Skip to Content

Novelette Biografi II

Foto @MucetMutma

Perjalanan Hidup

     A. Raodah Kadir

 

Sebuah prolog                      

            Fajar yang telah menyingsing pagi,  terdengar suara tangisan bayi yang baru keluar dari rahim seorang wanita hebat. Suara tangisan bayi itu telah ikut meramaikan kicauan-kicauan burung pagi.

“selamat yah bu, anak ibu terlahir dengan sehat.” Ucap Si dokter dengan wajah bahagiah.

Tepatnya di R.S. Pertiwi Makassar, pada tanggal 25 November 1997. Telah lahir seorang anak yang bernama   A. Raodah Kadir. Yaah... itulah nama yang diberikan oleh kedua orang tuaku. Aku terlahir dengan sempurna, aku bisa merasakan indahnya dunia ini. Dunia yang diberikan Rabb-ku.

 Kuucapkan terimah kasih kepada Rabb-ku, penggenggam hidupku, atas sebuah skenario kehidupan indah yang diberikan untukku. Kepada orang tuaku yang sangat kucintai, Ayahanda A. Abdul Kadir dan Ibunda Fatmawati Wajid.

b

 

#Episode Role Model

            Kisah ini berlangsung ketika aku menginjak masa Taman Kanak-Kanak (TK)

          Pelajaran sementara berlangsung, tiba-tiba datang seorang guru memanggilku di depan pintu.

          “Oda . . . sini dulu  nak!” panggil Bu Guru.

          Aku pun berjalan menghampiri Ibu Guru di depan pintu.

          “Ada apa Bu?” tanyaku.

          “Ada yang ingin Ibu bicarakan Nak.”

          “Apa Bu?” tanyaku lagi

          “Besok ada lomba dalam acara HUT RI ke-57, Ibu ingin kamu mengikuti lomba Model Cilik. Kamu mau kan?”

          “Baik Bu, saya akan ikut”

          Aku menyadari bahwa aku sangatlah centil dan senang bereksperimen dengan make-up dan pakaian seperti model-model di TV. Maka, mengikuti perlombaan Model Cilik adalah kesempatanku untuk menyalurkan hobiku. Pada dasarnya aku senang berkompetisi dalam bidang non akademik. Dengan kompetisi itulah aku bisa mengetahui sejauh mana kemampuanku.

          Keesokan harinya lomba Model Cilik itu pun dimulai. Pakaiaanku serba putih. Untuk atasan, aku memakai blus lengan tiga perempatwarna putih. Ujung lengannya yang sedikitmelebar dihiasi pita kupu-kupu. Kerahannya berupa kain yang yang dilebihkan dan mengerut hingga menurun sepanjang tepi-tepi kancing dan lubang kancing. Sebagai bawahan aku mengenakan rok labar tujuh lapis. Lapisan paling dalam sepanjang mata kaki, lapisan di luarnya sepanjang betis, dan seterusnya hingga lapisan terluar, yaitu lapisan ke tujuh, yang juga merupakan lapisan terpendek sepanjang paha. Tepi-tepi setiap lapisan dihiasi rendah putih yang sangat indah. Rok itu sendiri berwarna putih dengan motif sulur warna coklat. Pakaian ini sangatlah anggun. Aku berpakaian  layaknya putri kerajaan. Dengan make-up cukup tebal yang membaluti pipiki aku merasa percaya diri.

          Aksesoris yang menyertai pakaian ini adalah bandana.bandana itu juga berwarna putih dengan hiasan bunga merah jambu di sebelah kanan.

          Anka 07, itulah nomor urut pesertaku. Singkat cerita. Akhirnya aku naik juga ke panggung dengan memancarkan pesona kecantikanku. Inilah diriku yang sebenarnya.

           Akhirnya pembacaan pengunguman lamba Model Cilik.

          “Pemenang lomba Model Cilik HUT RI ke-57, jatuh kepada A. Raodah Kadir. Perwakilan dari TK IDATA Mappanungki. ”

          Aku dan Guruku bahkan orang tuaku sangat senag mendengar pengungum itu. Aku pun naik ke panggung untuk menerima sebuah piala dan sebuah bingkisan serta uang senilai Rp500.000,00. Terimah kasih ya Allah, usahaku tidak sia-sia begitu saja. Engkau telah memberikan apa yang ku inginkan

b

 

 

 

#episode malu-maluin

2005 Silam . . .

            Kisah ini terjadi pada saat jam pelajaran matematika berlangsung.

          “Sial . . . kenapa jadi begini sih?” kata dengan jengkel

          Sementara Pak Guru menerangkan di atas aku sibuk sendiri di tempat singgasana belajarku. Ternyata ada cairan kental yang keluar dari lubang anusku.” HAAAH . . . Aku berak di celana.” Terikku dalam hati. Aku takut ke toilet karena Pak Guru masih mengajar. Aku takut minta izin.

          Tak lama kemudian, cairan kental itu makin banyak  di celana dalamku. Tidak kusangka, ternya salah satu dari temanku ada yang tahu bahwa aku berak di celana. Dan teman yang lainnya pun ikut tahu, teman-temanku pun langsung menertawaiku. Aku sangat malu. Pipiku memerah.  Untung air mataku gak sempet turun.

