di waisya yang ke enam belas
kuntum cempaka itu telah mekar
memenuhi taman bunga di persimpangan
tempat kita biasa bersua
kelopaknya masih indah segar merona
dan,..
aku kembali menunggu dirimu di sini
di antara gelembung gelembung kabut yang menutup
langkah yang gelatar dalam persimpangan
masih tetap aku tahan
hingga malam melengkung menyusup
sampai debarmu sewaktu waktu menyentuh jiwaku
perlahan aku hirup angin kemarun di bulan ke lima ini
di bawah temaram lentera persimpangan
aku masih setia menantimu
laila karang.......
dan seketika mataku menangkap
seklebat bayang bayang
di antara serimbun kabut yang masih melingkup
semakin dekat detak detak langkah itu semakin jelas
terdengar begitu mungil
seperti sajak suarga loka mayapada begitu indah
benarkah ini langkah laila
"kakanda"(laila)
serupa bisik manja memanggil sebuah nama
yang selalu laila ucapkan di persimpangan ini,...untukku
(laila)
"kakanda,aku telah datang bersama semerbak cempaka
di antara deburan rindu yang bergelora di atas perapian biru
yang membara,dan mari kita lepas semua rindu yang terpendam walau
itu hanya seklebat,agar segala macam penat terobati
namun,......
kabut semakin tipis bergerak
menghantar bayang bayang yng semakin jelas
itu,laila,lailaku datang,...
semakin kuat aki singkap semua tirai kerinduan ini
untuk segera mendekapnya
dan melepas segala lara
setelah tiga depa
bayang bayang itu menjadi raga
dan ternyata ada dua,laila......
darahku runtuh ,nadiku merapuh
tulang tulngku serasa remuk
dan lidahku sekejap menyerupa batu
(laila)
kakanda maafkan aku setelah sepuluh waisya kita tak bersua
hati ini selalu gelisah merana
menahan segala kesetian tentang cerita cinta kita
dan aku celalu coba untuk menjadi wanita yang setia,...
namun.....
segala prasangka kalut
semakin kuat melekat,dan seperti menyayat nyayat
hingga memaksa hatiku untuk menduakan cinta kita
sekali lagi maafkan aku kakanda
namun,...
aku tak akan pernah alpa untuk bersua di simpang tiga ini
di antara taman cempaka yang semerbak merona
...........................................................................................
ragaku kelu melepuh
kelopak mataku semakin rembang menerawang
menciptakan bulir bulir telaga ke hancuran
aku pulang,dalam langkah yang perlahan
menuju rumah kehampaan bersama sejuta kelukaan
laila yang karang
aku akan tetap menjadi rumput perdu yang sabar
dan selalu membelai abjad namamu di stiap tdur malamku
namun,....
kini perlahan aku mencoba
untuk mengunci rapat semua jendela hatiku
dan bersemedi dalam tafakur yang lengang
lailaku
kau tetap menjadi karang yang cadas
Komentar
Tulis komentar baru