Skip to Content

Balada Duka di Balik Tawa

Foto Muthia Alzhafira

Di tengah hiruk-pikuk dunia yang kosong, kata-kata entah dari mana datangnya perlahan menggerogoti tubuh, menggoreskan luka perih di dalam jiwa.

 

Sebagian orang hanya bisa tertawa—tertawa yang menyembunyikan luka yang tak pernah terukur dalamnya.

 

Sementara yang lain terdiam, tak mampu berbuat apa-apa, selain terus menanggung jiwa yang koyak, selalu terbuka bagi derita yang datang tanpa henti.

 

Tubuh ini, yang setiap saat berada di dunia, juga setiap saat diterpa oleh pahit dan perihnya kehidupan, dikelilingi oleh kata-kata yang menghantui.

 

Jiwa pun dipaksa menerima segalanya, tanpa peduli betapa dalam luka yang dipendam di sana.

 

Pada akhirnya, semua orang terpaksa bungkam, menyimpan luka dan derita dalam diam, karena tajamnya kata-kata yang menyayat.

 

Berapa banyak wajah tersenyum, padahal air mata terus mengalir? Berapa banyak tawa yang terdengar, sementara hati dicekam oleh rasa takut?

 

Di antara kehampaan yang membelenggu ruang, hanya tubuhku yang malang yang tersisa, meringkuk ditemani bisikan-bisikan suara, entah datang dari mana.

 

Tak seorang pun sungguh-sungguh mengerti, jeritan luka yang menganga di dalam dada. Tak ada yang benar-benar memahami, betapa dalam kenangan buruk itu mengubur ingatan agar tak muncul kembali.

 

Jika kata-kata bisa lebih tajam dari sebilah pedang, maka janganlah bunuh aku dengan penilaian yang kejam. Sebab perjuanganku untuk tetap bertahan, tak pernah seenteng permainan.

 

Ada begitu banyak alasan yang kutunda demi bertahan hidup, meski dunia seakan terus berharap agar aku menghilang dan padam.

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler