Skip to Content

Mega: Antara Asa dan Realita

Foto dedew298

Mega: Antara Asa dan Realita
(dedew298)

Mencintai diri sendiri lebih sulit daripada mencintai orang lain. Jujur dan akui kita menetapkan standar yang tinggi untuk diri sendiri. Kesulitan dalam hidupmu juga merupakan bagian dari hidupmu. Jadi mulai dari sekarang maafkan diri kita karena perjalanan hidup masih panjang. Jangan menyerah melewati labirin hidup ini. Percayalah setelah musim dingin akan datang musim semi.
(BTS, Answer: Love Myself)

Mega Jingga, seorang siswi Sekolah Menengah Atas yang tengah disibukan dengan jam tambahan dan setumpuk tugas lainnya. Selama dua tahun lebih masa sekolah, Mega merasa apa yang orang lain katakan mengenai masa remaja akhir bagai delulu. Tidak ada romansa yang membuat berdebar, hanya ada setumpuk buku yang meminta untuk segera dibaca.

Kesibukannya sekarang bertambah dengan persiapan UNBK dan UTBK yang menyita waktu dan tenaga. Mega telah melaksanakan sejumlah simulasi, namun hasilnya tidak memuaskan. Pada simulasi pertama, nilai matematikanya sangat kecil—hanya 4 soal yang benar. Mega ingat ketika teman-temannya menghibur dan berkata untuk melupa, namun mata mereka memancarkan kepuasan dan ejekan.

Mega tidak merasa harus melupakannya seperti yang mereka katakan, namun menjadikannya acuan untuk belajar lebih keras lagi, tidak terlalu gugup, dan mempelajari pemecahan soal-soal simulasi pertama agar sekornya bertambah pada simulasi selanjutnya.

Selain rutinitas sebagai pelajar, Mega juga mendapat pertanyaan yang sering diajukan padanya. “Mega mau masuk univ mana?” atau “Mega, mau masuk jurusan apa?”

Kepala Mega rasanya ingin pecah setiap kali mendapat pertanyaan tersebut. Ia belum tahu ingin masuk jurusan atau universitas mana. Dia sering kali berkonsultasi dengan orangtua, abang, bahkan guru bk-nya, namun tak mendapat jawabannya. Yang Mega tahu, dia tidak akan mengikuti jejak ayahnya yang seorang dokter, atau abangnya yang sedang sekolah kedokteran di Universitas Gadjah Mada. Kalau kata Mega, “Gak papa abang jadi dokter, nanti Mega sebagai anak IPS yang jadi pemilik rumah sakitnya.”

Namun malam, ini setelah bertukar pesan dengan Rifqi—satu-satunya teman dekat Mega di sekolah—dia merasa mendapat jawabannya.

Iki Ganteng
[Online]

|iki, ada saran gak mega masuk mana?
|https://m.youtube.com/watch?v=XXCqBotaGRI
|okay, mega tonton dulu
|btw, itu kata orang yang kamu sebut suami
|sidang umum pbb 2018
|mega baru tahu, kebanyakan ngerjain soal jadi gini
|makasih ya iki
|ya, kalau ada apa-apa bilang aja
|selamat belajar
|semangat belajar dan meraih mimpi juga buat iki

“Ih gemes banget sih, disemangatin belajar sama cogan.” Mega tersenyum lebar dengan tangan yang menggenggam ponselnya gemas.

“Tadi Iki nyaranin pake pidato RM, ya ampun kok bisa ya?” Ada kekehan yang tak bisa Mega tahan. “Damagenya, gak kuat, mau Mega jadiin suami aja.”

Rasanya baru kemarin dia dipusingkan dengan pilihan universitas dan jurusan. Namun, hari ini—22 Maret 2019—pukul 10.00 pagi, hasil seleksi SNMPTN diumumkan. Tangan Mega yang bersembunyi di dalam laci sudah berkeringat sejak pelajaran Geografi, pelajaran terakhir sebelum istirahat pertama.

“Gelisah banget lo, bentar lagi juga selesai,” ujar Rasti sembari menutup LKSnya saat Guru Geografi berniat mengakhiri kelas.

Mega menatap Rasti memelas. “Karena itu, sebentar lagi hasil SN bisa diakses,” jawabnya dengan gusar. “Aku takut gagal, tapi dari awal udah gak yakin bakal lolos.”

“Lo jadi orang pesimis amat, optimis dong!”

Setalah guru keluar Mega langsung menatap Rasti dengan nyalang. “Emang kamu yakin bakal lolos?” jeritnya di telinga gadis itu.

Rasti mengerutkan kening. “Ya kagak yakinlah, yang daftar banyak, nilai raportnya pasti lebih bagus dari gua. Tapi semoga aja lolos, soalnya mama gua udah ngomong kalau gak lolos, gua gak bakal dibolehin ikut UTBK alias gak boleh kuliah.”

“EH, ANJIR GAK BISA DIAKSES!”

Kedua gadis itu refleks menoleh kearah Anisa yang berdiri menatap ponsel dengan kesal. “Pengumuman SN diundur nyampe jam satu.” Mega langsung membenturkan kepalanya ke meja. “Astagfirullah, makin lama.”

Pukul 14.00 bel pulang berbunyi, anak kelas Mega memilih untuk menetap sementara di kelas membuka hasil pengumuman atau menunggu temannya karena penasaran. Mega berlari keluar kelas untuk mengambil ponsel dibagasi motor. Dia sempat mendengar suara teman-temannya yang memintanya kembali lagi.

Mega mengeluarkan kunci motor, memasukan ke lubang bagasi dengan gemetar. “Ayo dong masuk, jangan gemetar tangan,” gumam Mega dengan menahan tangis.

Saat kunci berhasil masuk Mega bahkan merasa lebih lemas, memutar kunci tersebut dengan pelan. dia mundur saat bagasi terbuka, menatap ponselnya dengan murung. “Gak mau buka pengumuman.”

Mega mengedarkan matanya kesekeliling dengan kalut. “Iki!” Panggilnya saat sosok yang dikenalnya tengah mengambil ponsel di bagasi motor.

Rifqi menoleh, menghampiri Mega dengan senyum kecil. “Ngambil ponsel juga?” Mega mengangguk cepat saat pemuda itu bertanya dengan suara tenang. “Tapi aku kayanya gak bisa pegang ponselnya, takut jatuh.” Lanjutnya sembari mengangkat kedua tangannya, memperlihatkan tangannya yang tremor.

Pemuda itu terkekeh pelan. “Santai, jangan terlalu gerogi. Kalau gagal pun, masih banyak cara untuk bisa masuk PTN, kan?”

“Tapi aku gak suka gagal.” Rifqi tersenyum simpul saat mendengar jawaban Mega. “Semua orang juga gak suka gagal, Meg,” ujarnya sebelum mengambil ponsel Mega, menutup bagasi, dan mencabut kunci motor gadis itu.

“Ke kantin yuk, minum dulu takut kamu pingsan.”

Mega meminum susu coklat hangat yang Rifqi letakan di meja. Suasana kantin yang sepi karena sebentar lagi akan tutup, membuat gadis itu sedikit bersyukur. Tangannya mengambil ponsel di meja, memberanikan diri untuk membuka halaman hasil seleksi. “Tolong, jangan berubah jadi merah!”

Setelah memasukan nama dan no pendaftaran, matanya menatap ponsel dengan terpaku sebelum meletakannya di meja dengan keras. Merah. “Aku bahkan gagal dikesempatan satu-satunya.” Air mata menggenang dipelupuk matanya, maka dengan cepat Mega menelungkupkan kepala di atas meja.

“Gak papa gagal, Mega. Inget masih ada kesempatan lainnya.”

“Tapi tetap aja gagal! Mama, papa, sama abang pasti kecewa. Kenapa sih, aku gak bisa buat mereka bangga? Abang bahkan lolos SN kedokteran UGM, sedang aku?”

Rifqi menghela napas, matanya masih mengamati gadis itu dari awal sampai isakan kecil lolos darinya. Tangannya membalik ponsel yang diletakan Mega tadi. Dia sekarang mengerti megapa gadis itu terlihat begitu terkejut.

Rifqi pindah ke samping Mega, menepuk-nepuk bahunya pelan. “Hey Mega, gagal itu biasa, setiap orang pernah mengalaminya.”

“Kamu boleh nangis sekarang karena kecewa, setelah itu bangkit, jangan terlalu menyalahkan diri sendiri, karena hampir tiga tahun ini, aku tahu kamu sudah berusaha keras.”

Rifqi kira Mega akan merasa sedikit lapang, namun ternyata kecewanya lebih dalam dari yang ia kira. “Hey, aku tahu kamu pasti sedih karena takut membuat orangtua dan abangmu kecewa, kamu juga mungkin merasa kecewa karena gak bisa mengikuti jejak bang Rury yang lolos SN kedokteran.” Tangis Mega sedikit mereda, bahunya tidak terguncang secepat tadi.

“Namun Mega, ingatlah setiap orang punya porsi kegagalan dan keberhasilan yang berbeda. Jika sekarang kamu gagal berarti belum rezeki. Jika memang sudah berjodoh pasti tidak akan kemana. Kamu gagal SN bukan berarti kamu akan gagal SB.”

Mega mengangkat wajahnya, menghapus air matanya dengan kasar. Dengan suara tersendat dan hidung memerah gadis itu kembali bertanya. “Kalau aku gagal lagi?”

Rifqi tersenyum. “Masih ada jalur mandiri. Kalau pun gagal lagi masih ada univ swasta. Kalau masih gagal, masih ada tahun depan. Teruslah mencoba sampai berhasil, Allah tahu yang terbaik bagi hambanya. Jangan berprasangka buruk, karena Allah mengabulkan sesuai prasangka umatnya.”

**Teruslah berusaha dan berdoa agar harapanmu menjadi kenyataan**

Dayeuhluhur, 8 Februari 2021

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler