Lagi-lagi, aku harus mau berada di sini. Disisa hidup dan umurmu yang mesti kau relakan untuk kau bagi dengan kekalahanmu.
Dan lagi, aku juga harus mau menyandingmu disini, bersebab beberapa pedih yang telah terlewati. Meski riskan ku amanatkan segalanya pada keganjilan ucapmu.
Lagi pula, aku mesti baik-baik sembunyi dari cecahan sakit yang sangat pisau. Yang lalu ku parodikan dalam gelak-gelak kekurangajaranmu.
Kita sama-sama tahu, kita butuh panggung ini, untuk unjuk diri, siapa paling hebat berperasaan dengan omong kosong tentang keindahan. Senyum. Ketulusan. Keyakinan. Perhatian. Kasih. Pun sayang. Rindu. Debar-debar nyanyian hati. Ah, muak sekali aku menuliskannya banyak-banyak. Tentu aku selalu mematurkan diri, sebagai agen pura-pura untuk segala janji yang lebih sering kau ludahi. Tak apa. Peranku memang sebagai yang seperti kau pikirkan.
Kapanlah, aku sungguh tak butuh permintaan yang di buat-buat tentang asa yang tinggi. Mau segarkan kupingku saja, itu mungkin niat yang kau maksudkan. Skeptis memang. Tapi, tak apa kalau kenegatifan bisa membaikkan.
Nah, ku ingin tanya, pernahkah kau lihat neraka?
Bersemayamlah dalam tubuhku, sungguh, iblis pun tak kan sungkan menciummu.
Komentar
Tulis komentar baru