Skip to Content

DRAMA SEBABAK 'BIDUK PLASTIK' Karya: RD.Kedum

Foto RD.Kedum

BIDUK PLASTIK

Karya: RD.Kedum

 

 

SINOPSIS

 

Sebuah negeri ibarat biduk di atas air. Kadang ke hilir dan kadang ke ulu. Kadang oleng dan kadang mantap berlayar. Dalam perjalanannya pasti kerap bertemu dengan berbagai macam persinggahan. Dan persinggahan ada yang indah dan ada yang menyakitkan. Bagaimana jikalau biduk berselimut kabut? Dalam sumber yang tak jelas, dalam tujuan yang tak jelas, ibarat selembar plastic putih yang bening namun temaram tak tampak. Mampukah biduk berlabuh pada impian yang menggantang di udara? Dalam kekaburan seperti plasatik yang tak transparan….

 

 

SETTING

 

            Arena dihiasi  plastikplastik  warna-warni. Seorang laki-laki tengah sibuk dengan  plastik-plastik. Ada yang kecil ada yang besar. Ada yang buram ada yang bening. Musik liris mengiringi. Kadang menghentak, kadang hening sama sekali. Si lelaki mengoceh sembari membentang-bentangkan plastik yang gemerisik.

 

LELAKI                      :

Entah berapa tahun lagi plastik-plastik ini akan berubah warna…Menjadi bening….tidak buram seperti ini. Ih…(MENJINJING PLASTIK HITAM) apalagi yang ini, hitam kusam. Padahal biduk ini sudah cukup sepuh..enaaam…puu…luh…tahun. Hmm sepuh banget! Tapi mengapa belum juga ada perubahan? Mengapa lebih parah sebelum biduk ini merdeka….? Ah pusing aku. Tapi….aku harus mencari jalan keluarnya. Bagaimana  supaya biduk ini tidak beratap plastik-plastik buram yang menjijikan ini.

(TIBA-TIBA SEORANG WANITA BERTERIAK DARI SUDUT TUMPUKAN PLASTIK YANG LAIN)

 

WANITA        :

                Hoooii….lelaki…..sedang apa kau…(LELAKI MENOLEH DENGAN KENING BERKERUT) Mau kau apakan plastik-plastik ini lelaki? Didiamkan saja atau dikubur hidup-hidup!! Aku lihat kau dari kemarin selalu memilah-milah plastik ini. Apa nggak capek?

 

LELAKI          ;

Ah…kau perempuan! Ini urusanku! Kau cukup diam. Urus dapur, sumur dan kasur.

WANITA        :

(TERKEKEH)Kau salah…jaman sudah berubah. Emansipasi….Bung. Aku juga ingin tahu dan berjudi dengan plastik-plastik ini.

 

LELAKI                      :

Untuk apa? Apakah dengan plastik ini kau akan jual biduk ini dalam arisan ibu-ibu demi mendukung karir suami?

Aku tahu, kau punya misi untuk menjatuhkan biduk ini di bawah hembusan lembutmu wanita….

 

WANITA        ;

Kau jangan menghina Lelaki. Justru karena kaum Hawa inilah biduk ini jadi indah.

LELAKI                      :

            Tidak!! Kau dan kaummu adalah liukan ular berbisa.

 

WANITA        :

Kau…! Justru kaummu yang bejat membuat plastik-plastik ini semakin kusam.!!

 

LELAKI          :

            Kau memang egois!! Tidak sadar dengan kodratmu!!

 

WANITA        :

            (SAMBIL MELOMPAT MENGHAMPIRI LELAKI)

            Tidak peduli!! Justru kaummu yang tak becus!!

            Kaummu mudah sekali tergiur hidangan enak.

            Makanan enak….sampah enak….

LELAKI          :

            Itu semua karena kaummu yan g menyediakan

 

WANITA        :

Itu karena kaummu rakus!! Lihat ini…lembaran-lembaran kusam ini adalah karya kaummu. Mereka telah membuat yang tranfaran ini semakin kusam dan buram (SAMBIL MEMBENTANGKAN PLASTIK)

 

LELAKI          :

Aah..!!!kaum hawa memang dimana-mana sama. Mau menang sendiri. Padahal tidak becus mengurus biduk ini sendiri..

 

WANITA        :

            Apa kau bilang (MENGEPALKAN TINJU)

 

 

LELAKI          :

 Nah…apa kubilang…, sebentar-sebentar ngamuk! Aneh!!

Ah sudah aku tidak mau berurusan denganmu. Pekerjaanku belum selesai!! (KEMBALI MEMBENTANG-BENTANG PLASTIK YANG BERSERAKAN. TIBA-TIBA MUNCUL BEBERAPA ORANG LELAKI DAN PEREMPUAN DENGAN SENJATA YANG TERHUNUS)

 

SESEORANG I           :

Hoi….lelaki….mengapa kau hanya menghitung-hitung lembaran plastik ini. Kapan  barang rongsokan ini akan menjadi satu di atas biduk yang rapuh ini.

 

SESEORANG II          :

Betul! Kami sudah bosan bernaung  dalam kesuraman. Biduk ini hampir tenggelam. Kau tak perlu menghitung-hitung lembar  demi lembar plastik-plastik suram ini (SEMBARI MENENDANG-NENDANG TUMPUKAN PLASTIK YANG SEBAGIAN TELAH TERSUSUN)

 

WANITA        :

            Aiiii…ini lembaran masa depan kita…mengapa kau

               injak-injak…?

 

SESEORANG I           :

Betul!! Kau kurang ajar! Mengapa kau injak-injak masa depan biduk ini. Kau mau mati? Plastik-plastik ini adalah lembaran-lembaran pahit kita. Kita harus pelajari  dan harus cari jalan agar kembali transparan dan jernih. Kau memang pecundang!

 

SESORANG II            :

            Apa….(MAU MENGAYUNKAN PARANG PADA

              SESEORANG I)

WANITA        :

Jangaaaaan!! (SAMBIL MERAIH PARANG YANG DIPEGANG ORANG II). Mengapa kita harus kotori kembali lembaran-lembaran kusam ini. Lihat  (MENGAMBIL PLASTIK YANG BERWARNA HITAM) justru yang hitam legam ini harus kita kubur dalam-dalam (MEREMUKNYA SEHINGGA JADI GUMPALAN KECIL)

 

LELAKI                      :

            Betuul….apa yang dikatakan wanita ini….

 

SESEORANG I           :

Tapi, bagaimana dengan secarik plastik ini. (MEMPERLIHATKAN PLASTIK BERUKURAN KECIL)

LELAKI                      :

Mengapa tidak?! Mari kau wanita….bantu aku, kita satukan cabikan-cabikan suram ini, agar kita tetap bertaut dalam satu…

 

KOOR :

Mari….mari….(ANTUSIAS. SEMUA BERGERAK. TIDAK LAMA KEMUDIAN LEMBARAN-LEMBARAN PLASTIK ITU BERUBAH MENJADI PANJANG DALAM IKATAN YANG DITARIK DARI UJUNG KEUJUNG)

LELAKI                      :

Biduk ini tak akan tenggelam apabila kita ikat dalam satu. Biarlah beratap langit kusam (MEMBENTANGNYA DI ATAS KEPALA) Namun biduk kan tetap melaju dalam genggaman-genggaman kita.

(MUSIK KEMBALI LIRIS MENGALUN. BENTANGAN PLASTIK BERGELOMBANG PELAN-PELAN MENINGGALKAN ARENA)

 

 

                                                        TAMAT

 

 

                                                   Lubuklinggau, Pebruari 07

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler