Skip to Content

MENGAPA “KEMARAU BERAKHIR PADA MUSIM” Irfan Simon TIDAK MENJADI 3 TERBAIK PADA TANTANGAN OKTOBER DI GRUP GORESAN PENA QALBU.

Foto Hakimi Sarlan Rasyid

MENGAPA “KEMARAU BERAKHIR PADA MUSIM” Irfan Simon TIDAK MENJADI 3 TERBAIK PADA TANTANGAN OKTOBER DI GRUP GORESAN PENA QALBU.

 

Sebuah kapal dengan nakhoda yang cakap dan kompas yang benar insyaAllah akan berlabuh di dermaga kokoh di Pulau Harapan. Sang Nakhoda tahu betul ke mana arah yang telah ditunjukkan oleh kompas dan tahu betul bagaimana menghadapi ragam karakter anak buah kapalnya.

 

Analogi ini disandingkan dengan grup Goresan Pena Qalbu yang dinakhodai oleh Ibu Ifa Arifin Faqih. Awalnya saya hanya melihat-lihat saja. Ada rasa tertarik lalu saya bergabung. Saya mengunggah beberapa puisi saya.

 

Saya sempat keluar dari grup ketika membaca komentar anggota-anggotanya –bukan komentar terhadap puisi-puisi saya- yang saya rasa “cengeng”. Saya merasa heran mengapa anggota yang sudah tumbuh bulu itu bersikap sangat kekanak-kanakan.

 

Setelah sebulan lebih saya mengamati lagi bagaimana sikap Ibu Ifa Arifin Faqih terhadap anggota grup, saya memutuskan untuk bergabung lagi. Saya melihat bagaimana keseriusan Sang Nakhoda ini. Tampak ada keinginan kuatnya untuk mengasuh secara sungguh-sungguh.

 

Saya kembali mengunggah puisi-puisi saya dan mengarahkan agar anggota mau membaca, banyak membaca karya orang lain sebagai bahan untuk meningkatkan penguasaan kosakata. Miskin kosakata tidak akan menghasilkan karya yang cakupannya luas.

 

Konsep saya bentuk 4334 terlihatt dapat diterima. Ketika ada kegiatan Tantangan Oktober yang sampai batas akhir diikuti oleh 10 orang buat saya ini sungguh sesuatu yang luar biasa.

 

Memenuhi janji saya untuk membahas satu demi satu kali ini saya

 

membahas  KEMARAU BERAKHIR PADA MUSIM Irfan Simon

 

Pertama tentang judul yang menurut saya rancu. Mungkin maksudnya adalah BERAKHIR PADA MUSIM KEMARAU.

 

Seorang penulis boleh-boleh saja memilih cara yang beda dengan yang lain tapi hendaknya perbedaan itu tetap dalam aturan.

 

Saya mengingatkan lagi bahwa patokan bait dan sajak pada bentuk 4334 adalah mutlak. Tidak bisa diubah. Bagi yang sudah membaca ASAL MUASAL BENTUK 4334 tentu bisa memahaminya.

 

Terima kasih kepada Irfan Simon di Pulau Laskar Pelangi yang telah ambil bagian dalam Tantangan ini. Bentuk baitnya telah memenui syarat yaitu 4, 3, 3,dan 4. Namun dalam penempatan sajaknya bisa disebut “ancur-ancuran”

 

 

 

 

Musim masih tetap saja seperti dulu

Masih pula kurasakan kegersangan rindu

Keinginan tetap menyala di relung kalbu

Membakar semangatku membara di jiwa

 

Aku masih tetap berusaha bersabar

Karena cinta tetap utuh tersimpan

Meski jiwa merasa kehidupan nan hambar

 

Hujan pun datang di bulan Oktober

Menghapus musim tentang gambaran kerinduan

Bunga-bunga cintapun kini kembali mekar

 

Sesuatu yang selalu kutunggu

Di bawah lembayung senja Oktober ceria

Pertemuan terjadi pula tanpa diduga

Kau datang kembali mendarat di pelukanku .

 

Tanjungpandan , 10 10 2020.

 

 Agak aneh. Pada bait kedua dan ketiga terlihat ada usaha untuk

menyamakan sajaknya. Irfan Simon berhasil meski terpeleset pada

kata bersabar dan Oktober.

        Tapi pada bait pertama dan keempat sangat jauh dari patokan.

Sama dengan beberapa puisi lainnya dalam Tantangan ini Irfan Simon  

menyempitkan makna kata cinta. (Baca telaah sebelumnya).

       

Semoga ini menjadi pengalaman dan pelajaran bagi semuanya bahwa

sebelum berlayar, semuanya harus dipelajari dengan seksama. Dalam

hal ini patokan bagaimana menggubah bentuk 4334 harus dibaca ulang/

 

Selamat berkarya.

 

202010192034 Kotabaru Karawang.

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler