Lantunan ayat-ayat cinta itu kembali hadir dalam kemarau hatiku yang kian gersang, dua ratus ayat cinta itu menggantikan sembilan puluh delapan harapan yang hanya menjadi kenangan yang kian menyesakkan. Kini seratus dua harapan baru telah menjemputku untuk menjadi wanita yang paling sempurna setelah jubah hitam sempat menyelimutiku saat aku merasa benar-benar rapuh.
Kalian kibarkan bendera di tengah lapangan luas, dengan upacara megah, dengan jargon persatuan. Tapi kami kenang mayat yang terbaring di halaman-halaman gedung-gedung rakyat:
Di balik bangunan yang katanya gedung rakyat, pesta pora berlangsung. Mereka berjoget-joget, rayakan kemenangan picik. Untuk proyek fiktif, untuk utang yang disembunyikan,
Komentar Terbaru