Api api kayu bakar berbisik menanyakan kabar
Hangatnya nikmat memijat kulitku yang lembab
Membebaskan penat layaknya asap dan udara tidak menyekap
Pandangnya tajam menghipnotis pasang mata mengangkang
Merah..
Kuning...
Biru....
Aku tatap tanpa menanyakan sebab
Perci-percikan bermain berloncatan kegirangan
Suaranya masuk ke mata, telinga dan hatiku terdalam
Membentangkan seribu kayalan melayang-layang
Kupeluk tubir pagi pegunungan sejam sebelum sang surya nampak menyapa
Dapat ia lukiskan keadaanku saat ini bahkan seribu tahun lalu
Menikmati api yang hidup dalam tiap hasrat manusia
Aku tak ingin tiupan angin membunuhnya jadi pucat tersipu malu
Aku tak ingin terbangun melihat merah barah tersisah merenung
Menghabiskan gelap malam dan pagi bersamanya
Menerangi sedikit di antara dan duduk beralaskan rumput hijau rendah
Dengan nanyian burung hantu dan menengok masa lalu yang kehilangan belahan jiwa
Ya, api unggun, subuh ini kau banyak mengajarkan kerinduan hati pada alam
Api api kayu bakar berbisik menanyakan kabar
Kabar sepinya sanubari hati manusia yang mudah terbakar
Yang tenaganya habis terhisap oleh segala sandiwara kerasnya dunia
Yang menyerah pada mimpinya terhempas pada warna nasib hari tua
Api api kayu bakar sekarang ini aku telah terlempar
Terpisah dengannya karena waktu, dan alam enggan memelukku
Api api kayu bakar, aku tatap tanpa menanyakan sebab
Memandang tajam menghipnotis pasang mata mengangkang
Merah..
Kuning...
Biru....
Mereka pun menitipkan salam dan menanyakan kabarmu alamku
( Kayu Agung, Palembang, 26 April 2014)
Komentar
Tulis komentar baru