Skip to Content

URIP SEPISAN MATI SEPISAN (11)

Foto Hakimi Sarlan Rasyid

Kamar itu kemudian sunyi. Diyah sudah tidak bisa menahan untuk melakukan sesuatu. Ia menarik lelaki gagah itu untuk memulai pertemuan mereka. Lelaki gagah mulai pendakiannya. Mungkin karena lelah pendakian yang masih belum pulih kali ini ia tidak seberingas biasanya.

Diyah sangat merasakan perubahan ini.

“Mas kasihan dede bayi ya?”

“Kenapa?”

“Mas kok lembut sekali? Ternyata Mas bisa lembut juga.”

Lelaki gagah itu merenggangkan tubuhnya lalu menatap Diyah. Kembali ia tergugah dengan kenangannya di kota yang telah lama ditinggalkannya. Tapi kali ini yang terlintas dalam ingatannya bukan teman-teman sekolah yang pernah tidur bersamanya, Yang ada dalam ingatannya adalah ibunya.

“Ayolah, jangan malu. Kenapa? Ayo.” kata ibunya memegang dan menarik lembut sambil mengarahkannya untuk memulai. “Mam sudah lama menunggu saat ini. Sejak Mam ambil kamu dari panti. Mam pernah cerita ‘kan? Mam tidak mau memaksa kamu. Untuk hubungan seperti ini jangan ada rasa lain selain keinginan untuk melakukannya bersama.” kata wanita yang selama ini ia anggap sebagai Ibu.

Ibunya selalu berkata agar lembut. Kini kata lembut itu muncul dari bibir mungil wanita yang membawa masa lalunya hadir kembali. Lembut malam ini. Lembut semuanya. Lembut memulai lembut pendakian dan lembut menuruni bukit.

Kelembutan yang meluluhkan Diyah seutuhnya. Lembut yang membuat Diyah semakin tenggelam dalam hasratnya yang seakan tidak akan pernah berakhir. Kelembutan yang ada permulaannya namun tidak diketahui di garis mana batasnya.

Kusir kereta kencana menyiram bagian tubuhnya yang luka. Air itu tidak berasa. Tidak dingin tidak hangat bahkan tidak diantara dingin dan hangat. Sakitnya seketika hilang. Di langit-langit ruangan yang sangat luas itu tiba-tiba dipenuhi oleh banyak sekali kupu-kupu.

Ada keinginan lelaki hancur ini untuk menangkap kupu-kupu itu namun tangannya tidak berdaya. Keindahan yang sangat mempesona.

Wanita cantik yang berpakaian seperti dewi-dewi dalam cerita Negara Kahyangan menggerakkan tangannya. Dari dinding muncul kendi perak lainnya. Kembali tubuhnya disiram. Siraman ini mengembalikan tenaga dan kesadarannya namun ia tetap tidak bisa menangkap kupu-kupu yang terbang di hadapan wajahnya.

Lelaki gagah merasa sembuh dan merasa utuh. Bagian tubuhnya yang digerogoti anak-anak kecil buas itu terasa ada. Dan ia merasa wanita dewi itu sedang memeganginya.

Secara jasadiah inilah yang menjadi pangkal kehancuran hidupnya. Jika ia jujur terhadap dirinya tentang yang satu ini maka alur ceritanya akan lain. Tapi adalah sulit bagi lelaki untuk jujur untuk yang satu ini.

Jika kejujuran ada 100 maka 99 akan dia jadikan perhiasan hidup dan yang 1 akan ia bawa mati.

Lelaki yang punya naluri gagah dan ingin disebut sebagai gagah. Yang tidak gagahpun ingin disebut gagah. Kakek-kakek tetap ingin disebut ganteng dan nenek-nenek akan cemberut jika disebut sebagai kurang cantik atau tidak cantik lagi.

Sejak tumbuh sebagai remaja ia sudah menipu diri sendiri. Ia sering dengan sengaja bercerita kepada orang lain bahwa saja berhubungan intim dengan seorang peremppuan. Dia menceritakan kegagahannya. Dan itu semua untuk menutupi kelemahannya. Dia tidak jujur.

Pernikahannya yang sampai 4 kali akan menggambarkan dia seorang lelaki gagah. Padahal di dalamnya kebohongan terjadi. Sepuas-puasnya wanita tidak akan puas jika hanya sampai dijilati atau dimainkan pakai jari.

Kini Sang Dewi sedang memegang rahasianya. Kupu-kupu hilang berganti dengan gumpalan awan putih melayang-layang, melebar kemudian menipis. Awan putih itu kini ia lihat sebagai selembar kain putih dan di kain putih itu ada tontonan yang tak bisa ditolak. Tetap jelas terlihat meski matanya dipejamkan.

Gambar-gambar yang bergerak itu berbicara kepadanya.

 “Anakku, engkau berada di ruangan ini karena engkau telah melewati beberapa tingkat perjalanan. Ketabahanmu mempertahankan keinginan untuk bisa membayar utang sungguh luar biasa. Karena alasan utang itulah kau diizinkan menempuh perjalanan. Dan kini kau berada di ruangan ini.

“Ruangan ini ada dan berbentuk seperti ini karena pikiranmu. Sejatinya ruang ini tidak ada. Dan gambar-gambar ini diharapkan kau bisa menangkap keseluruhan pesannya.”

“Allah ……”

Lelaki nekad itu sudah mengenal suara itu. Ini adalah ketiga kalinya ia mendengar suara cinta yang sangat indah, Ia ingin berteriak memanggil dan bertanya dimana tapi ia harus menahan panggilan itu. Kalau toh harus keluar suara maka tidak boleh selain “Allah.”

“Ada lelaki ada perempuan.”

“Ada perempuan sedang menyusui.”

“Ada perempuan sedang menyusui terbelalak kaget.”

“Ada seorang lelaki tangan kasarnya merebut bayi.”

“Perempuan menahan bayi mendekapnya di dada.”

“Perempuan kalah tenaga bayi terambil oleh tangan kiri lelaki.”

“Perempuan menahan sakit tangan lelaki melekat di wajah.”

“Jika muncul nama, atau nama-nama dalam pikiran da perasaanmu simpanlah nama itu di lubuk hatimu yang  paling dalam. Jadikanlah rahasia sampai malaikat maut menjemput hidupmu.”

“Ketahuilah anakku, sebagian penderitaan manusia adalah karena tidak bisa menyimpan rahasia.”

“Biarlah rahasia tetap menjadi rahasia.”

Lelaki hancur membaca kisah gambar ini. Keseimbangan pikiran perasaannya memunculkan nama dalam peristiwa itu. Dam suara cinta yang membelai hatinya sudah meminta agar nama=nama yang timbul hendaknya menjadi rahasia.

Gambar-gambar itu hilang sedikit. Dimulai dengan mengabur lalu lenyap. Yang ada ruang kosong dengan dinding yang kadang mendekat kadang menjauh.

Dewi Kusir Kereta Kencana menggerakkan tangannya dan dari dinding yang mendekat keluar bejana perak. Airnya mengucur mencuci bagian bekas luka.

Bersamaan dengan habisnya air dari bejana lelaki hancur menggumamkan Allah yang mendorong dari lubuk kalbunya. Bibirnya tidak bisa menahan dan ia melantunkan Allah di dalam dan di luar.

Allah allah Allah Allah ….

Hari ini berbeda dengan kemarin. Ia bisa membedakan. Jika ia berada di dahan waru doyong aku sedang jaga, Dan jika ia entah dimana ia sedang tidur.

Kini ia sedang bernyanyi Allah Allah Allah Allah …meski mulutnya mengatup. Musik dan syair satu kata ini tidak bisa dihentikan. Dan perlahan masuk hitungan bilangan hari ke dalam pikiran dan perasaannya.

Ada bilangan delapan bergema bersamaan dengan Allah Allah Allah …. Ia masih harus menyelesaikan sehari lagi untuk menyelesaikan tekadnya. Sehari lagi jika akan mati matilah jika akan hidup hiduplah. Urip sepisan mati sepisan.

Bibirnya menyunggingkan senyum ketika ia melihat karung putihnya di sela dahan, Masih disitu.

 

Hari masih pagi. Tidak ada hujan di hulu. Permukaan air jauh di bawah. Tampak punggung bebatuan. Sinar matahari masih terhalang oleh rimbun dedaunan.

Tanggul dengan bekas jalan setapak iu sangat jarang dilalui orang. Ia tidak ingat dan tidak pernah memperhatikan apakah selama ia berbaring menunggu hidup atau matinya di dahan pohon waru doyong itu.

Pagi ini lelaki hancur menvoba duduk. Tubuhnya kaku. Semua sendi kaku. Kedua tangannya yang bersedekap sejak ia berbaring masih bersedekap. Susah digerakkan. Telapak kaki, lutut, bahkan punggungnya.

Ada bisikan dalam hatinya dn ia mengikutinya. ia menarik nafas perlahan dan menahan nafasnya dua tiga detik. Air matanya keluar dan tergenang di pelupuk matanya.

Ia dibawa rasa bahagia karena ternyata ia masih bernafas. Ia masih bisa menarik nafas perlahan, menahannya swebentar lalu dihenbuskannya melalui mulut,

Ia melakukan perintah kalbunya…menarik nafas perlahan…kali ini dengan tarikan “Allah” dan dilepasnya hembusan “hu”. Demikian berulang-ulang. Dan diualngi terus seiring dengan dorongan kalbunya. Ketika cahaya matahari mulai menghangatkan tubuhnya ia merasa ada sebuah getaran halus di ubun-ubunnya. Getaran halus yang diikuti oleh hangat terasa di kulit kepalanya.

Allah …huuuu…Allah…hu ….Allah…huuuu.

Tengah hari ketika matanya sangat silau oleh cahaya matahari yang menembus dan memanasi sebagian besar tubuhnya, badannya sudah terasa hangat. Gerakan kecil yang ia lakukan untuk melawan kekakuan sendi-sendinya sudah berhasil.

 

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler