Sepucuk Surat KepadaMu
Aku…
Yang terkadang enggan berbagi
Secuilpun kepahitan hidup
Aku..
Kian mencari-mendambakan
Seonggok bangkai elang yang halal
Aku…
Berkehendak mematikan rerumput liar
Di halaman berpagar kawat duri
Aku…
Merindukan udara padang Mahsyar
Sewaktu sujud di lantai dingin rumahMu
Sepatah duka-cita dan pengharapan rasa ikhlasku
Sengaja tak kukirimkan ke alamatmu
Kaupun tak ‘kan marah
Selama wujudMu tiada bermukim di salah satu rumah
Entah dimana Engkau?
Di langit tinggi ataukah di palung perut bumi
Akh, Aku tiada pantas mencari
Buatapalah
Jika dimana dan kemana Ia tiap inci
Terserahlah
Bangsat!
Ternyata Ia dekat sekali
Datangnya lebih cepat melebihi degupan jantung
Memompa darah
Sampai juga molekul tauhid menyatu-padu
Dengan embrio penyakit hatiku
-cukup sampai disini-
Sebab Kau pemurah, Aku tak kan mengharap balasan surat dariMu.
Jkt juli ’08
____________________________________________________________________________________________________________
Kerinduan
*Sepucuk Surat Pada Ibu
Ibu, di tempat dimana Aku berjarak dengan mu
Pabila seraut wajahmu membayang
Terasa tersiksa batinku
Belum mampu mempersembahkan suatu senyuman
Ibu, tersebutlah Aku dimasa dahulu
Terkadang bualan sengaja Aku lontarkan
Tiada lebih, hanyalah untuk secerah kebahagiaan
-kesedihan yang berat
Sebab Aku tahu dengan pasti
Kerutan keningmu dan onak kecewa
Akan meneteskan air mata yang harus ku bendung
Yang harus ku teguk asinnya
-bagai air laut
Ibu, kan ku mulai pada paruh tangisan hidup ini
Membangun monument drajat
Sebagai hadiah kecil bagimu
Dari estetika-estetika yang sengaja ku pilih
Dengan sepenuh tekad kuat
Yang bukan hanya sesaat
Ibu, setelah Allahku: si penyayang Illahi
Padamulah sebentuk kecintaan dan kasih sayang
‘kan kucurahkan selayaknya untuk istriku nanti
Jkt juli ’08
______________________________________________________________________________________________________
Surat Dari Jiwa
Setangkup angan dan sesesak perjalanan kehidupan
Telah ku kenyam.
Meski belumlah cukup
Lusa
Ia ‘kan ku peluk sepenuh asmara,
Terlanyangkan dari peristiwa demi peristiwa
Tragis maupun bahagia
Mengisyaratkan searah jalur berat
Beribadahlah
Berkarya
Lantas bertindak bersama rakyat
Cianjur juli ’08
______________________________________________________________________________________________________
Sepucuk Surat Bagi Kawan Di Desa-Desa
Kawan!
Tak usah Kau gadaikan sawah, rumah
Dan binatang ternak
Untuk bisa datang kemari
Apalagi meninggalkan jati diri
Kota!
Disini tak ada yang telanjang
Wanita dan lelakinya bertopeng
Karena panas cuaca
Ketika keluar dari tempat tinggalnya
Kawan!
Tak usah Kau gadaikan sawah, rumah
Dan binatang ternak
Untuk bisa datang kemari
Apalagi meninggalkan jati diri
Kota!
Sama sekali telah hilang apa yang kita sebut rimba belantara
Karena kerimbunan pepohonan tua
Aliran sungai jernih dan kicauan burung pagi hari
Sulit terjadi, walaupun hanya dalam mimpi
Karena Hutan terakhir disini
Adalah syair yang Kau baca
Kawan!
Adapun disini keadilan dan kesejahteraan
Itu sekedar tajuk rencana
Dalam surat kabar ibu kota
Yang dijual murah ketika senja telah lelah
Kota!
Dan manusia-manusia dengan kebenarannya yang baik
Disini Cuma sedikit
Harus pula mereka berkelahi dengan
Realitas yang pahit
Kawan!
Tak usah Kau gadaikan sawah, rumah
Dan binatang ternak
Untuk bisa datang kemari
Apalagi meninggalkan jati diri
Kawan!
Selamatkan Desa kita dari penindasan kota
Dari intervensi bangsa asing
Bukannya kita tinggalkan
Kawan!
Tak pernah terlambat untuk berubah
Untuk bisa merubah
Pulanglah! Meski untuk sementara.
Tentang kota kutulis di desa:Cianjur juli ’08
__________________________________________________________________________________________________________
Surat Dari Warung Remang
Berjendela kawat
Kepulan asap berbatang-batang rokok
Mengabut sesak tersendat atap bilik
Pandangan terhalang keremangannya
Cahaya lampupun hanya berWatt rendah
Menerangi makanan dan deretan botol
Beralkohol
Dipojokkan terdengar gurauan
Tawar-menawar
Bersahutan dengan rayuan penjajak
Diluar dan di samping warung
Sedangkan dari belakang
Desahan wanita separuh baya
Menggelitik
Ketika kuberikan senyuman
Salah satu dari mereka menjawab dengan tenang
“esok pagi anakku bisa makan”
Puntung menthol dilemparkannya ke tanah
Menghampiriku
Aku bergegas pergi
Meninggalkan kenyataan ini
Cianjur juli ’08
____________________________________________________________________________________________________________
Surat Untuk Palestina
Berserakan terkapar
Diantara kehancuran bangunan-bangunan
Rintihan sekarat anak-anak
yang terluka
Perempuan-perempuan yang di tembak
Tak berdosa
Tubuhnya pecah belah
Berlumur darah,
Aku geram
Sebagai manusia Demi kemanusiaan.
Perang!
Perang!
Perang!
Tak perlu persetujuan damai
Jika dibalik kesepakatan tertoreh kepentingan
Bangsa-bangsa Dajjal
dan Negara syetan!
Surat sajak ini sengaja kucipta
kepada rakyat Israel
Untuk di deklamasikan di hadapan masyarakat Palestina
Meski ‘kan terbakar di jalur Gaza
Terciprati darah para Syuhada
Tetap harus kau terjang sampai daerah perbatasan
Karena kau saudaraku-lebih khidmat dari teman
Hingga panjatan amarah kami
Diamukan arwah Singa padang pasir
dan Ababil.
Perdamaian tanpa kepentingan!
Yang harus terkumandang.
Cianjur juli ’08
___________________________________________________________________________________________________________
Dari Setangkai Edelweis
Sebuah Surat
Ditengah udara dingin yang menusuk
Pucukku memekar
Bersemi dan berseri
Diatas ketinggian
Jika sebagian pendaki telah sampai puncak
Kelestarianku terancam punah
Mencintai alam katanya
Menaklukan tanjakan melewati lembah
Memetik bunga abadi
Sedangkan sebagian pendaki
Mencintaiku dengan memandang
Menyentuh dan mengambil gambar
Cianjur juli ’08
________________________________________________________________________________________________________
Surat Seorang Anak
Pada lintasan rel seorang Anak kecil berjalan santai
Kereta yang melaju terlihat
Dia menghindar dengan melompat
Duduk dan menulis surat
diatas kertas basah
“untuk bisa sekolah kenapa sangat susah ? mahal!”
Kertas itu dikeringkan
Dibuat kapal terbang
Dilemparkan ke udara
Taklama kemudian jatuh kembali
Keatas bumi
Itulah sebuah harapan
Anak-anak Pertiwi
Cianjur juli ’08
____________________________________________________________________________________________________
Surat Tanah
Manusialah
Berdarah serakah
Semenjak kekuasaan diperkenalkan
Berupaya memiliki seluas-luasnya
Kepunyaan Tuhan
Cianjur juli ’08
_______________________________________________________________________________________________________
Surat Kuasa
Tajamnya ujung sangkur senjata
Tiada berdaya
Lemah seketika
Dengan hanya selembar kertas diam
Bertuliskan aksara penguasa
Pun seperangkat pangkat hukum
Terkurung murung dalam sebuah sangkar
Dengan hanya selembar kertas diam
Bertuliskan aksara penguasa
Dan segenap bahagia nian mendekap
Mereka-mereka yang papa
Sebagaimana mulut dan tangannya
Tiada pernah memperebutkan kemiskinanya
Cianjur juli ’08
__________________________________________________________________________________________________________
Surat Terakhir
“kenapa cucu perempuanku tidak pernah mengirim surat lagi” kata seorang Nenek, mengadu padaku
“dimana cucu Nenek?” tanyaku
“diluar negeri menjadi TKI-pembantu”
Setelah telegram di anggap
Terlalu lambat
Menyampaikan kabar
Apalagi surat kertas bertuliskan tinta pena
Lama
Kini hanya dengan ibujari
Memijit setiap huruf dan angka
Setelah kedipan lalu sampai.
Tetapi Nenek tua itu
Menanti kabar dari cucunya seorang TKW-I
Tidak secepat pesan singgkat
Yang disampaikan telepon genggam maupun teknologi informasi yang terbaru
Setahun kemudian
Didapati kabar bahwa cucu perempuannya
Mati disiksa sang majikan
Bogor Agust ’08
_________________________________________________________________________________________________________
Sepucuk Surat Sangsaka
Tanah airku terlena pesona lemah lembut kekayaan alamnya
Padahal apabila para pendahulu: pemimpin bangsaku
Bersedia dengan tulus
Rela berteduh di rimbun pohon kepunyaan rakyat
Akh, pelipur permai perasasti lestari
Tulang belulang puisi negeri
Rusuk dan sendi sendi asmara peninggalan masa perang
Terbuang percuma
Di rindang pohon akasia dawai dawai biola tua
Memerdu kidung syahdu keroncong masa lalu
Jikalau paras pertiwi jemu karena dengki
Hingga meraja rela semerbak kesetaraan semu
Akh, batinku seperti untaian do’a yatim piatu
Di secarik kertas usang sehelai demi sehelai
Tertulis dengan pena yang lunglai:
Kain lusuh berpaut duka cita, alangkah indah senantiasa
Tiada jernih untuk penat nusa raya
Selaras rintihan para pengemis
Ilalang ilalang yang telah renta
Patah terinjak dan bersajak:
“Bendera”
Melambai lambai tetapi berdarah
Berkibar dengan gelisah
Resah nelangsa
Sengsara
Semoga tangisan gerimis bukan kejayaan yang hampa
Cianjur
- See more at: http://blog.infosastra.com/blog/2014/01/15/antologi-sajak-sepucuk-surat-its_gunaone/#sthash.8xhQkVsW.dpuf
Komentar
Tulis komentar baru