Skip to Content

SAIJAH ADINDA

Foto Resna Jafar

“kangen” kata itulah yang selalu berkoar-koar dalam hati Adinda, semenjak kepergian suaminya tercinta Adinda selalu merasa kesepian, memang secara nafkah lahir adinda merasa terpenuhi namun secara nafkah batin Adinda merasa merana, kemana harus kusalurkan hasratku ini, aku rindu belaian mesra tanganmu Saijah, aku rindu bersenggama denganmu, ooo Saijah cepatlah kau pulang rangkulah aku lagi dengan pelukan hangatmu aku merindukanmu Saijah keinginan itu selalu menghantui Adinda . Memang sepeninggal Saijah, Adinda selalu merasa kesepian, rasa rindunya tak dapat digambarkan kata-kata, bahkan kata-kata cinta Khalil Gibran dan sajak indah Ronggowarsito pun takan mampu menggambarkan perasaan rindu Adinda kini . Saijah terpaksa harus merantau kenegeri sebrang untuk tetap bisa menafkahi Adinda dan untuk melunasi hutang-hutang yang melilit serta membayar upeti-upeti kepada para penjajah brengsek, barang-barang sudah habis mereka jual, bahkan kerbau kesayangan merekapun terpaksa harus ditukar dengan helaian rupiah, sungguh keadaan ekonomi yang miris, hingga akhirnya keadaan memaksa Saijah untuk pergi merantau. 3 tahun lamanya sudah kini Saijah pergi merantau meninggalkan Adinda dalam sepi, Adinda kini sudah hidup penuh kemapanan, uang yang dikirim Saijah setiap bulannya kepada Adinda mampu mencukupi kehidupan Adinda, bahkan selain dapat melunasi semua hutang-hutangnya dan memabayar upetinya tepat waktu, Adinda juga sudah dapat membeli beberapa Hektar Sawah dan beberapa ekor kerbau untuk dijadikan tabungan agar jika suaminya pulang kelak, suamninya tak perlu pergi merantau lagi karena lebih baik membuka usaha sendiri dikota Rangkasbitung ini dengan modal yang sekarang ditabungkan, namun apalah arti sebuah kemapan jika ia tak bisa menyalurkan hasratnya, sempat terbesit juga dalam fikiran Adinda untuk mengirim suaminya surat dan menyuruhnya pulang karena sekarang sudah hidup mapan, namun ia mengurungkan niatnya ia takut mengganggu pekerjaan suaminya. Sudah 9 bulan ini Saijah tidak mengirim surat kepada Adinda, perasaan khawatir dan curiga pun sempat terlintas difikirannya apa mungkin saijah sudah beristri lagi disana hinga ia enggan pulang menemuiku, setega itukah dia menghianatiku, menghianati janji suci di depan penghulu, dan janji indah dibawah lembayung senja pantai selatan namun segera Adinda menepiskan fikiran buruknya itu, toh saijah pergi kan juga demi dia, berkat itu pula Adinda bisa hidup semegah ini sekarang, namun fikiran itu terus menghantui Adinda. Sampai 3 bulan lamanya kembali adinda menunggu tibalah saat yang ditunggu-tunggu adinda, seorang berpakaian oren datang mengantarkan sepucuk surat, ya aku kenal wangi ini, ini pasti surat dari Saijah, Adinda kini tersenyum-senyum melihat dan mencium sepucuk surat yang wangi itu dengan warna surat yang merah hati, rasa tak percaya adinda kembali melihat sipengirim surat tersebut, ya benar saja ini surat dari Saijah suamiku tercinta, bagaikan terbang dan berguling bergegas diatas awan perak saat adinda membaca sipengirim surat itu, Adinda membukanya dengan perlahan dan membacanya dengan terbata-bata Karena belum lancar membaca (maklum Adinda gak sekolah)

 

 

 

Dear Adinda istriku tercinta

 

Salam Rinso (rindu untukmu seorang)

                Sayang maaf ya aa baru ngirim surat lagi, soalnya aa lagi sibuk banget sekarang, kerjaan aa lagi numpuk jadi aa gak sempet bikin surat, oya kabar kamu gimana? Terus uang yang aa kirim kemarin udah kamu terima belum?, oya sayang aa kangen kamu, setahun lagi aa mau pulang aa udah gak sabar buat bersenggama ama kamu, tiga hari lamanya kita akan bergulat dengan  peluh diatas ranjang kenikmatan, itupun kalo aa kuat, kamu jangan lupa pake parfum yang paling wangi sejagat Parungkujang dan gaun bersulam sutra yang biasa dipake noni-noni belanda untuk menyambut aa nanti. oya sayang kalo aa pulang nanti kamu jangan kaget ya aa punya kejutan buat kamu dan kamu juga jangan marah nantinya, terus sayang uang yang ada di amplop ini kamu pakai ya buat beli HP biar kita bisa teleponan atau smsan, soalnya aku suka mendadak kangen sama kamu, kan kalo ada HP mh enak, kalo kamu udah beli smsin ke nomer aa yang ini ya (+9888843527) aa nunggu sms dari kamu lho, oya sayang udah dulu ya solnya aa lagi sibuk nih, nanti kita Lanjutin di sms aja kalo kamu udah beli HP. Salam kangen selalu sayang.

Luph U

Mmmuuuaaaccchhh

 

 

 

 

                                                                                                                                                                TTD

 

 

                                                                                                                                                                Saijah

Berkali-kali Adinda membaca surat itu tanpa rasa bosan menyelimutinya, terkadang dia tersenyum-senyum dan tertawa kecil, namun rasa heran menyelimutinya kini dia merasa janggal dengan kata “jangan kaget” yang dituliskan disuratnya tadi, namun iya segera mengarahkan fikirannya ke hal-hal positif kejutan apa ya yang mau dikasih, ia melipat indah suratnya dan disimpannya dibawah tumpukan baju didalam lemari. Malam kini telah datang bersama gelapnya, burung-burung siulkan aroma kehidupan malam, bulan purnama bersinar bulat tanpa sedikitpun lonjong, namun Adinda belum jua bisa memejamkan matanya, dia sudah tak sabar menunggu  waktu satu tahun yang sangat lama untuk menunggu kedatangan suaminya Saijah, ia kembali mengambil surat dari dalam lemarinya dan membacanya dengan tersenyum senang dan tawa kecil yang hiasi wajah cantik manisnya yang anggun, sampai tak terasa ia tertidur pulas dengan surat yang terus berada dalam genggamannya. Mentari mulai terbit sinarkan cahaya kehidupan keseluruh dunia, ayam-ayam berkokok menunggu sang majikan memberikan makan, orang-orang mulai beraktivitas dengan kesibukannya masing-masing, hari ini Adinda berniat membeli HP ke Barata atas saran suaminya yang tertulis disuratnya kemarin, karena jarak dari rumah Adinda ke Barata yang tidak terlalu jauh akhirnya Adinda memutuskan untuk pergi dengan sepeda Ontel kesayangannya yang sudah lama tidak ia gunakan, 9 menit berselang sampailah dia didepan Barata, ia parkirkan sepedanya berjejer layaknya orang-orang, ia mulai beranjak masuk kedalam Barata, udara dingin kini mulai mencekam, satu-persatu dia melihat-lihat dan mencari-cari barang yang diinginkannya barang yang harganya murah namun kualitasnya bagus dan barang yang bisa mencuri hatinya layaknya Saijah namun Saijah bukanlah barang, dari counter satu ke counter lainnya ia terus susuri sampai akhirnya dicounter yang berada tepat dipojokan ia mejatuhkan pilihannya pada sebuah ponsel bermerek SONY ERICSON W200i ia langsung membayarnya tanpa ada acara tawar -menawar layaknya ibu-ibu biasanya. Baru saja berapa langkah ia teringat lagi akan perkataan suaminya lebih baik aku sekalian membeli parfum dan gaun bersulam sutra itu tidak membutuhkan waktu lama untuk Adinda menemukan gaun bersulam sutra yang diinginkannya, berikutnya dia mencari-cari parfum yang menurutnya paling wangi di antero jagat Parungkujang, 39 menit lamanya ia mencari akhirnya dia menemukan parfum yang menurutnya paling wangi, setelah semua barang tersusun rapi di Plastik putihnya ia beranjak keluar pergi menuju sepeda ontelnya kemudian memasukan barang-barang belanjaannya kedalam keranjang sepeda, namun belum sempat Adinda mengayuh sepedanya dia sudah dikagetkan dengan sebuah suara.

“adinda”

Adinda menengadahkan wajahnya menuju arah suara tersebut

“adinda aku ingin mempersuntingmu, aku ingin kau menjadi istriku”

“Eduard Douwes Dekker, atas dasar apalagi kau memintaku bersanding denganmu, aku sudah tidak punya urusan apa-apalagi denganmu, hutang-hutangku sudah kulunasi dan upeti-upeti selalu kubayar tepat waktu”

“atas dasar cinta aku ingin kembali mempersuntingmu, apapun akan aku lakukan asal kau mau menjadi istriku, aku tak peduli meski kau masih berhubungan dengan Saijah sialan itu”

“apapun?”

“ya apaun termasuk jika aku harus berhenti menjadi penjajah aku rela, demi kau Adinda”

“kau rela menghianati bangsamu sendiri demi cinta, penjajah tetaplah penjajah, tidak mungkin pernah berubah, Karena itu sudah menjadi hukum alam, jika memang kau rela berhenti menjadi penjajah demi sebuah cinta lantas kenapa kau selama ini terus menjajah Negeriku”

“karena Negerimu pantas dijajah”

“enyah kau dari hadapanku, jangan kau halangi jalanku penjajah sialan, aku muak melihat batang hidungmu” Adinda geram dan mulai pergi meninggalkan Eduard

“adindaaaaaaaaaa…. Aku bersumpah suatu saat nanti Kau akan menyesal telah menolakku, dan kau akan mendapatkan balasan cinta sepedih bahkan lebih pedih dari hatiku saat ini”

Adinda mengayuh sepedanya dengan kecepatan lumayan tinggi, rambutnya yng panjang terurai terhempas angin hingga terlihat indah bah daun kelapa dibibir pantai, namun sumpah Eduard masih terngiang-ngiang ditelinga Adinda ia takut jika tuhan mengabulkannya kelak, namun  dia berfikir mana mungkin doa seorang penjajah bisa dikabulkan. Sesampainya dirumah Adinda langsung mengaktifkan HP-nya dan mengirim sms dengan terbata-bata gugup ke nomer Saijah yang tertera disurat.

Aa ni nomer aku yang, jangan lupa di save ya,,,

 

 

Istrimu Adinda

Dengan perlahan dan gugup Adinda mengklik nama bertuliskan Send dengan perantara Kipet, dan tring, tring, tring, nada sms tanda pesan terkirim kini sudah berbunyi, tapi sebelumnya Adinda merasa kaget dengan suara HP yang berbunyi tanpa sebab tadi.

***

Setahun berselang akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu Adinda telah tiba, waktu kepulangan suaminya tercinta Saijah, menurut sms dari saijah, dia akan tiba distasiun Rangkasbitung tepat pukul 03.39, namun sejak pukul 01.00 tadi adinda sudah berada didepan cermin, memoles raut indah wajahnya dengan segenap kegembiraan karena rindunya selama ini akan segera tersalurkan. Tepat pukul 03.30 adinda sudah berangkat dari rumahnya dengan dandanan yang dipersiapkannya sedari siang tadi, ia menaiki Angkutan Kota untuk bisa sampai ke stasiun Rangkasbitung, sesampainya distasiun saat mobil berhenti ia langsung memberikan uang 1.000 kepada supir dan berlari tanpa memperdulikan kembalian dari ongkos tersebut meski sang supir Angkutan Kota sempat memanggilnya karena uangnya kurang. Didalam stasiun ia mengarahkan pandanganya ke pelbagai arah mencari seraut wajah yang dirindukannya, 30 menit ia mencari namun tak jua bertemu dengan saijah mungkin saijah tidak jadi pulang karena masih sibuk dengan pekerjaannya, biarlah sesampainya dirumah nanti aku akan mengirim sms padanya menanyakan tentang kepulangannya keputus asaan kini merundung Adinda, Adindapun beranjak dari keputus asaanya untuk kembali pulang kerumahnya dan bergelut kembali dengan sepi, namun belum sempat Adinda sampai dipintu keluar stasiun terdengar suara memanggil namanya, suara yang selama ini dirindukannya, suara yang sedang dicari-cari olehnya sekarang, ia mengarahkan pandangannya ke pelbagai sudut mencari arah sumber suara tersebut, terlihat lelaki tinggi besar dan janggut  dipotong tipis yang menambah kental aroma kejantananya dengan wajah tampan bagaikan Resna Jafar (si penulis cerpen), ya itu suara saijah dan itu saijah, itu pasti saijah tapi kenapa dia menggendong seorang anak kecil dan kenapa wanita disampingnya itu menggandeng tangannya mesra sekali  Adinda berbisik dalam hatinya.

“Adindaaaa, aku merindukanmu” Saijah melepaskan pangkuannya dari anak kecil itu dan menyerahkan kepada perempuan disampingnya.

“S…s…s…saijah, siapa anak kecil yang kau gendong itu, dan siapa wanita yang menggandeng mesra tanganmu?” jawab Adinda penasaran

“i..i..itu, itu anak dan istriku” Saijah terbata-bata

Bagaikan tersambar listrik 5000 volt hati Adinda kini, awan kelabu menyelimutinya, Shakespare pun pasti menangis dalam sudut kecewa melihat semua ini, Adinda hanya mampu diam seribu bahasa dengan  air mata yang terus mengalir tak terbendung,

“aku bisa menjelaskannya adinda”

“tak ada lagi yang perlu dijelaskan, semuanya sudah jelas kesetiaanku hanya kau balas dusta” adinda dengan air mata berderai dan rasa kecewa yang mendalam pergi meninggalkan Saijah yang masih berdiri penuh sesal.

“adinda tunggu” Saijah menggenggam tangan Adinda.

Plak, sebuah tamparan dari tangan mulus Adinda mendarat tepat dipipi kanan Saijah, Adinda berlari dengan semua rasa kecewa dan kesalnya, hatinya kini remuk bagaikan ditabrak mobil Noni Belanda yang melaju dengan kecepatan tinggi, air matanya tak terbendung lagi. Adinda terus berlari tanpa henti melewati jalanan kota Rangkasbitung, namun malang nasib Adinda Karena melintas jalan tidak hati-hati, tidak melihat kekanan dan kekiri tanpa sengaja ia tertabrak mobil Noni Belanda yang sedang melaju dengan kecepatan tinggi, terdengar teriakan histeris Adinda dan Prak, tubuh Adinda dihantam mobil itu, tulang-tulangnya patah dan remuk,  nampaknya nyawa Adinda sudah tak terselamatkan lagi, mendengar jeritan itu Saijah membalik badannya dan melihat Adinda terkulai bermandikan darah terkapar dijalanan.

“Adindaaaaaaaaa….aaaaaaaa……aaaaaaa……..”

Saijah berlari dan berteriak mengejar adinda, terus berlari dengan air mata yang mulai berderai, berlari menyusuri trotoar jalanan kota Rangkasbitung mengejar tubuh Adinda yang terkulai, namun kembali nasib malang menimpa kisah cinta mereka, Saijah yang malangpun malah terpeleset diantara trotoar jalan itu dan kepalanya terbentur dengan keras ke tembok pembatas jalan dan tak dapat dipungkiri lagi darahpun bercucuran dari kepala saijah hingga Saijahpun akhirnya mati. Mereka berdua mati dijalanan dengan penuh hasrat dan rasa kekecewaan. Janji-janji suci yang terabaikan dan kisah kesetiaan yang berujung kekecewaan. Dan benar saja apa yang ditakutkan Adinda terbukti dan sumpah Eduard Douwes Dekker pun dikabulkan tuhan, kepedihan yang dialami Eduard ternyata tidak lebih pedih dari kisah cinta Adinda kini. Seperti biasa Eduard Douwes Dekker berjalan-jalan mengelilingi jalanan indah kota dengan sepeda kesayangannya, namun Eduard merasa heran dengan kerumunan dijalanan itu, kemudian Eduard turun dari sepedahnya dan berjalan perlahan sembari mendorong sepeda mendekati kerumunan tersebut, betapa kagetnya dia melihat tubuh Adinda terkulai lemah tak berdaya bermandikan darah segar ditubuhnya. Spontan Eduard berteriak melihat keadaan itu.

“siapa yang telah mencelakakan Adinda, siapa?” eduard murka melihat Adinda sudah tak bernyawa.

Semua warga Rangkasbitung yang ada ditempat itupun takut bukan kepalang melihat Eduard sedang murka, malang nasib dari salah seorang warga tersebut yang berada tepat didekat Eduard, kerah bajunya ditarik penuh kegeraman oleh Eduard menanyakan dengan nada tinggi cerminan kekesalan dan kemarahan tingkat tinggi.

“katakana padaku siapa yang telah mencelakakan Adinda?”

“nona yang ada di mobil itu tuan Eduard dia yang menabrak Adinda dengan mobilnya”penuh ketakutan warga itu menjawab.

Eduard melepaskan tanganya dari warga itu dan membalikan pandangannya kearah mobil yang menabrak Adinda tadi, terlihatlah seorang wanita duduk dengan senyum manis yang tersungging di ujung bibirnya.

“Kurang ajar kau Rosa Luxemburg, beraninya kau mencelakakan Adinda, wanita yang sangat kucintai”

“Eduard, kita ini kolonial terhormat, tak pantaslah kita menjalin hubungan dengan rakyat bodoh Lebak ini, lagi pula Adinda tak mencintaimu bukan, malahan dia membencimu, seharusnya kau bersyukur melihat dia mati dengan cara seperti ini, dan juga aku sangat membenci wanita berengsek itu, karena dia juga telah merebut Saijah dariku”

“tak berhak kau mengatur kehidupanku wanita sialan, aku yang menentukan jalan hidupku sendiri”

Percekcokan antara Eduard Douwes Dekker dan Rosa Luxemburg terus berlanjut, menggunakan bahasa-bahasa yang sulit dimengerti rakyat Lebak, sampai sebuah tamparan keras dari tangan kasar Eduard mendarat di wajah cantik Rosa, dengan cepat Rosa mengambil sebuah senapan yang tersimpan rapi di pinggir kursi mobilnya, dan Doorrrrr, sebuah pelatuk yang ditarik Rosa kini menghantarkan timah panas menembus dada Eduard, Eduarpun jatuh ambruk dengan timah panas yang menembus dadanya, Rosa Luxemburg pun tertawa penuh kemenangan melihat 3 orang yang berani macam-macam padanya kini tergeletak tak bernyawa dengan tangannya sendiri.


Naskah Drama AKU INGIN DIBACA Karya Fadri Irman, Novel Max Havelaar karya Multatuli, cerpen Malin Kundang Bukan Anak Durhaka Kata Ibunya karya Jufran Helmi.

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler