Skip to Content

HILANGNYA GITA

Foto Deni Zulkarnaen

Maafkan aku, yang mulia. jika , aku tak becus bercerita. Dan kabulkan satu saja permohonanku, berikan aku hadiah terbesar berupa ilmu.

Jadi, begini Tuan:

Bulan murup.  Benderang di atas kepala.  Kelelawar berkelebat kesana kemari. Pohon-pohon tenang. Warga dusun Marga Dalam berkumpul di halaman rumah sartijo. Salah satu warga dusun. Mereka menjalankan ritual-ritual yang diminta oleh mang Suhun, dukun yang terkenal sakti dan suka menolong.

****

Mereka, warga desa sedang mencari Gita, gadis desa yang hilang. Menurut petunjuk Mang Suhun, Gita diculik Mak Sumai, mahluk halus, perempuan berambut panjang  yang kerap menculik manusia.

Warga desa begitu percaya dengan  Mang Suhun, lantaran beberapa puluh tahun silam, ada bayi yang hilang. Menurut dukun yang menangani,  pelakunya adalah mak Sumai. Rupanya mak sumai kembali menculik manusia, tapi kini gadis dusun Marga Dalam yang jadi korban.

Warga terus mencari di sekeliling dusun, di kebun-kebun kopi, di rumpun-rumpun bambu, di jurang-jurang, di sungai dan di seluruh penjuru dusun. Ritual-ritual pun terus dilakukan untuk mengalahkan Mak Sumai, yang konon menurut Mang Suhun bersemayam di sebuah rumpun bambu besar dekat rumah korban.

“Mak Sumai sudah sangat tua. Jin itu, semakin tua semakin banyak ilmu dan kesaktiannya”  terang Mang Suhun kepada Sarttijo, kakak kandung koban.

“Terus gimana mang?”

“Saya akan mengajaknya berunding. Kalian lakukan ritual-ritual yang saya suruh. Taburkan garam di sekeliling rumah dan halaman. Jaga sepanjang malam di halaman rumah, hidupkan api. Dan jangan lupa suruh warga keliling berkala  setiap malam,  di kebun-kebun , rumpun bambu dan sumur pemandian dusun”  Tutur Mang Suhun.

Sartijo mengangguk, berharap adiknya segera kembali.

“Nanti malam kita mulai. Kalian laksanakan yang mamang  katakan tadi. Meskipun mamang di rumah, mamang  ada di sana, mamang ngeliat kalian. Nanti malam, kalo ngeliat si Gita di sekitar rumah, segera panggil dan ajak pulang. Dia tidak akan langsung ingat dengan rumahnya.” Tambah Mang Suhun.

Sartijo dan Sapiul pun pulang. Sesampai di dusun Marga Dalam, warga desa sudah menunggu di halaman rumah Sartijo. Sementara si Emak selalu menangis sambil  sibuk di dapur menyiapkan kopi hangat buat warga.

“Itu dia, Sartijo dan Sapiul...” Seorang warga desa melihat sartijo dan Sapilul tiba. Serentak warga dusun berkumpul, ingin mendengar keterangan dari Sartijo dan Sapiul.

Sartijo pun menyampaikan  pesan Mang Suhun kepada warga.

“Dari mana Mang Suhun tau, Gita diculik Mak Sumai?” cetus salah seorang warga.

“Mang Suhun itu dukun sakti, sering mengobati orang, dia juga gak minta bayaran “ Jawab Sartijo.

“Ia. Bapak-bapak, Adik saya sebulan yang lalu kena pelet, orang kampung tetangga yang melet. Kalo tidak ada mang suhun, saya tidak tahu apa yang terjadi.” Salah satu warga meyahut.

“Baiklah bapak-bapak .  kita tahu, sartijo dan emaknya sedang kehilangan Gita, dan menurut mang suhun, Gita diculik mak sumai. Sebelum kita terlambat, mari kita bantu Sartijo menemukan adiknya.” Pak RT mengajak warga desa. Warga pun mengangguk-angguk, pertanda paham.

*****

Malam semakin larut, warga desa  dusun Marga Dalam  sedang melaksanakan ritual yang diminta Mang Suhun. Ada yang duduk didekat api sambil menikmati  segelas kopi, ada yang berkeliling di sekitar rumah sambil menyorotkan senter ke beberapa arah. Beberapa rombongan melakukan operasi pencarian di kebun kopi, di rumpun-rumpun bambu, di sumur pemandian dusun dan di tepi sungai, di belukar-belukar sekitar dusun.

Sartijo dan Pak RT berdiri di pojok halaman rumah. Sesekali melihat ke sudut-sudut pekarangan.

“ Kemana dia, Ya Allah, ya Allah...., kemana Adikku itu...” Keluh Sartijo.

“ Sabar dik Sartijo, Semoga kita cepat menemukannya.” Tutur pak RT.

“ Dik Tijo, bukankah Gita akhir-akhir ini sering nginep ke rumah temannya?”Tanya pak RT.

“Ia pak RT. Dia sering kali membuat emak kesal, hingga  membuat emak nangis. Saya sudah sangat sering harus mencari kemana-mana. Tiap kali emak atau saya menasehati, ia Cuma diam. Bahkan saya menasehatinya sambil menangis, memikirkan sifat yang demikian. Dia berubah  jadi sepertinitu semanjak kelas tiga SMP, sudah hampir satu tahun,” Terang Sartijo.

“Kalau demikian, apa mungkin , ia menginap  di rumah temannya, seperti sebelumnya?”

“Tidak mungkin pak RT. Waktu itu, dia pulang hampir mghrib. Sebelumnya sudah dua malam tidak pulang. Emak sangat kesal dan khawatir. Ketika dia pulang, emak dan aku belum lama pulang dari kebun. Aku dan emak sama-sama sibuk. Emak bersama adikku yang kelas tiga mandi di pemandian dusun, aku sibuk memberi ayam makan, menangkap ayam yang tidak mau masuk kandang, lalu mengisi  kaleng-kaleng lampu dengan minyak, lalu menyalaknnya. Waktu itu lah Gita pulang, emak yang baru pulang mandi,melihat gita sudah pulang. Meski lega, emak terlihat sangat marah. Ketika itu, piring-piring pun kotor, emak menyuruh Gita mencuci piring-piring itu. Tapi Gita tampak sangat malas, dan mengerjakannya sambil membrontak-brontak. Amarah yang sedari tadi terbendung di dada emak, semakin meluap-luap dan meledak juga. Emak ngomeli gita dengan suara yang sangat kuat, terdengar ke penjuru-penjuru kebun yang mengelilingi rumah gubuk kami. Gita pun melawan dan membalas omelan emak, bahkan gita sempat mengatakan kebosananya menjadi slah satu anggota keluarga emak. Emosi emak pun semaikn menjadi-jadi, hingga mengusir Gita.
“Pergi sana, pergi..., pergi enggak?”

“Cari emak lain, aku ini memang gak punya apa-apa, cari sana emak yang kaya. Pergi gita, pergi, emak juga udah capek ngurusin kamu...”

Gita hanya diam, sambil mengis, tak bersuara. Rambutnya semeraut , habis dijambak emak. Di mukanya  terus mengalir air mata, melihat emak yang demikan marah. Gita pun berlari ke arah sumur pemandian. Emak masih ngomel-ngomel sambil menangis. Aku pun ikut menagis. Aku terdiam. Tapi, aku segera kepikiran dengan si Gita, aku pun membayangkan bagaiman perasaan Gita. Lalu aku berlari menyusul Gita.  Di perbatasan siang dan malam, hari mulai gelap. Aku berlari melewati barisan kebun kopi menuju pemandian dusun, tapi aku belum melihat gita. Tak jauh dari sumur pemandian, ada jalan terusan. Aku kembali berlari, menysusl gita, aku berlari semakin kencang, jalan setapak yang kuinjak semakin gelap, aku belum juga menemukan gita. Dunia berubah menjadi hitam, akupun kembali ke rumah. Begitulah ceritnya pak RT.” Sartijo mengusap air matanya.

“Cuma ada jalan itu, terusan jalan pemandian. Kalau dia mau ke dusun, dia pasti terkejar dik Tijo malam itu.” Pak RT tampak berpikir keras.

“Lagi pula, pak RT. Kalau dia mau ke dusun, ia harus jalan kaki selama satu jam, melewati kebun-kebun, jembatan bambu, turunan dan tanjakan. Tidak mungkin di malam seperti itu, dia melakukannya,” Saut Sartijo.

*****

Sudah tiga malam, warga desa masih melkukan ritual dan pencarian, seperti yang diminta mang Suhun. Beritanya, Mang suhun memberi batas  waktu kepada Mak Sumai hingga habis Purnama.

Malam itu, malam purnama, malam batas waktu yang dikatakan oleh mang suhun. Warga berkumpul di halaman rumah Sartijo, kemudian membuat api unggun, menbur garam, berjaga, dan berkeliling. Kalau-kalau, Gita dikembalikan oleh Mak Sumai, seperti yang dikatakan mang Suhun. Sementa,r Emak kembali menangis. Entah untuk keberapa kali emak menagisi Gita. Sementara Sartijo tidak ingin menampakkan kesedihannya. Meski ia sering menteskan air mata di saat-saat sendiri, dan segera menghapus air matanya jika ada yang menghampiri.

“Sartirjo, malam ini, malam terahir. Kita melakukan ritual dan pencarian. Apakah mang Suhun Gagal?’ Tanya  Emak, sembil menangis.

“Tidak mak, Mang Suhun itu sakti, pasti dia berhasil.” 

“Tapi, kita sudah mencari dan menuruti permintaan Mag Suhun, sudah tiga malam. Tapi tidak ada hasilnya?”

“Sabar mak, Insya Allah malam ini Gita ketemu. Kata Mang Suhun, Mak Sumai akan mengembalikannya malam ini.”

Malam pun semakin larut. Warga yang berjaga mulai ngantuk dan kelelahan. Satu per Satu mulai tidur. Sartijo mengambil air Wudlu, lalu sholat Tahajud. Ia berdoa sembari menangis sedu-sedan. Sartijo kelelahan, dan tertidur di amben dekat ia tadi Sholat.

Sartijo bermimpi, Gita berada di Rumah teman barunya.

 

 

 

 

 

 

Komentar

Foto Anonymous

waduh...kok selesai...?

waduh...kok selesai...? :'(
lanjut dong...

Foto Anonymous

.

Terusin donk....
Asik ni ceritanya, bikin penasaran.

Foto Anonymous

Lanjutkan!

betul, asik, bikin penasaran.
tapi maaf itu di bagian akhir “Sutarjo, malam ini, malam terahir..."
Sartijo mungkin...bukan Sutarjo :D

Foto Deni Zulkarnaen

Terimakasih kawan, pembaca

Betul, yang di maksud, adalah Sartijo, bukan Sutarjo.
Terimaksih atas masukannya..,

Foto Anonymous

iya cerpennya menarik,

iya cerpennya menarik, pengalaman pribadi ya??

Foto Azizah zee

Keren

Teruskan :D

An Ordinary

Foto Anonymous

dimana ternyata si Gita??

dimana ternyata si Gita?? akh..penasaran nih,,

Foto Aghni Rufaidzah

cerpennya baguss bgt ^_^

lanjuutt donkkk !!!

Foto Royhanatul Fauziah

DIMANA

Jadi Gitanya ada dimana???
udah ending apa masih ada lanjutannya????

Foto MP_Purwanto hardjo

Dream come true

Berbau magis.,Mantap..!
Mimpi sartijo jadi kenyataan ya?

Foto Deni Zulkarnaen

Makasih atas

Makasih atas apresiasinya...,
maaf lama tak sua, hampir satu tahun hilang dari laman ini..

Foto denbagus

Kagum

Lanjutkan semangat Nulis kakak :D
anda memotivasi saya :D

Foto Deni Zulkarnaen

den Bagus

Terima kasih atas apresiasinya,
Mari kita sama-sama belajar dan terus menulis..,

Foto Novhita Malihah

penasaran sama mas sumai..

penasaran sama mas sumai.. ^_^

>>_Novhita Malihah_<<

Foto Bunga_Lotus

lanjut doong

lanjut doong

Foto muhammad husni

mungkin jika di lanjutkan

mungkin jika di lanjutkan ceritanya akan lebih menarik dan lebih memahami jalan ceritanya..

Foto Anonymous

Cerpen

Barakallah, semoga trus Berkarya.

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler