Pada lengkung langit yang hitam kulihat kedua bola matamu menyala
Bagai kunang-kunang yang terbang di sepanjang lorong sunyi
Detak jantungku memanggil-manggilmu
Di genangan matamu
Kulihat kupu-kupu menabur mimpi-mimpi malam
Bunga-bunga merah
Bercahaya pada lengkung bibirmu
Seperti halnya sihir
Langit yang merah melengkung di bibirmu
Sayup-sayup suaramu mengepakkan sayap pada khayalan yang jauh
Dalam pikiranku
Kau lambungkan pikiranku ke angkasa
Lalu kau bidik aku yang menepi bagai burung
Di pelataran kebun
Suaramu adalah senapan paling senyap
Kubesuk kediamanmu
dengan pakaian putih-putih
lalu kaupun timbul, gemerlapan
dalam baju pengantin
masing-masing kita memendam debar
Gadis-gadis berpredikat manja
dan tidak berdaya
bergelantungan di lengan-lengan kuatnya
termakan manisan dan buaian
"Tuan !" hardiknya,
Telah kulinting namamu
bertajuk-tajuk, bagai doa tanpa jeda
yang diisyaratkan seorang rahib
Nona ! desaknya,
Rembulan ikhlas
melukis indah
Wajah malam
Pulang sejenak
Menyusur relung
Mengetuk pintu
Melapang rasa
Kobar api cinta
Izinkan aku sendiri dalam sunyi Mega terpanca pesona malam Alangkah meriuhnya segenap dada
Aku masih belum mengerti Kesenyawaan rasa dalam sanggul sanubari Usang kepalang kurasa dini
Gelap hati siapa kira Menahan luka yang telah menganga Mulut sembilu tiada bahasa Hawa cinta tertelan nestapa
Aduh… Mengapa pula engkau enggan menyapa Kala nyatanya cinta ingin menannya
Komentar Terbaru