HUJAN DAN KENANGAN
Hujan sore menyisakan mendung tapi masih ada cahaya matahari senja dari sela-sela awan hitam di barat. Warna yang dimata tuaku tampak kekuning-kuningan jatuh di dinding rumah kosong depan rumah. Sejenak ada yng menyentuh rimbun daun pohon seri yang tumbuh di tepi jalan. Lalu semuanya redup. Bubung rumah belakang menyembunyikan matahari yang beranjak ke balik ufuk.
Aku di sini duduk sendiri menyulam kenangan. Kenangan senja ketika senja. Satu satu membelai hati kembali membangkitkan rasanya. Ada yang pedih menindih ada yang berat menekan. Satu satu datang satu satu pergi, gambarnya hilang seperti asap ditiup angin. Terbang perlahan meninggalkan kesan terbang sekilat meninggalkan goresan baru/ Sakit lagi meski tidak sesakit dulu.
Awal malam temaram bersambung dengan rinai hujan, titik airnya terdengar bernyanyi di atap seng dan terdengar gemericik menimpa genangan air di bawah cucuran atap. Di balik pintu kami berdua.
Meski Jalan Pelipur bisa disebut jauh dari Kacangpedang tidak sulit bila aku pulang. Meski hujan lebat. sekalipun. Tapi aku memang belum ingin pulang. Masih ingin di sini bersamanya. Jadi hanya basa-basi saja ketika aku menimpali ucapan ibunya bahwa aku akan pulang saja,
Aku tidak jadi pulang dan akan menginap. Sehelai sarung dan sebuah bantal diberikan kepadaku.
(bersambung)
Komentar
Tulis komentar baru