Putri Tunjangsari

Putri Tunjangsari

“Tempat apa ini?”

(tiba-tiba muncul gadis belia)

“Siapa gerangan?”

“Aku Putri Tunjangsari, penjaga air suci aliran pohon ini”

“Wanita ayu, kau memiliki paras yang cantik”

“Kenapa kau kemari?”

“Aku ingin mengambil air suci yang kau jaga”

“Ambillah semampumu!”

“Aku hanya mengambil sebotol saja”

“Silahkan”

“Apa khasiat air ini?”

“Minumlah, kau akan merasakan sendiri khasiatnya”

(meminum air suci aliran pohon?

“Air ini sungguh segar, lukaku sembuh semua”

“Kau pria yang aku temui kali pertama”

“Kau bidadari yang aku temui kali pertama”

“Boleh aku minta satu hal padamu!”

“Katakanlah!”

“Aku ingin ikut bersamamu”

“Itu tidak mungkin”

“Kenapa?”

“Aku manusia biasa sedangkan kau bidadari” 

“Apa yang membuatmu mengenang tempat ini”

“Aku tidak tahu”

“Sebutlah namaku tiga kali, maka aku akan datang padamu

dalam wujud manusia”

“Sungguhkah!”

“Ya”

“Aku rasa aku tidak kaan menyebut namamu”

“Suatu hari kau akan paham”

(Saban hari di dalam ruangan yang sepi, wanita berparas ayu datang menghampiri)

 “Putri Tunjangsari,” kataku terkesima.

“Aku Ayu”

“Kenapa kau kemari, Putri?”

“Bukankah aku pernah mengatakan kalau aku akan datang kepadamu?”

“Ya, tapi aku tidak memanggilmu”

“Kau tidak memanggilku, tapi aku yang merindumu”

“Wajahnya mirip denganmu atau mungkin mataku yang salah lihat”

“Benar ayu adalah penjelmaan dariku, bawalah ia bersamamu!

 Ayu wujudku dalam bentuk manusia”

“Aku tidak bisa”

“Kenapa?”

“Karena kita berbeda”

“Kita memang berbeda, tapi yang kau lihat adalah aku sejatinya.”

“Kuminta, bawalah ayu bersamamu!”

“Kalau itu permintaanmu, baiklah Putri

Ketahuilah, kelak ketika ia bersamaku, banyak mata tertuju padanya Putri”  

“Sebutlahlah namanya Ayu”

“Baiklah Ayu”

“Ayumu”

“Ayuku”

“Ya, Ayumu”

“Baiklah, Ayuku” 

(Putri Tunjangsari tersenyum lantas menghilang. Ayu adalah Putri Tunjangsari)