JA DAN YSS
Pasti ada sesuatu yang indah, yang penting, dicatat dalam setiap tulisan. Apapun bentuk tulisan itu. Termasuk puisi. Ada hidupnya. Meminjam kata Prof Hudan “ada ruh”nya.
Pertanyaannya, apakah ruh puisi yang hidup itu akan terasa hidupnya oleh pembacanya?
Ada yang sangat jelas, terang benderang, dapat “dimakan tanpa mengupas kulit”nya. Ada pula yang membuat kening berkerut untuk mencoba memahami apa gerangan yang ingin dikisahkan oleh penulisnya.
Saya membaca banyak karya teman-teman di medsos. Sementara ini ada Jangkung Asmoro yang menjadikan saya harus membaca puisinya berulang-ulang untuk mencoba menemukan maknanya. Yang terjadi malah ketertarikan atas puisi Jangkung Asmoro adalah karena agak misterius.
Satu lagi Y S Sunaryo. Mudah dicerna, terang benderang, dan hampir setiap sisi kehidupan manusia menjadi inspirasi puisi-puisinya.
Saya mengangkat masing-masing 2 puisi JA dan YSS
Sang Pertapa Cinta
Ada segantang rindu
Yang sebentar lagi tumpah di dadamu
Ada segenggam bara
Jika bisa, ia akan.menyala
Ada selaksa rasa
Yang sekejap dan berkaca kaca
Ada kidung serunai
Yang ingin ku bisikkan di telingamu
Dari aku sang pertapa cinta
Yang siang malam berjuang membunuh hasrat
Yang di matanya ada nyala matahari
Yang di lehernya terkalung setia
Yang di dadanya menahan retak cinta
Yang di mimpinya tersampir bahagia
Ingin ku pinjam malammu
Untuk menguliti rinduku
Biar pagi nanti
Tak terasa lagi pahit kopi
Bulan itu akan ku kulum sendiri
Yaa, hanya sendiri.
(Djangkungasmoro)
Sepatu Ket Putih Dan Jaket Lusuh
Di temani sebujur jasad
Aku masih bernyawa
Bersepatu dan berjaket
Lusuh abu abu
Aku memintal mimpi
Dari remuk malam ini
Aku mengasingkan diri
Di persinggahan
Aku melihat mesti tak tampak
Aku mengangguk mesti tak paham
Si Bisu asyik bercerita
Sedang si Tuli sibuk mendengar
Ayah masih jua tertidur, mendengkur
Sedang Ibuku sibuk menjual diri
Matanya berkaca kaca
Basah bibir mengulum senyum
Adikku sibuk melingkari dadanya
Dengan menghitung angka angka
Lalu dia lupa jika subuh sebentar lagi
Ayam singgah pulang berlari
Matamu mataku
Tempat menitipkan bunyi
Ringkik kuda
Dan serangga
Diam tanpa senggama
(Djangkungasmoro)
DERAS HUJANI CEMAS
Karya Y.S. Sunaryo
Sedari subuh hujan gumuli bumi
Rintiknya semaikan kesuburan
Pada amuk badai mengisyaratkan
Tentang tempat curah yang ditiadakan
Air hujan kehilangan hutan
Pesawahan tak lagi menjadi tambatan
Meluap dari sungai diusir sampah
Mencari bedebah banjiri rumah-rumah
Sang lembut sejuk bisa berubah amarah
Seperti hujan yang kehilangan wadah
Amuknya tiada tertahankan
Kecuali sudahi kecongkakan dalam mengolah lingkungan
Hujan kian deras
Warga kota kian cemas
Pertanyakan siapa lagi yang tak waras
Pelakon banjir tak dikendali secara tuntas
Petir membahana
Bersahutan dengan doa-doa
Para pejabat kota, sibuk menyusun bahan berita
Demi citra, lupa luapan air mata
Bandung, 9 November 2017
DI TANAH YATIM PIATU
Karya Y.S. Sunaryo
Cerita apa lagi yang hendak kau sandiwarakan
Ketika duka yatim di keseharian kita
Piatu menambah deretan luka
Di lakon-lakon yang didustakan
Jenaka hanya di panggung tanpa lampu
Sedangkan lembab mata adalah keseharian mereka
Percuma kau ikut teteskan air mata
Jika tak hendak menyeka kelu pilu
Ah, badut-badut kian gendut
Di antara yatim kian keriput
Piatu mencari suaka
Di lorong-lorong pengap tak bertenaga
Negara entah tidur di mana
Padahal mesti menjadi Ibu dan Bapak
Dari rumah rakyat semesta
Hingga semestinya jiwa raga tak menjelata
Bandung, 3 Nopember 2017
SEMUA PESERTA LOMBA
Karya Y.S. Sunaryo
Berlomba-lombalah
Semua menjadi peserta
Berlari pikiran dan tenaga
Sukma menimbang benar dan salah
Tak boleh lelah
Dan jangan serakah
Ini perlombaan tak boleh kalah
Walau rintangan amatlah susah
Bukan soal banyak riuh tepukan
Hingga menyimpang dari jalan
Namun soal memperoleh banyak kebaikan
Di titian yang telah digariskan
Kencangkanlah tali keyakinan
Di ujung lomba ada penghargaan
Pada garis kematian
Disematkan kebahagiaan atau ketakutan
Bandung, 6 Nopember 2017
Kotabaru_Karawang_101120170633
Komentar
Tulis komentar baru