          “Hentikan anak-anak!, ada apa ini. Apa yang sedang terjadi” teriak Pak Guru.

          “Ini Pak. Si Oda, masa berak di celana sih . . .” sahut temanku dengan bertujuan memalukan aku lagi.

          “Apakah itu benar Oda?” tanya Pak Guru sambil melangkahkan kakinya untuk mendekatiku.

          “Iya .  . . Pak .   . .” jawabku datar.

          “Ya sudah kalau begitu, sekarang kamu ke toilet sekarang!” pinta Pak Guru

          Sembari aku berjalan menuju pintu keluar kelas, teman-temanku kembali mengejakku dengan meneriakkanku kata “HUUUUH”. Aduuuh, aku pikir air mata ini tidak bakalan turun. Prediksiku salah. Air bening yang rasanya asin ini membendungi mataku hingga terjun bebas tanpa melalui perantara, dan sampai di tempat pijakan kakiku.

          “Mau di apa lagi?” batinku dalam hati

          Itilah kisah masa kelas II SDku yang masih seperti bocah ingusan  yang malu-maluiin binggo

b

 

 

#Episode Jatuh di Got

            Suara piring dan sendok beradu di meja makan, ditambah dengan derasnya hujan dari atas naungan langit Tuhan

          “Odaaa, main yuk!” Teriak teman sebayaku memanggilku untuk pergi main.

          “Iya, tungguuu.” Teriakku tak kalah besar dari dalam rumahku

          Sejenak kemudian aku keluar untuk menghampiri teman-temanku.

          “Mau main? Kan, hujannya masih deras. Nanti kita bisa sakit loh.” Ucapku datar

          “Ooo . . . iya yah.” Kata teman-temanku besamaan.

          Aku mengajak teman-temanku masuk ke dalam rumahku dan mengajak mereka bermain di dalam kamarku sambil menunggu hujan redah.

          Beberapa menit kemudian air hujan telah menjadi butiran gerimis. Teman-teman langsung beranjak dari tempat duduk mereka masing-masing, dan mengajakku untuk pergi menangkap ikan di got di depan stadion. Aku dan teman-temanku berlalu dengan cepat. Dengan melewati banyaknya tegel rumahku dan melewati badan jalan.

          “Horeee . .  . akhirnya kita bisa nangkap ikan juga.” Teriak Angel dengan gembiranya.

          “Aduuuh. Gerimis menyiramkan dingin ke tubuhku. Aku mulai menggigil. Tapi tidak apa-apalah yang penting teman-temanku senang dan juga aku.” Gumamku dalam hati.

          Ikan-ikan mulai bermunculan, mengikuti derasnya arus yang menerjang got tersebut. Aku dan teman-temanku pun mulai beraksi menangkap ikan dengan menggunakan gelas plastik bekas. Mumpung volume air got cukup tinggi, jadi bisa memudahkanku dan teman-temanku menangkap ikan.

          Pada saat aku berlari mengejar ikan yang mengikuti arus air yang deras, tiba-tiba kaki kananku kepeleset. Dan akhirnya aku jatuh di got. Posisi tubuhku dalam keadaan tengkurap. Aku langsung bangkit dari keadaan yang menimpah diriku. Perasaang malu bercampur sakit di lututku yang terkilir batu.

          “Hahahaha . . .” Terdengar suara Jessi yang melihat aku jatuh terpelintang di got.

          “Kok malah nertawain aku sih. Ini gak lucu tahu.”

          “Ma . . .maaf Oda.” Ucap Jessi tergagap

          “Aduuuh. Dingin banget nih. Bajuku basah.”

          “Oke. Kalau begitu kita pulang aja yuk!” Ajak Angel.

          “Gak seru banget sih, kok nangkap ikannya Cuma sebentar, Angel.” Ucap Jessi dengan kening yang mengerut.

          “Iya nih, Angel.”

          “Kan kamu kedinginan Oda?”

          “Gak apa-apa kok. Yang pentingkan aku masih bisa nangkap ikan.” Ucapku penuh semangat.

          “Iya kalau begitu ayo kita lanjut nangkap ikannya.”

          Aku dan teman-temanku pun melanjutkan untuk menangkap ikan. Menangkap ikan di got memang tak kala serunya dibanding dengan permainan lainnya. Permainan yang sering membosankan, dan permainan  melelahkan yang tidak menghasilkan apa-apa seperti anak-anak seusiaku.

          Tak lama kemudian, ikan yang aku tangkap bersama teman-temanku sudah banyak.

          “Jessi, Angel. Ayo kita pulang, ikannya sudah terkumpul banyak!” Ucapku mengajak teman-temanku untuk pulang.

          Permainan yang seru. Walaupun membuatku jatuh di got dan membuatku basah kuyup. Yaaa. Itulah aku sering menangkap ikan bersama teman-temanku, kalau awan-awan putih sudah  full dan akhirnya mendung mulai bocor, dan menjadi butiran air yang jatuh ke bumi pertiwi ini.

b

 

 

#Episode Jatuh dari Puncak Pohon Gerseng

            Semua berawal dari kebiasaanku memanjat-manjat pohon yang  tidak terlalu tingggi dan pada akhirnya pohon yang kupanjat berukuran besar dansngat tinggi. Pohon itu berada di seberang badan jalan dari rumahku. Tepatnya di depan stadion.

          “Ibuuu . . . aku pergi dulu yah.” Teriakku dari halaman rumah.

          “Iyaaa . . .” Jawab Ibuku

          Aku langsung berlari seusai menunggu jawaban dari ibuku, yang berada di dalam rumah. Layaknya seorang anak. Menyebrangi badan jalan tidak begitu mudah bagiku. Aku harus mencari zebracross dulu sebelum melewati badan jalan yang dipenuhi dengan kendaraan di sana sini. Untunglah, cukup mudah menemukan zebracross. Hanya dengan berjalan sekitar tiga meter dari rumahku, aku dapat menemukan zebracross.

           Aku pun sampai di depan stadion.

          “Yeee . . . akhirnya aku bisa manjat pohon gersen juga. Wow. Buahnya banyak banget yang merah-merah.”

          Aku mulai manjat pohon gersen. Dan aku mengambil satu per satu  buah gersen. Karena aku tidak membawah kantongan plastik untuk menampung semua buah gersen ini, jadi setiap buah gersen yang kupetik, aku langsung memakannya.” Nyam nyam nyammm. Delicious” Seperti monyet saja yang makan pisang di atas pohon. Hahaha.

          Buah gersen yang ukurannya besar-besar dan merah, yang berada pada bagian pohon di bagian bawah sudah tidak bisa terlihat oleh mata talanjangku. Aku pun melanjutkan untuk memanjat pohan gersen pada bagin puncaknya. Karena pada bagin puncaknya masi banyak terdapat buah gersen.

          Syukurlah aku gak mengajak Jessi dan Angel. Seandainya mereka datang pasti kami berlomba-lomba manjat pohan gersennya untuk mendapatkan buah gersen. Jadi aku bisa sepuasnya makan buah gersen.

          “Wowwww. Buahnya ternyata masih banyak juga yah, pada puncak pohonnya. Aku bisa kenyang nih, kalau aku memetik semua buahnya dan memakannya.”

          Kupetik satu per satu buah gersen itu. Aku tidak menyadari bahwa aku sudah benar-benar berada di puncak pohon. Kepalaku menunduk sedikit, dan mataku melihat ke dasar pohon. Dari situlah aku menyadari, bahwa aku berada di ketinggian berpuluh-puluh meter.

Aku kehilangan keseimbangan badan. Tanganku yang semula menggenggam pada tangkai pohon, terlepas.

“Aawwwww. . .” Teriakku sekencang-kencangnya.

 Dan pada akhirnya aku jatuh karena gaya gravitasi bumi ini. badanku terpelintang di tanah. Bokongku sakit. Dan semua anggota tubuhku terasa sakit. Aku pun berusaha untuk bangkit dari tempatku berpijak.

Aku bergegas pulang ke rumah untuk mengobati luka  goresan batu kerikil-kerikil kecil yang mengenai siku dan lututku.

Itulah kisah terburuk yang pernah aku alami. Jatuh dari pohon gersen yang sangat dan sangat tinggi. Bukannya membawah buah gersen ke rumah, malah membawah luka goresan yang ada di bagian tubuh.

 Untunglah sesampaiku di rumah, aku tidak mendapatkan hasil olahan marah yang bisa-bisa timbul begitu saja dari raut wajah ibuku.

b

 

 

#Episide Belajar Mengendarai Motor

            Hari yang kutunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Yaitu pada hari minggu, hari di mana aku libur sekolah.

          “Kring . . .kring . . .kring . . .” Bunyi jam wekker berbunyi, menunjukkan pukul 05.00.

          Mataku mulai terbuka pelan-pelan dan meraba-raba setiap sudut kamarku. Aku pun mulai mengangkat tubuhku untuk membuka semua ikatan setan yang mempagari tubuhku. Yang menghalangiku mengerjakan hubunganku dengan Allah. Dan aku pun bangkit dari tempat tidurku. Terlepaslah satu ikatan setan dari tubuhku. Kemudian langkahan kakiku mengantarkanku menuju ke toilet untuk mengambil air wudhu.

          “Bismillahirahmani rahimi.” Ucapku dalam hati pelan-pelan.

          Kemudian dilanjutkan dengan membaca niat wudhu, “Nawaitul wudhua lirafhil hadasi asgari fardan lillahi ta a’la.” Terlapaslah satu ikatan setan lagi. Maka akan kulanjutkan dengan shalat subuh, maka terlepaslah semua ikatan setan-setan terkutuk itu.

          Setelah salat subuh aku melanjutkan untuk membaca Al-Quran, agar aku terhindar dari tidur pada saat pagi. Tidur yang membuat kondisi daya tubuh menurun. Aku membaca Al-Quran sambil menunggu matahari menampakkan sinar terangnya.

          Pas banget. Aku  sudah selesai mengaji, matahari pagi sudah muncul. Aku pun bergegas menggati pakaian tidurku, dan memakai celana trening dan dilengkapi dengan jaket abu-abu pink.

          “Kakakkkk, ayo kita pergi, aku sudah siap nih!” teriakku dari lantai  bawah rumahku.

          “Iyaaa, tunggu dulu. Aku barusan pake baju.” Jawab kakakku dari lantai dua.

          “Jangan pakai lama yah Kak?” Perintahku.

          “Iya tidak kok. Kalau kamu tunggu dengan sabar.”

          “Oke kalau begitu.”

          Aku pun menanti dengan sabar kedatangan Kakaku untuk turun menuju ke lantai bawah. Tak lama kemudian Kakakku datang.

          “Horeee. Akhirnya kamu datang juga, ayo kita pergi!”

          “Pergi ke mana sih?” tanya kakakku pura-pura tidak tahu.

          “Aduuuhhh. Bodoh banget sih kamu. Sok pikun lagi, lama-lama kamu bisa pikun beneran loh.”

          “Ooo . . . iya kakak lupa. Kakakkan sudah janji, untuk ngajari kamu naik motor”

          “Yah, gitu dong.” Ucapku penuh semangat.

          Aku dan kakakku pun bergegas keluar dari rumah. Aku mengikuti langkahan kaki kakakku dari belakang, untuk menuju ke garasi mengambil motor.

          Pertama-tama, kakakku mengambil kunci motor yang berada pada bagian sudut garasi. Sesudah itu kakakku berjalan menghampiri motor, dan memasukkan kunci motor tersebut untuk menyalakan mesin motor.

          Mesin motor itu pun akhirnya menyala juga.

          “Oda ayo kita pergi!” ajak kakakku segerah untuk pergi

          “Ayo.”

          Yeee . . . hari dan waktu inilah yang kutunggu-tunggu setelah aku bangkit dari tidurku. Belajar mengendari sebuah kendaraan bermotor, dan diajari oleh kakakku.

          Kota Makassar yang dipenuhi kendaraan. Yang membuat badan jalan kota ini menjadi macet total, membuatku kesulitan untuk belajar mengendarai motor ini. Kakakku yang mengajariku cukup sabar. Tapi yang kutakutkan sekarang adalah menabrak sesuatu, seperti pohon.

          “Kak sebaiknya kita masuk lorong kompleks aja,di situ kak bisa ngajarin aku naik motor. Kan di sini banyak kendaraan. bisa-bisa membahayakan nyawa kita.”

          “Oke, kalau begitu kita ke perempatan saja yah!” jawab kakakku memenuhi perintahku. Motor yang kukendarai pun melaju menuju ke arah lorong kompleks. Pada saat aku membelokkan motor yang kukendarai, tiba-tiba saja pengaturan kecepatannya tidak terkontrol dan rem motornya blong. Motor yang kukendarai akhirnya melaju dengan cepat, dan menabrak pagar dan pot bunga warga kompleks. Aku dan kakakku jatuh dari motor yang kukendarai.

          “Ada apa. Apa yang terjadi?” teriak warga kompleks.

          “Iya, ada apa, apa yang terjadi?”teriak warga lainnya.

          “Ada orang nih, yang menabrak pagar plus pot bungaku.” Ucap dengan ekspresi marah Si pemilik rumah.

          “Ma . . .ma . . .maaf Bu, aku dan kakakku tidak sengaja.” Ucapku tergagap.

          “Apa kamu bilang tidak sengaja?” ucap ibu dengan emosi yang meluap-luap.

          “Oda, kalau begini kita melarikan diri saja.” Bisik kakakku pelan-pelan.

          “Nanti kita bisa digebukin sama warga sini, kalau ditangkap.”

          “Enggak kok. Kita lari sukuat tenaga,iya kan?”bisik kakakku lagi.

          “Oke, kalau begitu. Aku hitung satu sapai tiga, kita akan lari! Satu, dua, tigaaaa . . .lariiii . . .”

          “hei. Mau kemana kalian, jangan kabur begitu saja dong.” Teriak Si pemilik rumah dan warga setempat.

          Aku dan kakakku berlari dengan sekuat tenaga. Karena takut dikejar kemudian dihakimi sama warga setempat. Kalau ketahuan sama ibu, pasti aku dan kakakku bisa diomelin lagi. ” Bagaimana yah? Aku harus berfikir lagi nih. Tapi, bagaimana?”

          Sykurlah, warga kompleks gak mengejar aku dan kakakku. Jadi aku bisa menenangkan diriku yang dari tadi lari terus. “Kenapa yah, setiap apa yang kukerjakan pasti hasilnya tidak seperti yang kufikirkan. Kanapa selalu apes sihhh?”

b

 

 

#Episode Kejar-Kejaran dengan Guru

2012 Silam

        Peristiwa ini terjadi pada saat aku duduk di bangku kelas delapan SMP (Sekolah Menengah Pertama). Pada saat itu, tidak da guru yang masuk di kelasku. Jadi aku dan teman-temanku sepuasnya ingin melakukan apa saja.

          “Yes .  . .yes . . .yes . . . skefo teman-teman. guru sedang meeting, itu artinyaaa kita tidak belajar.”

          “Benarkah?” ucap semua teman-temanku kecuali Jessi

          “Kamu pasti bercanda kan Oda?”

          “Memangnya kamu enggak percaya Jess.” ucapku untuk meyakinkan Jessi dan semua teman-temanku.

          “Baiklah kali ini aku percaya sama kamu.” Kata Jessi datar

          Temanku yang satu ini memang tidak suka kalau kelas ini dipenuhi dengan kegaduhan yang tidak benar. Dia hanya suka kalau kelas ini dipenuhi dengan materi-materi pelajaran yang setiap pagi sampai siang, yang sering membuat aku dan teman-temanku bosan.

          Aku pun memutuskan untuk keluar kelas. Aku berjalan ke sana ke sini, tanpa memiliki tujuan dan arah yang jelas. Di samping kelasku adalah kelas tujuh. Aku pun berniat untuk masuk di kelas itu. Kemudian aku masuk dengan santainya tanpa melirik guru yang ada di depan pepan tulus yang sedang mengajar. Aku tidak tahu bahwa ternyata ada guru yang mengajar di kelas itu.

          “Odaaa . . . apa-apaan kamu ini. kamu tidak melihatku sedang mengajar di sini?” ucap Bu Dosmin dengen ekspresi wajah yang marah

          “Ma  . . .ma . . .maaf Bu Dosmin, aku tidak sengaja.”

          “Kalau begitu cepat keluar dari kelas ini! Kalau tidakkk,”

          “Kalau tidak apa, Bu Dosmin?” tanyaku datar, memancing emosi Bu Dosmin

          Bu Dosmin merupakan guru matematika yang ganas. Dia tidak memandang bulu setiap siswanya yang nakal, terutama aku. Aku sangat sering bentrok dengan Bu Dosmin.

          Pada saat itu Bu Dosmin sangat  marah. Bola matanya mulai memerah. Aku pun bergegas keluar dari kelas tersebut. Bu Dosmin pun melangkahkan kakinya dan mengejarku.

          “Ooodaaa, hentikan. Jangan lari, kalau tidak Ibu akan terus memburumu!”

          “Tidak bakalan Bu.”

          Bu Dosmin terus memburuhku. Aku seperti hewan saja yang diburuh. Aku diburuh Bu Dosmin sampai keliling sekolah. Aku tidak mau menyarah, aku terus berlari. “Hahaha”, pasti si bangka tua itu ngos-ngosan.

          Pada saat aku berlari menuju ke lapangan sekolah, setelah mengelilingi sekolah ini, tiba-tiba aku terjatuh. Bu Dosmin akhirnya menangkapku dan menyuruhku untuk bangkit dari dudukku. Bu Dosmin kemudian menyeretku menuju ke ruang guru.

          Sesampainya di ruang guru aku disuruh duduk di kursi. Kemudian Bu Dosmin mengambil kursin yang berada di sudut ruangan, dan duduk pas di hadapanku.

          “Bu ampun, Bu. Aku tidak akan mengulanginya lagi,”

          “Kali ini tidak ada ampun untukmu Oda, sudah berapa kali kamu melakukan hal yang sama.”

          “Tapi kan aku tidak sengaja”

          “Apa kamu bilang tidak sengaja,”

          “Iya Bu.”

          Hening. Aku melihat dari raut wajah Bu Dosmin yang sedang berfikir. Tapi aku tidak tahu apa yang dia fikirkan. Mungkin hatinya sudah melebur dan akan membebaskanku dari sebuah pekerjaan yang melelahkan dan tidak membuahkan hasil. Yaitu hukuman.

          Betul sekali. Aku salah dalam berfikir. Aku kira hati Bu Dosmin akan melebur. ternyata tidak. Bu Dosmin tetap istiqamah untuk berniat menghukumku kali ini.

          “Baiklah hukuman kamu kali ini adalah berdiri di bawah terik matahari sampai jam pelajaran selesai, ditambah dengan menyikat semua toilet yang berada di sekolah ini! Kamu paham Oda?”

          “Tapi Bu,”

          “Tidak ada tapi-tapian, sekarang juga cepat meninggalkan rungan ini, dan laksanakan apa yang tadi kuperintahkan!”

          “Baiklah Bu,”

          Aku pun keluar dari ruangan dan mengerjakan apa yang diperintahkan Bu Dosmin tadi, walau pun aku mengerjakannya dengan hati yang tidak ikhlas. Karena harus melawan panasnya terik matahari yang membuat kulitku seperti terbakar. Kemudian dilanjutkan dengan menyikat toilet.

          Hidup ini sebetulnya mudah, tapi kita yang membuat hidup ini menjadi susah. Yang dipenuhi hukuman-hukuman, baik hukuman dari Allah maupun hukuman dari orang lain, terutama hukuman orang yang lebih tua dari kita. Seperti gurukku, Bu Dosmin.

b

 

#Episode nonton TV

“Lagi ngapain Rif?”

“Lagi nonton TV. memangnya kamu enggak liat apa . . .”

“Liat sih.  . .” ucapku datar

“Lalu kenapa kamu nanya lagi, kalau kamu sudah tahu . . .” ucap Arif dengan wajah jengkel.

Memangnya kenapa, salah .  . .” ucapku dengan nada tinggi sambil berjalan mendekati Arif yang masih asyik menonton TV. Aku langsung merebut remot control yang ada di genggaman tangannya.

Aaaaaah . . . Kak Odaaaaaa. Jangan ambil remotnya dooong.”teriak Arif.

Aku melempar-lemparkan remot control TV itu ke udara, dan menangkap kembali sebelum Arif mendapatkanya.

“Nontonya udah ya Rif, kan kamu dari tadi. Jadi giliranku lagi yang nonton!” ucapku dengan nada jail.

Kan filmnya belum selesai kak. Gak bisa gitu dong.” Jawab Arif dengan nada tinggi.

“Ok. Kalau begitu aku akan pindahin cenelnya. Kan sekarang remotnya ada di tanganku, jadi aku bisa bebas nonton apa aja.”

“Cessss.”

“Kak Odaaaaaaa . . . . jangan!” teriak Arif sekeras-kerasnya.

“Maaf yah Rif cenelnya sudah pindah. Ini giliranku non . . .” ucapku terputus.

“Ada apa Rif. kok teriak-teriak terus sih?” tanya Ibu yang sendari tadi sibuk dengan pakerjaannya

Terdengar teriakan Ibu. Aku tidak bisa melantunkan kata-kata lagi, karena teriakan Arif yang bergema sampai gelombang longitudinal itu merambat ke lubang telinga Ibu. Ibu langsung menghampiri kami dan meninggalkan pekerjaannya. aku hanya bisa terpaku menunggu Adikku mengadu kepada Ibu. Dan Ibu akan datang memarahiku.

Ternya dan ternyata dugaanku tidak salah lagi, Ibu akan memarahiku. Dan membela terus Adikku itu. Aduuuh. apes lagi deh. Mau di apa lagi ini memang salahku.

b

 

#Episode Perang Bantal

            Matahari sore telah menenggelamkan wujudnya di balik awan-awan orange. Semuah rumah Allah telah melantunkan azan yang memiliki frekuensi yang sangat tinggi. Ada orang yang menuju kerumah-Nya, tetapi ada juga yang sibuk dengan aktivitas pekerjaannya sendiri. Sedangkan aku sibuk membuat jengkel semua adikku, dengan secara diam-diam aku mengambil semua bantal guling di kasurnya. Aku memanfaatkan waktu luang ini, karena semua adikku sedang asyik menonton anime. Itulah aku yang sangat suka jail.

          Aku merangkul semua bantal guling tadi menuju kamarku. Setelah itu aku masuk di kamar dan mengunci kamarku, agar adikku tidak dapat masuk, dan aku bisa tidur sepulas-pulasnya.

          “Ibu bantal gulingku mana?” tanya Arif kepada Ibu dengan berteriak

          “Iya Bu . . . bantal gulingku juga tidak ada.” lunjut Balqis

          “Iya Bu . . . aku juga.”

          Aku mendegar teriakan semua adikku. Aku langsung bangkit dari tempat tidurku.”Mampus deh gue kalau didapat lagi sama Ibu, gue pasti diomelin habis-habisan.”

          “Siapa lagi kalau bukan Oda, nak.” jawab Ibu dengan santai.

          “Ooo . . . iya yah, ayo kita serbu kak Oda.” Seru bersamaan adikku.

          Tidak lama kemudian pintu kamarku digedor-gedor sama mereka bertiga.

          “Kak Oda. Buka pintu kamarnya kalau tidak, kak Oda tidak bakalan keluar kamar selama-lamanya.” Ancam salah satu dari adikku.

          “Memangnya kalian mau apa sih?” tanyaku pura-pura tidak tahu.

          “Kami menginginkan bantal guling kami, hanya itu kok kak.”

          “Bantal guling. Bantal guling yang mana???”

          “Aduuuh . . . kak Oda buka aja kamarnya, kami ingin masuk!”

          Malas berdebat terlalu lama dengan adik, aku langsung melangkahkan kakiku menuju pintu dan membuka kunci kamarku. Ketiga adikku langsung menerobos masuk, dan mengambil semua bantal gulingnya.

          “Huuuhhh . . . kak Oda memang suka jail yah.” Teriak ketiga adikku.

          Sebelum adikku keluar dari kamar, aku kembali mengunci pintu kamarku agar mereka tidak bisa keluar. Dan akhirnya aku mengajak semua adikku untuk perang bantal di atas kasur. Akhir yang lelah tapi menyenangkan.

 Aku, Arif, Balqis, dan Fikar sangat lelah akibat bermain perang bantal dan tertidur pulas di atas kasur bersama. Permainan perang bantal ini membuat kebahagianku sendiri bersama adikku meluap-luap, seperti api yang melahap semua hutan belantara.

b

 

 

#Episode masuk Athirah

Pertama kali aku menginjakkan kakiku di sebuah sekolah. Sekolah yang diidam-idamkan oleh sebagian orang, tapi aku tidak, bahkan tidak pernah ada terbersit keinginanku untuk bersekolah di tenpat ini.

Ku lihat ibuku menjauh dari tempatku berdiri.

“Ibu jangan pergi. . . !”Gumamku dalam hati.

          Mataku mulai berkaca-kaca, aku tidak  bisa melihat dengan jelas kepergian ibuku. Akupun mengedipkan mataku dan air mata itupun jatuh berseluncuran melintasi pipiku. Ibuku memberikanku seulas senyum tulus dari bibirnya. Dan aku hanya bisa membalas seulas senyum tulus itu dengan senyum yang penuh kepahitan.

          Sedih rasanya mengetahui kenyataan bahwa Ibu tak lagi ada disampingku. Aku kesepian. Aku belum merasa nyaman dengan lingkungan yang asing ini. Sepeninggal Ibu tiba-tiba kepercayaan diriku rontok begitu saja.

          “Ibu . . .pleace stay beside me . . .I`m afraid . . .”

          Setelah kepergian ibuku aku bergegas melangkahkan kedua kakiku menuju ke gedung asrama

          Aku merasa ada yang ganjil dari diriku. Tapi aku tidak tahu itu apa. Mungkin karena penampilanku yang aneh menurut siswa-siswi di sini, tapi kalau menurutku tidak. Karena penampilanku inilah yang membuatku percaya diri, dengan baju kaos putih keci model agak ketat, dan paduan celana jeans pendek di tengah paha. Bisa dibayangkan, saat itu aku sangat mengikuti mode bahkan penampilan pun harus berbeda dengan siswi-siswi Athirah Boarding School Bone. Kubiarkan rambutku terurai ditambah bandana yang melekat di kepala.

          Aku mulai merasa asing dengan penampilanku. Tidak ada yang berpenampilan dengan model baju seperti aku. Aku juga merasa aneh dengan pemandangan yang kulihat. Siswa siswi di sini begitu santun. Tidak sekadar menguntaikan senyum, salaman dengan bepapasan dengan para guru, tapi juga menciumi tangan mereka dengan tulus.

          Sembari aku berjalan menuju gedung asrama, sesekali aku memandangi para siswi yang berjilbab itu. Mereka berkumpul bersalaman satu sama lain dan menebarkan senyum yang sangat ramah. Awalnya, aku merasa mereka itu golongan yang eksklusif, tidak mau bergaul dengan orang lain. Tapi, seketika aku sadar, bukan mereka yang memagari diri, aku saja yang sudah antipati dan enggan berbaur dengan mereka.

          “Assalamua’laikum dik, sini kakak antar” terdengar suara orang yang menyapaku dengan salam dari belakangku.

 Aku membalikkan badanku dan kemudian menjawab salam yang terdengar dengan jelas itu di telingaku, “Wa’alaikum salam kak.”

“Nama adik sipa?” tanya kakak itu

“Namaku A.Raodah Kadir, kak. Basa disapa Oda! Kalau nama kakak siapa?”

“Nama kakak A.Astrid Maharani, biasa disapa Astrid!”

Aku dan kak Astrid berjalan menuju asrama putri (ASPURI). Aku tidak terlalu banyak bicara dengannya. Akhirnya sampai juga di kamarku. Di asrama ini terdapat enam kamar. Dan kamarku kamar nomor lima. Di setiap kamar terdiri dari dua belas orang penghuni kamar, bahkan lebih. Kamar nomor satu, dua, dan tiga adalah kamar SMP, sedangkan kamar nomor empat, lima, dan enam adalah kamar SMA.

Lemari dan ranjang tersusun rapi di kamar ini. Lemariku terletang pada bagian sudut kamar ini. Dan ranjangku terletak di dekat tiang pertama pintu masuk. Aku mulai merapikan barangku. Aku melipat semuah bajuku kemudian  memasukkannya ke dalam lemari, walaupun lipatan bajuku tidak terlalu rapi.

Tinggal di asrama tidak mudah. Hidup dengan mandiri. Ya begitilah.

b

#Episode Lupa Lirik Lagu

          UNM (Universitas Negeri Makassar) sedang mengadakan sebuah kompetisi nyanyi solo. Aku termasuk dalam beberapa peserta pewakilan dari berbagai sekolah SMA (Sekolah Menengah Atas) yang terdapat di Sulawesi Selatan.

          Pada saat itu MC memanggil nomor pesertaku, dan menyebutkan asal sekolahku yaitu SMA Islam Athira Bone. Hatiku mulai berdebar, dan aku pun melangkahkan kakiku bergegas untuk naik ke panggung. Sesampaiku di atas panggung, hati yang tadi hanya berdebar, sekarang menjadi berdebar kencang dengan kecepatan tinggi, “Wowww”.

          Aku ingin memulai menyanyikan lirik lagunya, tapi entah kenapa aku lupa, lupa akan semua apa yang telah kuhafal dan yang telah kunyanyikan setiap latihan. Aku tidak tahu memulai lirik lagunya apa.

          Semua tubuhku seperti berada dalam kulkas. Tubuhku membeku. Rasa malu seakan timbul dengan begitu cepatnya. Waktu semakin berlalu mengandarai dunia ini, tidak ada ruang untuk menghitung berapa lama aku berada di atas panggung. Lirik lagu dari awal sampai akhir tidak ada yang tergores sedikit pun di fikiranku. Lirik laguku itu berjudul “Dua Bulu”.

          Dari pada aku terus membatu di atas panggung, akhirnya aku turun dari panggung dengan membawa beban di pundakku yaitu rasa malu yang sangat besar.

          Bukannya membawa sebuah piala kebanggaan malah membawa rasa malu. Jadi enggak juara deh . . .

b

 

#Episode Bersama Tiga Teman Idiot

     Asrama Baru

           Sekarang kamarku lorong dua. Tepatnya kamar nomor 228 area dua. Setiap kamar terdiri dari empat orang dan terdapat tiga puluh tujuh kamar di asrama baruku ini.

           Aku berdampingan kamar dengan dua orang teman idiotku. Namanya Naurah dan Yusni. Mereka adalah teman sekelasku yaitu kelas XI IIS Al-Hafizd. Aku menyebut mereka idiot karena aku sering gila-gilaan dengan mereka berdua. Canda dan tawa akan semakin melebur jika aku, Naurah, dan Yusni bersama. Kamar Naurah di kamar 229 sedangkan kamar Yusni di kamar 230.

            Aku dan Yusni sering mengijimi  Naurah. Teman satuku ini tetap sabar walaupun sering kubullyng. “Tapi kenapa yah Naurah tidak kapok-kapok bermain bersamaku dan Yusni?”  aku kan tidak membullyngnya seperti orang lain lakukan.

          Hampir semua waktuku terisi dengan ribuan canda dan tawa dengan mereka, kecuali aku sibuk dengan latihan vokal. Tapi aku tetap bersama Naurah. Karena dia termasuk dalam team group vokal SMA Islam Athirah Bone.

          Aku, Naura, dan Yusni saling melengkapi satu sama lain.

b

#Episode Cerita Bersama Adik Kamar

Singkat cerita

          Sore itu, sepulang dari sekolah, aku langsung menyimpan tasku di atas meja belajarku. Aku kemudian membuka jilbab sekolah yang membaluti kepalku. Aku mengambil cucianku yang sudah kucuci kemarin untuk menyetrika semua itu.

          Terdengar suara langkahan kaki menuju ke kamarku. Dan orang yang melangkahkan kakinya tadi membuka pintu kamarku.

          “Klek . . . assalamu’alaikum,”

          “Wa’alaikumussalam.” Jawabku salam tersebut

          Ternyata dia adalah adik kamarku, yang biasa disapa Dian.

          “Kak Oda,” ucap Dian memanggil namaku

          “Apa?” tanyaku

          “Kak Oda,” ucapnya lagi memanggil namaku.

          Aku heran, kenapa dia memanggil terus namaku. Apa yang ingin ia tanyakan. Dia tidak berbicara lagi, akhirnya aku memulai pembicaraan. Jujur sebetulnya aku ingin menjadi seorang penyanyi yang terkanal seperti penyanyi-penyanyi yang ada di TV-TV gitu.

          “Lalu kenapa kak Oda tidak menjadi penyanyi?” tanyanya dengan polos.

          “Cukup mengikuti kompetisi-kompetisi saja yang diadakan dimana-man. Aku ingin mengenyam pendidikan yang lebih tinggi dulu.”

 Orang-orang di sekolah ini pasti menganggapku sebagai orang yang tidak taat kepada agama. Dengan melihat penampilan seperti ini. Jilbab siku yang selalu terbelah karena hembusan angin. pakaian sekolah yang ukurannya kecil tapi tidak ketat. dan rok sekolah yang tergantung, di bawah betis di atas mata kaki. Begituh semua orang yang selalu menilaiku dari penampilanku. Tapi sebenarnya tidak, aku tidak seperti itu. Aku adalah orang yang taat akan agama. Aku ingin menjadikan shalatku ini sebagai penolongku di hari akhir kelak, orang tuaku, saudara-saudaraku, teman-temanku, dan seluruh umat muslimin yang senantiasa menyembah Allah

          “Kalau misalnya kakak jadi penyanyi saat ini, apakah kak Oda tidak memakai jilbab lagi?”

          “Aku akan tetap mempertahankan jilbabku ini, walaupun dulu aku sangat susah untuk menerima keadaanku untuk memakai jilbab.”

 

          Dengan jilbab ini aku bisa merasakan atas semua nikmat yang diberikan yang telah Allah berikan, meski begitu berat berat juga amanahyang harus kutunaikan. Aku selalu berusaha mengingati diri ini, bahwa ada peran utama yang telah Allah berikan untukku. Ya, sebagai khalifah di muka bumi ini.

          Bismillah! Fa idza faraghta fanshab.QS Al-Insyirah (94): 7. “apabila engkau telah selesai dari suatu urusan, tetaplah bekerja keras (untuk urusan lain).[]

 

 

 

 

 

 

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler