Skip to Content

Untukmu siapapun itu

Foto TriyArt

      Untukmu siapapun itu, yang tengah berbaring di antara peraimpangan antara rindu dan dendam. Ada yang ingin kukatakan dan ini bukan sekedar penawar rasa sakit atau penenang saat kau dalam keadaan limbung. Berminggu-minggu berlalu semanjak kau tak di sini dan saat kau memisahkan jarak antara kotaku dan kotamu dalam sebuah persimpangan yang usang. Kau memaksakan diri untuk pergi, bukan sekedar pergi. Tapi meninggalkanku di antara riuh rumputan dan asap kota ialah suatu kenyataan yang memabukkanku sampai ke jurang, dan kau seolah tak mengerti itu. 

           Kita bagai percakapan musim dan angin. Sebab, antara kepergian dan kedatangan tak pernah hisa kita duga lagi. Dan perpisahan telah membukakan pintu bagi sepi, diantara musim-musim yang berlalu. Kita tak pernah selesai dalam pertengkaran, sebab pertengkaran bagimu ialah perihal biasa saja. Jika semua musim telah habis kita terjemahkan, lalu untuk apalagi kau selalu memimpikan pertemuan? Musim itu berganti, sayang. Bukan mengulang hingga berkali-kali.

             Kini kita telah masuk episode dalam dimensi yang berlainan, yang bersebrangan. Kita tak pernah bertegur sapa, kita hanya perlu saling menduga tanpa mendua. Dan di antara semua prasangka-prasangka yang ada, maka anggaplah itu hal yang biasa kita lakukan meski kadang membuat kita muak. Dimensi berlainan, ya sesuatu yang berlainan kadang membuat kita larut dan tenggelam dalam situasi yang karam.

               Sayang, aku tak bisa menulis banyak tentangmu. Terlalu banyak yang tersembunyi dan terlalu banyak yang tak perlu dikatakan juga. 

                  Melewati tempatmu berdiri kini jadi tatapan angin paling beku. Sebab angin telah menerbangkan isyarat rindu pada kepergianmu. Sayang, luka makin membeku saat sajak mulai kuterbitkan dan kau makin tenggelam dalam buaian. Sayang, aku tak bisa berbuat banyak padamu, sebab semua yang kita tuju telah luruh dalam penghakiman doa-doa panjang, dan aku makin tenggelam dilarut wajahmu. Kau makin tenggelam sejenak kudiamkan hingga menghilang. Sayang, aku terlalu banyak diam dan kau terlalu banyak menelan igauan. Kita jadi limbung pada kemabukan kita sendiri. 

            Untukmu siapapun itu. Aku terlalu memaksakan diri untuk jadi dirimu, dan aku tak mampu. Dalam diam sajakku bergelimang, kembali berlinang. Cintamu, cintaku telah jadi semacam hilang.

 

#2015

Komentar

Foto Senja Noviandi

Sadiiissss.... (Y)

Sadiiissss.... (Y)

Foto TriyArt

Masaaa??haha tengkiyu omdey

Masaaa??haha tengkiyu omdey

Foto SIHALOHOLISTICK

Ada sebentuk kesiapan ide

Ada sebentuk kesiapan ide yang memang betul telah diracik dalam sebuah sajian bacaan. Saya sering bilang pada banyak teman, seorang penulis itu sama seperti chef, bumbu tulisan itu harus diracik seapik mungkin sehingga ketika membacanya, seseorang seperti menikmati hidangan yang spesial dan lezatnya "abrakadabra" (ga tau menceritakannya kalau memang belum dinikmati). Kalau kami orang Batak bilang "Dang di ida mata alai di ida roha - tak terlihat tapi terasa).

Salam Sukses dari Tanah Batak, Sumatera Utara

=@Sihaloholistick=

Foto TriyArt

Reply

Salam
Terimakasih banyak sudah mampir dan membaca tulisan saya, salam juga ddari jabar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler