Skip to Content

Cerpen

Diary Di Sudut Hati (Lihat kakekmu, Ben, yang berjuang dan berkorban apa saja demi kemerdekaan…)

Diary Di Sudut Hati (Lihat kakekmu, Ben, yang berjuang dan berkorban apa saja demi kemerdekaan…)

         Cerita pendek : akhmad zailani

 

 

Kumpulan Fiksi

Kumpulan Fiksi

kumpulanfiksi.wordpress.com - Blog ini mencoba menghimpun tulisan-tulisan fiksi berupa cerpen,cerbung, puisi dan artikel kritik sastra. Setiap tulisan yang dimuat sudah diketahui atau mendapat ijin atau hasil kiriman dari penulisnya.

Maryam Melap Darah yang Memercik di Lukisan Bapak

KUAS itu masih menari-nari di atas kanvas. Bergerak membentuk garis lurus berwarna hitam, putih, merah dan warna-warna lainnya. Atau sekali melenggak lenggok dengan warna-warni yang lain. Bergoyang ke kiri atau ke kanan. Dan terkadang ke atas atau ke bawah. Kanvas yang dasarnya putih itu kini berwarna-warni.

Wanita Pejuang itu Masih di Situ; Mengingat Anaknya di Depan Jendela yang Menganga

ANGIN malam masih mengalun lembut bersama-sama suara-suara malam. Keheningan menyambar di segenap lingkungan. Sunyi menusuk-nusuk, makin menambah sunyilah perasaan wanita tua itu. Dia membuka jendela. Dibiarkannya angin malam berebutan masuk. Dia ingin bercanda dan bercumbu sepuas-puasnya bersama malam. Langit di luar kontras sekali dengan ruangan kamarnya yang serba putih.

Ibu Terus Menunggu dan Tidak Ingin Dia Menyentuh Ikan Bakar Itu

“MAMAAAT…”, berbarengan dengan suara lembut itu, pintu kamar lelaki kurus itu kini telah terbuka. Seraut wajah wanita setengah baya nongol dari balik pintu. Ada bekas-bekas kecantikan pada wajah wanita itu! Dia adalah ibu dari lelaki kurus itu.“Makan dulu, Mat…, “. Wanita yang masih cantik itu mengajak makan sang anak.

AKU MEMBUNUHNYA KARENA AKU MENCINTAINYA

KATA orang menunggu adalah suatu pekerjaan yang membosankan, terkadang memang begitu. Tapi kali ini, bagiku menunggu tidaklah begitu membosankan. Aku sedang menunggu bis di Terminal Sungai Kunjang. Dan aku menunggu ditemani oleh pacarku. Hal itulah yang tidak membosankan bagiku. Biarlah  bis berangkatnya lebih lama. Agak siang sedikit juga tak apa. Aku tak tergesa-gesa.

Cerpen: Pengkhianatan

Cerpen: Pengkhianatan

oase.kompas.com - Dia datang lagi. Selalu saja pada saat yang kuanggap tidak tepat. Saat aku mulai merasakan mabuk. Saat merasakan diri terbebas untuk menyatukan diri dalam irama lagu yang menghentak. Saat para penyanyi dengan para dancer meliuk-liukkan tubuhnya di panggung. Saat orang-orang segera bergegas turun bergoyang.

Kesaksian

Ditemukannya bayi di bak sampah di ujung jalan kampung itu membuat heboh orang-orang kampung. Bayi itu masih merah dan masih dipenuhi darah. Tampaknya baru beberapa jam saja dia hadir di muka bumi. Gerakan tubuhnya yang halus menandakan ia masih hidup. Keyakinan  itu mendapat jawab pasti ketika terdengar lengkingan tangisnya.

Masih Seperti Kemarin

Benar. Tidak ada yang berubah. Matahari terbit dari Timur. Terbenam di Barat. Awan berjalan dan berlari. Ikut saja hembusan angin. Saat terik matahari. Air bisa saja runtuh tiba-tiba. Ketika awan hitam mengkristal. Langit gelap. Panaslah yang dirasa. Bukankah begitu kemarin?

 

Namaku Buruh

Namaku Buruh

oase.kompas.com - Namaku Buruh. Benar, bukan mengada-ada. Atau sok cari sensasi. Lihat saja KTP-ku, jelas tertera Buruh sebagai namaku. Nama lengkap. Singkat. Masih kurang percaya? Aku bisa meng-copy-kan akta kelahiran, raport dan ijazah sekolah. Masih kurang, aku bisa bawakan seluruh identitas yang kupunya. Semuanya konsisten. Buruh. Jelas tertera di situ. Di kolom isian nama.

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler