Skip to Content

Kumpulan Puisi Dia Masih Di Bandung

Foto Agung Gema Nugraha
files/user/14117/IMG20251217195844.jpg
IMG20251217195844.jpg

KUMPULAN PUISI AGUNG GEMA NUGRAHA

"DIA MASIH DI BANDUNG"

 

LELAKI YANG TERBUANG

 

Siangnya simalakama 

tanpa saudara

Malamnya asmaragama

bekas singgah senja

Karir kerja saksinya jembatan

Dahulu waktu bekerja

Semenjak PHK

Pilihannya jemur pakaian

 

Matahari menghujat badan

Air sungai berkilatan

Seperti pelangi 

Di kejauhan

Sayangnya di depan mata

Rumah dari terpal kertas koran

Bambu kayu lantai atap berdebu

 

Oh karung oh arena bertarung

Senandungku dihadang mendung

Jiwanya membisu 

Pikiran menjadi tabu

 

Pinggiran tak lagi paham

Arti kasih sayang

Egoistis gelanggang kehidupan

Buyarkan keharmonisan

 

Bagai gunung dan lahar

Melumat apa yang terlewat

Siapa mengira

Perabotan tempurung kelapa 

Minumnya tetesan hujan

Cairan coklat tidak jelas rasanya

 

Lelaki tak ada kata lelah

Kata terbuang mesti dibuang

Dari segenap nurani

Berdiri

Tangguh dan berani

 

 

 

DIA MASIH DI BANDUNG

 

Angin menendang pohonan

Tersungkur jatuh ke badan harapan

Menusuk paru-paru dan tulang

Cederai lagu yang kunyanyikan

Di Bandung

Panas berganti mendung

Hujan mengguyur penantian

Aku masih mengamen

Tanpa pegangan untuk hari depan

 

Dalam pergulatan debu jalanan

Noda-noda masa silam

Kerinduan persaudaraan

Aku bertanya:

Apakah ini perjuangan?

Ataukah garis kegagalan?

Tiap kali melewati hari

Ada sembelit di pikiran

Mengikat seluruh menit dan jam

Besok melangkah ke arah mana?

 

“Acara tadi pagi 

Mesti berganti wajah

Korupsi baru lagi

Di suatu negeri

Yang sedang merekah.”

 

Tidak, bukan, bukan di kotaku

Entah di belahan cakrawala

Tak kukenal tak kusangkal

 

Aku saksikan dari sini

Cermin ajaib

Kenyataan menjadi gaib

Karena kemajuan teknologi

Mungkin mistik

Bahkan masuk ke politik

 

Gitarku, aku merindukanmu

Genjreng genjreng

Menggelandang semerbak keringat

Adalah tetesan berlian tanah keramat

 

 

 

MARISSA

 

Marissa 

yang pernah hilang

dari saku bajuku

Dalam udara panas

Membuatku cemas

 

Kamu bagai anggur

Ungu sempoyongan menggelinding

Pikiran memecah rindu

Saat lelahku bertemu kamu

Papermint

Hausku menderu

kudapat di jalan berdebu

 

Marissa 

Sirnalah rasa naasku

Kamu di halaman teras rumahku

 

 

 

 

KEKASIH TANAH PARAHYANGAN

 

Ada yang tertinggal

Setelah kepergiannya

Subuh syahdu

Nafas alami tanah parahyangan

 

Kisah senja

Para penderma

Mekar senyum menawan 

Di cakrawala

Canda ria kesederhanaan

Dan malam lantunan doa

 

Kekasih tanah Parahyangan

Akan selalu terkenang

 

 

 

 

PEREMPUAN TERLUNTA-LUNTA

 

Hari-hari rasa mahoni

Yang dikunyah menempel di gigi

Duri di sekujur tubuh

Ke mana ia harus berlabuh

Sebab hutang telat membayar

Rumahnya disita saat mega

 

Perempuan terlunta-lunta

Ingin bekerja

Umurnya tak memungkinkan

Dia janda

Suaminya tak ada

Mati setelah tinggalkan beban

 

Perempuan berjuang

Dari desa ke desa

Mengembara bersama satu anaknya

Dari kota ke kota

Melupakan masa birunya

 

Ya angin ya debu

Ya malam ya dingin

Hatinya hening

Perempuan tak bergeming

“Sungguh bumi itu miring”

 

Perempuan berjingkrak

Ia perlu mendobrak

Berontak

Nasib bukan tak berpihak

Perempuan mengubah cara pandang

Dengan tenang menyambung batang 

Setelah sempat lelah dan patah

 

Adalah rahmat

Menyelimuti harapan

Nyamuk tak kasat mata

Bak setan pernah singgah

Tapi ia bertahan

Dalam prinsip istimewa

Menjaga diri dan rasa syukur

Perempuan tidak terjebak

 

“Mulut itu kecil lubangnya

Tapi besar pengaruhnya”

 

Perempuan terlunta-lunta

Karena kesabarannya

Temannya datang

Memberinya barang dagangan

Sedikit tapi pasti

Karena kesabarannya

Banyak orang sayang

Membeli barangnya

Bergolanglah

Bagai pohon berbuah

Ibarat akar tumbuh

Daun berbunga berkembang

Indah di pandang 

 

Perempuan terlunta-lunta

Kehormatan modal utama

Dia pun kembali perkasa

Menggapai cahaya

 

 

 

DALAM BANJIR

 

Bukan kayu, sampah dan hunian liar

Mantra berlari dari sepi ke sanggar

Angin merunduk di bawah awan

Adalah mitos ikan siluman

Penjaga sungai

Bijak dan baik hati

Yang dipancing lalu dimakan

 

Pantrangan

Rayuan keserakahan

Melabrak pagar para leluhur

Dangiang berbicara

Didengar senja 

Dilangkahi fajar pertama

 

Banjir itu bandang

Menaburkan gemericik tanya

Hembusan buhul-buhul berita

Akal tak sanggup meraba

 

Dalam banjir

Tiap tahun dan bulan penghujan

Segala cara dilakukan

Bendungan dibangun gagah

Tapi lepas jalan keluar

 

Karena kata sudah supata

Menggores bumi terluka

 

 

 

PUTRI PENJAGA AIR

 

Dari tanah ini

Seorang putri pewaris kerajaan

Mewangi sebagai seorang sakti

Tidak, bukan bicara cerita

Tapi timur, barat, utara, selatan

Mengabarkan hal yang sama

 

Penjaga air

Danau purba tenang wibawanya

Jangan lukai jiwanya

 

Kita terhormat karena leluhur

Pembawa cahaya

Membangun irigasi, saluran air

bendungan dan kesejahteraan

Dermawan dalam cinta kasih

Berbagi harta, hewan, pakaian,

Dan hasil bumi

 

Putri penjaga air

Selama diingat meski dalam hening

Sumur menolak untuk kering

 

 

 

LEMBAH TANGKUBAN PERAHU

 

Di tangkuban Perahu

Ada rindu

Di bawah lembahnya

Yang kini menjadi desa

 

Maka kusematkan sajakku

Untuknya karena kasih

Menemui sejatinya

 

Bukan khayal 

Atau kisah samar

Tapi jalan takdir

Menghadirkan dua cinta

Satu bahasa mewujud sejuta makna

Frasa bertali-temali menjadi mantra

Kekuatan ajaib dari kehadiran

yang menciptakan pertemuan

Berubah keberkatan

 

 

 

SILUMAN KUDA

 

Meringkik

Meminta jatah

Apa y

ang dicari

Adalah waktu

Tempat tinggalnya

Bukan hutan tempat angker

Tapi kota diamnya

Pada malam

Kabut dilumat rembulan

Siluman kuda kesepian

 

Eyang menceritakan

Dia liar dan masih terdengar

Entah sebab apa

Sejak lama dia di sana

Mendahului bapa moyang

Umurnya sudah tua 

Wajahnya awet muda

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler