirik dan lagunya digubah Sam Hardjakusumah, dinyanyikan Bimbo. Karena saya menulis sekitar 70 lebih lirik Bimbo, lirik lagu Tuhan itu sering sekali dikira dari saya.
KCI malah pernah salah kirim honorarium lirik lagu itu kepada saya. Saya berulang kali menjelas-jelaskan ini kepada publik. Beda kasus saya dikelirukan dengan Sam Bimbo, adalah bahwa saya sampai mendapat honor yang mestinya dikirimkan kepada Sam, tapi dalam kasus saya dikelirukan dengan Malloch, saya dicaci-maki oleh Facebookers yang salah tuduh.
Saya tidak terima dinista sedemikian. Saya akan membawa ini ke ranah hukum, dengan mengadukan Bramantyo Prijosusilo ke Kepolisian RI, agar dia diproses sesuai dengan undang-undang yang berlaku dalam hal pencemaran nama baik.
Saya meminta bantuan pengacara sastrawan Suparwan Parikesit, SH dan aktivis kampus Abrori, SH dengan saksi pelukis Hardi dan budayawan Fadli Zon.
Taufiq Ismail, Rumah Puisi, 1 April, 2011
Pernyataan Bramantyo Prijosusilo
http://www.detikhot.com/read/2011/04/01/154611/1606601/1059/taufiq-ismail-pakai-k-dan-tuduhan-plagiarisme-puisi?h9911031017
Jumat, 01/04/2011 15:46 WIB
...
Belakangan, setelah Fadli Zon menelepon, Taufiq Ismail sendiri datang ke perpustakaan Fadli. "Tadi Pak Taufiq Ismail datang ke perpustakaan saya, dan mengkonfirmasi langsung bahwa puisi itu bukan karya Taufiq Ismail. Jadi sudah cukup jelas."
Atas konfirmasi yang disampaikan Fadli Zon itu, Bramantyo sebagai 'tuan rumah' diskusi pun kemudian membuat pernyataan:
"Taufiq Ismail bilang kepada Fadli Zon bahwa puisi 'Kerendahan Hati' terjemahan karya Douglas Malloch bukan kerjaan dia. Saya minta maaf telah menjerumuskan Soe Tjen Marching, dan kawan-kawan soal ini. Taufiq Ismail, dalam hal ini, bukan plagiator."
...
Temuan Telisik Literasi Polemik Plagiarisme "Taufik/q" Ismail
http://www.facebook.com/photo.php?fbid=2867546086834&set=a.2343382703077.8016600.1205260303#!/notes/ilham-q-moehiddin/sejumlah-temuan-dalam-telisik-literasi-atas-polemik-plagiarisme-karya-malloch/10150202690620757
Sejumlah Temuan dalam Telisik Literasi atas Polemik Plagiarisme Karya Malloch
by Ilham Q Moehiddin on Sunday, 03 April 2011 at 07:29
Apa Benar Taufiq Ismail Melanggar Licentia Poetica?
(Sejumlah Temuan dalam Telisik Literasi atas Polemik Plagiarisme Karya Malloch)
oleh Ilham Q. Moehiddin
POLEMIK perihal dugaan plagiarisme yang dilakukan Taufik Ismail seketika merunyak akhir-akhir ini. Polemik ini seketika menjadi ‘hebat’ sebab ikut menyeret nama penyair besar sekelas Taufiq Ismail, yang oleh Paus Sastra Indonesia, HB. Jassin, dikelompokkan ke dalam penyair angkatan ’66.
Pada mulanya, seorang cerpenis wanita, Wa Ode Wulan Ratna, memposting sebuah karya Douglas Malloch dalam catatan di akun Facebook-nya. Karya Malloch yang sejatinya berjudul ‘Be The Best of Whatever You Are’ itu terposting berupa terjemahan berjudul ‘Akar-akar Pohon’.
Tak sengaja saya membaca puisi itu, dan merasa dejavu. Serasa saya pernah membaca atau mendengar puisi macam itu, entah dimana. Lalu saya teringat pada programa Jika Aku Menjadi Special Ramadhan stasiun TransTV yang ditayangkan sebelum berbuka puasa pada Ramadhan 2010. Pada tayangan itu, aktris Asri Ivo membacakan puisi ‘Kerendahan Hati’. Caption pada tayangan itu juga menampilkan nama Taufik Ismail sebagai pencipta puisi tersebut.
Tanpa memuat prasangka apalagi tuduhan, sayapun ikut mem-posting dua entitas puisi itu ke akun Facebook saya, pada 25 Februari 2011, sekadar mengajak beberapa sastrais dan budayawan untuk berdiskusi perihal itu. Benar saja, postingan itu memancing diskusi dan debat. Semenjak itulah, ‘dugaan samar’ ini menyebar kemana-mana. Diskusi dan polemik seputar ini seketika menyeberang ke Twitter, dan menjadi ramai di sana.
Telisik Literasi pada Kedua Puisi
Menurut pendapat saya, akar polemik ini sungguh patut dipertanyakan. Jika benar seperti apa yang dituduhkan orang kebanyakan pada Taufik Ismail, maka upaya itu tidak bisa sekadar disebut meringkas, menyadur, ataupun mentranskrip. Jika diperhatikan secara saksama, apa yang tertulis sebagai puisi Douglas Malloch yang kemudian dituliskan sebagai milik Taufik Ismail, tak memenuhi ketiga unsur di atas.
Jika dikatakan meringkas, maka perilaku meringkas sangat sukar dikenakan pada entitas puisi, sebab akan otomatis melanggar licentia poetica. Apa benar penyair besar Taufiq Ismail dengan sengaja melanggar licentia poetica? Saya tak sepenuhnya yakin dia melakukan itu. Kemudian, jika dikatakan menyadur, maka Taufik Ismail tak tampak sedang menyadur puisi Douglas Malloch.
Menyadur adalah menyusun kembali cerita secara bebas tanpa merusak garis besar cerita, biasanya dari bahasa lain. Menyadur juga diartikan sebagai mengolah (hasil penelitian, laporan, dsb.) atau mengikhtisarkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2002: 976). Dengan demikian, menyadur mengandung konsep menerjemahkan secara bebas dengan meringkas, menyederhanakan, atau mengembangkan tulisan tanpa mengubah pokok pikiran asal. Hal penting yang harus kita ketahui ialah bahwa dalam menyadur sebuah tulisan, ternyata kita diperkenankan untuk memperbaiki bentuk maupun bahasa karangan orang lain, misalnya dalam kasus karangan terjemahan.
Sayangnya, penyaduran tidak bisa serta-merta diberlakukan pada puisi, sebab ada aspek bahasa, bunyi dan makna, yang belum tentu dapat diinterpretasikan secara tepat oleh penyadur. Jika penyaduran dilakukan pada cerpen, dan novel berbahasa asing, maka proses yang dijelaskan pada KBBI sudah tepat. Suatu hal yang tidak boleh kita lupakan dalam menyadur adalah dengan meminta izin, mencantumkan sumber tulisan berikut nama penulisnya.
Cobalah simak puisi Be The Best of Whatever You Are, karya Douglas Malloch ini.
If you can’t be a pine o the sop of the hill,
Be a scrub in the valley – but be
The little scrub by the side of the hill; (1)
Be a bush if you can’t be a tree
If you can’t be a bush be a bit of the grass
And some highway happier make (2)
If you can’t be a muskie then just be a bass
But the leveliest bass in the lake
We can’t all be captains, we’ve got to be crew (3)
There’s something for all of us here
There’s big work to do, and there’s lesser to do
And the task you must do is the near
If you can’t be a highway the just be a trail (4)
If you can’t be the sun, be a star
It isn’t by size you win or you fail
Be the best of whatever you are (5)
Puisi Douglas Malloch ini adalah puisi berjenis kuatrain dan berada di jalur tengah aliran kepenyairan. Douglas Malloch, dalam puisinya ini, jelas sekali hendak mendudukkan pokok pikirannya sebagai masonic yang berkaitan dengan kehidupannya sebagai penebang kayu, secara terurut, tanpa putus. Artinya, jika hanya hendak menekankan pada kebaikan setiap orang untuk ‘menjadi yang terbaik dengan cukup menjadi dirinya sendiri’, maka Douglas Malloch tak perlu menuliskannya hingga empat bait. Pesannya bisa langsung sampai hanya dalam dua atau tiga bait saja. Inilah mengapa proses penyaduran tidak bisa dilakukan pada puisi.
Sekarang, simaklah puisi Kerendahan Hati karya Taufik Ismail berikut.
Kalau engkau tak mampu menjadi beringin
yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,
yang tumbuh di tepi danau
Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,
Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang
memperkuat tanggul pinggiran jalan
Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
membawa orang ke mata air
Tidaklah semua menjadi kapten
tentu harus ada awak kapalnya…
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu….
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri
Pada terminologi penyaduran, bentuk reposisi dan pengembangan masih diperbolehkan. Tetapi jika diperhatikan lebih saksama (terutama pada larik-larik yang dimiringkan) tampak sekali beberapa larik sengaja dihilangkan, dan, atau menggantinya dengan larik berbeda.
Ada dua larik pada puisi Douglas Malloch yang hilang, yakni; If you can’t be a muskie then just be a bass/ But the leveliest bass in the lake//
Lalu, berganti dengan larik berbeda pada puisi Taufik Ismail, yakni; Tetapi jalan setapak yang/ membawa orang ke mata air//
Apakah penghilangan dan penggantian ini disengaja? Jika melihat terjemahan dua larik puisi Douglas Malloch, dan membaca dua larik baru pada puisi Taufik Ismail, maka jelas sekali bahwa penggantian tersebut disengaja. Pengubahan, atau penggantian ini dari sisi licentia poetica seharusnya tidak boleh terjadi, sebab telah mengubah makna dan bunyi puisi Douglas Malloch. Inikah yang disebut penyaduran?
Pertanyaan ini dijawab dengan tuntas oleh Gorys Keraf. “Sebuah bentuk ringkasan dari sebuah tulisan hendaknya tetap menekankan sisi konsistensi akan sebuah urut-urutan sesuai dengan ide atau gagasan pengarang. Begitu halnya saat kita menyadur, hal tersebut juga berlaku—tetap mempertahankan ide dari naskah asli.” Tegas Keraf dalam buku Komposisi (1984:262, Flores. Penerbit Nusa Indah).
Yang Luput dari Taufik Ismail.
Menarik disimak, adalah dua larik yang tadi telah dibahas di atas, yang entah mengapa luput oleh Taufik Ismail dimasukkan ke dalam puisinya. Dua larik itu adalah; If you can’t be a muskie then just be a bass/ But the leveliest bass in the lake//
Sebagai satu kesatuan dari bunyi dan makna yang dikatakan Keraf, maka dua larik yang luput itu seharusnya tetap ada untuk mengikat dua larik sebelumnya; If you can’t be a bush be a bit of the grass/ And some highway happier make//
Lemah dugaan saya, bahwa Taufik Ismail tidak mengetahui persis makna kata muskie dan bass dalam dua larik puisi Douglas Malloch itu.
Dua kata dalam larik puisi Douglas Malloch itu memang tidak ditemukan dalam dalam kamus besar Bahasa Inggris (The Contemporary English-Indonesian Dictionary, Drs. Peter Salim, M.A.). Rasa penasaran pada kata lake (danau), yang membawa saya pada dua jenis ikan yang berhabitat di danau primer dan sepanjang sungai besar di Amerika Serikat.
Musky adalah sejenis ikan besar, yang masih satu genus dengan Arwana dari Amazon. Muskie adalah nama dalam bahasa pasar masyarakat setempat, untuk ikan Musky, yang hidup di danau-danau di Minnesota. Sedang Bass adalah nama setempat untuk ikan smallmouth (salmon). Ikan dengan ukuran tubuhnya jauh lebih kecil dari ikan Muskie. Habitatnya di sungai-sungai primer di Amerika Utara. Itulah mengapa kata Muskie dan Bass tidak terdapat di dalam kamus.
Sehingga untuk mengisi kekosongan dua larik yang terlanjur menggantung pada satu bait tersebut, Taufik Ismail kemudian menggantinya dengan; Tetapi jalan setapak yang/ membawa orang ke mata air//
Jika merujuk pada Keraf, maka penggantian ini jelas sekali telah mengubah secara drastis ide dan gagasan pengarang. Artinya, paham atau tidaknya Taufik Ismail pada dua kata tersebut, tidak dapat dijadikannya alasan untuk mengganti dua larik pada puisi Douglas Malloch dengan dua larik baru. Maka, terang saja, Taufik Ismail tidak saja gagal menyembunyikan fakta, bahwa dirinya tidak sekadar terinspirasi keindahan makna puisi Douglas Malloch, sehingga tanpa sadar atau tidak terperangkap dalam bentuk plagiarisme.
Lalu, apakah ada kemungkinan penyair sekaliber Taufiq Ismail akan melakukan hal ini? Wallahu’alam.
Bantahan dan Sejumlah Bukti
Keterangan Redaktur Majalah Sastra, Horison, Fadli Zon, yang juga kemenakan Taufiq Ismail, dalam bantahan yang termuat pada PedomanNews.com, bahwa, Taufiq Ismail mengatakan padanya merasa pernah membahas puisi itu atau menerjemahkan puisi itu dalam kegiatan SBSB atau MMAS di sekolah-sekolah, ikut membuktikan bahwa pernah ada terjadi persentuhan antara Taufiq Ismail dengan puisi Douglas Malloch.
Selintas keterangan Taufiq Ismail itu dapat dibuktikan pada buku Terampil Berbahasa Indonesia Untuk SMP/MTs Kelas VIII, yang disusun oleh Dewaki Kramadibrata, Dewi Indrawati, dan Didik Durianto yang diterbitkan Pusat Perbukuan, Diknas RI. Pada Pelajaran 11, bagian C: Menulis Puisi Bebas dengan Memperhatikan Unsur Persajakan; halaman 198, dengan jelas dapat ditemukan puisi Kerendahan Hati karya Taufik Ismail.
Tidak ada keterangan sumber di bawah puisi Taufik Ismail pada halaman tersebut. Rupanya para penyusun memasang puisi itu dan meninggalkan sumbernya pada daftar pustaka. Artinya, keterangan soal latar belakang dan darimana sumber yang digunakan hanya tim penyusun yang bisa menjawabnya.
Apakah peneraan puisi Kerendahan Hati karya Taufik Ismail itu sepengetahuan Taufiq Ismail? Ini dengan terang sudah dijawab sendiri oleh Taufiq Ismail yang disampaikan oleh Fadli Zon, bahwa Taufiq Ismail memang terlibat dalam kegiatan SBSB (Sastrawan Bicara Siswa Bertanya) atau MMAS (Membaca, Menulis dan Apresiasi Sastra) di sekolah-sekolah.
Masih menurut Fadli, puisi Kerendahan Hati yang beredar, nama pengarangnya ditulis sebagai Taufik Ismail. Padahal, nama penyair itu memakai “q” pada nama Taufiq-nya, bukan “k”. Jadi bisa jadi apa yang digunjingkan itu salah orang. Demikian pembelaan Fadli, yang dikutip Tempo Interaktif, Jumat 1 April 2011.
Kendati adalah penting menuliskan nama seseorang secara benar dalam sebuah literasi (khususnya pada pemberitaan), namun agaknya Fadli Zon tidak memeriksa dengan teliti sebelum melontarkan bantahannya. Keliru serupa ini kerap terjadi pada tera nama Goenawan Mohamad yang sering dituliskan orang dengan Gunawan Muhammad. Kendati dituliskan keliru, ingatan kolektif orang tetap merujuk pada satu sosok. Apalagi, baik Goenawan Mohamad dan Taufiq Ismail adalah dua nama besar penyair, sastrawan dan budayawan Indonesia.
Pada puisi Kerendahan Hati yang termuat dalam buku Diknas di atas, nama penyair itu dieja dengan huruf akhir ‘k’. Pun pada beberapa terbitan Horison Sastra Indonesia sendiri, kerap dituliskan “Ismail, Taufik, dkk (penyunting). 2011. Horison Sastra Indonesia. Jakarta: The Ford Foundation”, sebagai salah satu contohnya.
Kemudian pengejaan ‘Taufik Ismail’ juga ditemukan pada kata sambutan dalam buku The Lady Di conspiracy : Misteri Dibalik Tragedi Pont de L’Alma, karya Indra Adil, terbitan Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2007.
Artinya, dalil Fadli Zon perihal huruf akhir pada nama penyair itu seketika patah. Sebab, apabila karakter penulisan nama tersebut dianggap penting, tentulah hal ini telah diperhatikan benar sejak lama. Tidak setelah polemik ini mengemuka.
Pada berita yang sama, Fadli Zon juga mengungkapkan tak dia temukan puisi Kerendahan Hati dalam empat buku karya-karya Taufiq Ismail. Salah satunya kumpulan puisi tahun 1953-2008 berjudul Mengakar ke Bumi Menggapai ke Langit, (Mei, 2008) setebal 1076 halaman. “Di buku itu saya tidak menemukan puisi berjudul ‘Kerendahan Hati’,” katanya. Menurut Fadli, Taufiq Ismail juga menerjemahkan puisi 160 penyair Amerika yang dikumpulkan dalam buku “Rerumputan Dedaunan” dan hingga saat ini belum diterbitkan. Dalam terjemahan tersebut tak ada puisi Douglas Malloch.
Keterangan Fadli ini bisa saja dipercaya, namun sebenarnya tidak berkorelasi langsung dengan isu yang sudah terpolemik. Buku kumpulan puisi MBML itu terbit pada 2008, sementara itu buku Terampil Berbahasa Indonesia itu terbit pada tahun yang sama. Sedang pada 2009, puisi itu masih sempat dibacakan pada programa Jika Aku Menjadi Special Ramadhan 2010 di TransTV. Program MMAS dan SBSB yang dimana Taufiq Ismail dan Majalah Horison terlibat langsung sudah dilaksanakan sejak tahun 1998 hingga 2008. Bahkan beberapa puisi Kerendahan Hati karya Taufik Ismail sudah terposting di beberapa blog sejak 2006.
Sejumlah sinyalemen ini secara tidak langsung membentuk premis terhadap kehadiran karya tersebut dalam kurun waktu 1998 hingga 2008.
Dari telisik literasi ini, kini, siapapun boleh menarik kesimpulan masing-masing, perihal polemik pada entitas puisi karya Douglas Mulloch itu. Telisik literasi ini tidak hendak mencuatkan sebuah masalah yang selama ini kerap merisaukan kalangan sastrawan; plagiarisme
Telisik literasi inipun tidak dalam posisi menuduh siapapun telah melakukan plagiat. Bahwa sebagai telisik literasi, ada baiknya ini dijadikan pembelajaran pada masa selanjutnya, bahwa penghargaan atas sebuah karya sastra/literasi sebaiknya memang diberikan pada sosok pengkaryanya. Demikian. ***
Puisi “Kerendahan Hati” karya Taufik Ismail dalam buku Terampil Berbahasa Indonesia Untuk SMP/MTs Kelas VIII, yang disusun oleh Dewaki Kramadibrata, Dewi Indrawati, dan Didik Durianto yang diterbitkan Pusat Perbukuan, Diknas RI. Pada Pelajaran 11, bagian C: Menulis Puisi Bebas dengan Memperhatikan Unsur Persajakan; halaman 198.
Buku Terampil Berbahasa Indonesia SMP/MTs Kelas VIII
bagus uraiannya bang, terima kasih.
ini link buku Terampil Berbahasa Indonesia SMP/MTs Kelas VIII:
http://ftp.lipi.go.id/pub/Buku_Sekolah_Elektronik/SMP/Kelas VIII/Kelas VIII_SMP_Bahasa Indonesia_Dewaki Karmadibrata.pdf
KOmentar atas Puisi 'Kerendahan Hati'
Ada dua hal yang menarik pada kasus ini. Yang pertama ada tuduhan plagiat, dan yang kedua ada pernyataan bahwa puisi 'Kerendahan Hati' bukan puisi karya Taufiq Ismail. Saya mulai dari pernyataan. Jika pernyataan ini benar, maka Taufiq Ismail tentu saja bukan plagiator. Tetapi bagaimana dengan adanya fakta - katakan saja ini fakta hukum - dalam buku Terampil Berbahasa Indonesia SMP/MTs Kelas VIII:
http://ftp.lipi.go.id/pub/Buku_Sekolah_Elektronik/SMP/Kelas VIII/Kelas VIII_SMP_Bahasa Indonesia_Dewaki Karmadibrata.pdf
Yang harus bertanggung jawab tentu saja penulis buku ini yang berani-beraninya mencantumkan sebuah puisi yang seakan-akan atau seolah-olah atau memang benar-benar tulisan Taufiq Ismail? Harus dirujuk sumber referensi puisi tersebut. Jika tidak ada referensinya, atau referensinya dipalsukan, maka si penulis buku dapat dipidanakan. Dia bukan saja bersalah memalsu sumber data tetapi juga karena pemalsuannya, seorang penyair besar mendapat tuduhan sebagai plagiator atau penjiplak.
Kemudian beralih pada tuduhan yang pertama. Tuduhan ini tentu saja akan gugur dengan sendirinya jika pernyataan yang kedua benar adanya. Tetapi jika kemudian terbukti bahwa pernyataan yang kedua salah atau disengaja dibuat seperti itu, maka sang plagiator-lah yang harus dihukum berat. Mengapa? Karena bukan hanya sekali dia berbohong, tetapi berbohongnya berkali-kali. Di depan publik lagi!
Maka dari itu, sekarang yang paling penting adalah menunggu penyelidikan yang seksama oleh 'seorang penyidik sastra' apa yang sebenarnya telah terjadi.
Salam,
Penyidik Sastra
Dr. Tri Budhi Sastrio
email: tribudhis@yahoo.com
HP. 087853451949
Puisi Kerendahan Hati ini
Puisi Kerendahan Hati ini bukan gubahan Taufik ismail atau Taufiq Ismail, ini adalah puisi yang terkenal di kalangan pendaki gunung di bandung, karena di gubah oleh salah seorang pentolannya yaitu Abah Iwan Abdulrahman,
Abah Iwan ini kebetulan adalah kakak kandung dari Trio Bimbo, dan mungkin kenapa dikaitkan dgn Taufiq/k ismail karena banyak lagu bimbo yang ciptaan beliau, dan disangka puisi inpun karangannya taufik ismail
Puisi ini selalu dibaca setiap apel pagi kelompok pendaki gunung dari bandung tsb
ijin Kopas sob :)
puisinya bagus, cuman ijin kopas ya sob buat blog ane:
hamparan-kata.blogspot.com
dengan senang hati,
dengan senang hati, diizinkan....
bagus tambah lagi kalo mau
bagus tambah lagi
kalo mau lebih dekat tentang saya dapat kunjungi di yahoo rhanieranir@yahoo.com
thank's for you
wahh..terimakasih Pak atas
wahh..terimakasih Pak atas segalanya.
awalnya saya ingin mencari puisi kerendahan hati yang saya ketahui jika itu adalah karya Taufiq Ismail.
Tapi setelah saya membaca semua beritanya, ternyata itu bukan karya beliau dan beliau dituduh dengan berbagai macam perkataan.
saya pribadi tidak percaya jika Taufiq Ismail dituding seperti itu. Puisi beliau sangat menggambarkan keprihatinan bangsa. Beliau menulis segalanya dengan apa adanya. Tidak mungkin beliau tega menjiplak karya sastrawan lain atau berbohong di depan publik.
puisi
"Remah roti"
bekal siang yang kubuang
Kini menjadi energi
Bagi seekor atau sebagian binatang
Jejak kaki yang tertindas
Gelap yang memusuhiku
Pohon meranggas menyaru hantu
Tiba-tiba teriakan gadis
Melengking di belakangku
"Hansell aku benci kamu..!"
Koq bisa2nya gak bawa senter?
Karya ney,di yahoo answer. direvisi lagi. April 2012. Mohon saran.
tak semua burung terbang tinggi
garuda terbang tinggi
ayam pun terbang
tapi tak setinggi garuda
saya melihat,mndengar (belajar)
jiwa indah baru ku dengar,
suara ini pun ku rasakan,
perlahannn....
satu kata selalu terucap,
bnyak mkna yg terwarnai oleh pelangi,
* dan segenap awam mnyaksikan,
olehnya,olehmu, oleh-oleh bukan saja.
Zymbolyz 1
Karena nila setitik belum tentu rusak susu sebelanga
Hanya karena satu judul puisi yang dipersoalkan, kebesaran nama Taufik Ismail dalam puisi tidak akan tenggelam. Mungkin ini cuma masalah kealfaan lupa mencantumkan nama penulis aslinya.
Beni Guntarman
Dunia Tanpa Batas..
Jangan di permasalahkan secara lanjut... Sastra dan seni adalah sebuah dunia tanpa batas... biarlah dunia itu penuh warna... Masih banyak lagi misteri di dunia ini, yang bila kebenarannya terbuka... maka dunia akan terbelah tujuh... saya mengundang saudara sekalian untuk berkenan mampir di "pondok beratap rumbia" milik saya..
D'LOVERS
kritis
tak perlu di permasalahkan tapi sangat penting di bahas :D , dab Jelaslah kebenarannya.. ini adalah sebuah pencerahan!...
Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
membawa orang ke mata air
siang dan malam adalah siklus waktu yang terus berganti ada hujan,ada panas ada rasa adapun jari jemari lewat akal turun lagi dan jadi kata berakhiran tanda siapa suka siapa merasa. salam pelajar belajar sastra!..
Tulis komentar baru