DI RUAS JALAN DI PELOSOK
TIMUR INDONESIA
Oleh: Emil E. Elip
Hampir tengah malam
Aku terguncang-guncang
Di hampir seluruh jalan sepanjang 6 jam
Melalui tebing curam, hutan belantara, dan perkampungan
Itu saja saya termasuk beruntung kata orang-orang disana
Kadang tidak ada mobil,
atau janji jam 20:00 tapi dijemput jam 13:00
Aceh sebagai profinsi baru, jalan-jalan di sana jauh lebih baik
Tapi di sini diantara Toju Una Una dan Banggai
Setelah sekian lama merdeka negeri ini
terasa baru kemarin saja mengenyam kemerdekaan
Tapi apa kita harus diam saja, kata orang yang duduk di sampingku
Kalau matilah kita
Harus bergerak!!
Kita harus bergerak ada atau tidak ada ”republik ini”
Dari pembicaraan yang panjang soal kehidupan ini,
tertangkap sudah...
Tidak penting bagi orang ini ada atau tidak negara
yang disebut dalam buku-buku sebagai ”Indonesia”
Misi hidupnya adalah ”survaival”
bagaimana keluarganya bisa tetap makan setiap hari.
Siapa kepala desanya, siapa camatnya,
siapa bupatinya, siapa gubernurnya,
siapa presiden dan menteri-menterinya:
”nggak di reken!!”
Siapa Gadjah Mada, siapa Hayam Wuruk,
siapa WR. Supratman, siapa...siapa...siapa
Dan apa yang mereka perbuat...
Tidak penting lagi bagi orang-orang ini.
Semua kata-kata orang ini
Menyerang beban kepala ku lebih penat
Aku terkulai lemas tertidur
saat mulai mempertanyakan kembali:
”siapa aku.........”
Antara Toju Una Una dan Banggai, Desember 2011 https://www.kompasiana.com/emil-e-elip
Komentar
Tulis komentar baru