Mendengar namamu saja,
telah kuambil :
sejarak waktu yang berlipatan,
tapi jam dinding itu, kini diam
Sejak itu,
bila kau datang,
Selalu kutulis waktu di dinding jaman,
begini,
lalu beginian
yang kau pinta sebelumnya
dan, setelah itu
puisi ini tergeletak,
dalam sepi.
Lukanya mengaga, anyir baunya
angin masuk dan berdebu,
Karna rindu,
dibiarkan terkubur terlalu lama.
Penyair berjalan dalam keramaian orang
menjajakan sepi,
Hingga ia temukan:
Obat luka puisi-nya sendiri.
Utara kangean, 22 agustus 2018
Rasull abidin.
Komentar
Tulis komentar baru