#9
Amin. Kataku seolah simbah ada di depanku. Kami tidak langsung pulang, namun duduk di depan Gua Maria. Waah, di gereja ini ada sekalian dengan Gua Marianya. Kalau kami di kampung, kami harus berjalan kurang lebih 8 jam agar sampai ke Gua Maria, 8 jam ukuran berjalanku bersama teman-teman lho. Aku tidak bisa membanyangkan jika berjalan bersama simbah kakung.
Aku duduk di salah satu kursi yang terbuat dari batu. Sambil menikmati udara yang sejuk, aku membuka buku. K-A-B-A-R. Ada tulisan KABAR di buku itu. Selain itu ada gambar bus dengan banyak penumpang. Di bus itu tertulis Jakarta –Gunung Kidul PP. Gunung Kidul? Itu kan nama kabupaten di Yogyakarta. Kalau tidak salah di Gunung Kidul itu ada sebuah Goa Maria yang sangat terkenal. Aku pernah ke sana sekali bersama simbah kakung. Kala itu kami naik bus kurang lebih selama 3 jam saja dari tempatku.
Selain gambar itu, aku juga melihat tulisan kecil di atasnya. Edisi 492 /Tahun X/Minggu, 19 July 2015. Aku tidak mengetahui maksudnya. Kemudian aku mulai membuka lembar demi lembar buku itu. Pada halaman 15, aku tertarik dengan sebuah gambar, sepertinya Ibu Maria dengan seorang yang bersayap. Setelah itu aku terus membukanya, sampailah pada sampul belakang. Di situ kutemukan sebuah gambar manusia yang bersayap pula. Kali ini dengan membawa sebuah tongkat. Siapakah dia? Apakah dia orang yang sama dengan orang yang bersama Ibu Maria? Ataukah dia Santo Mikhael? Kan nama gerejanya Gereja Santo Mikhael. Tentang gambar yang satu ini, aku akan bertanya kepada kepada simbah kakung nanti kalau sudah sampai di rumah. Sepertinya simbah kakung belum pernah bercerita tantang tokoh yang satu ini.
Tiba-tiba saja, keinginanku untuk duduk di bagian atas gereja itu menjadi hilang, aku juga tak berminat lagi melihat dari dekat rangkaian besi yang ada di jalan menuju gereja tadi. Aku ingin sekali bertemu simbah kakung. Sesegera mungkin. Aku ingin mendengar bagaimana simbah kakung akan menceritakan ini. Pasti seru karena gambar ini memegang sebuah tongat atau senjata, entahlah. Ada sesuatu pula yang diinjaknya. Aku rindu kepada simbah kakung, sungguh. Simbah, sehat-sehat selalu ya … (*********bersambung)
***
Komentar
Tulis komentar baru