Skip to Content

Di Terminal Jombor

Foto Hudaagsefpawan

Ketika kutemui kau untuk kesekian kalinya

Udara semakin panas dan mengeras di perutku

Tak bisa kumaknai arti dari sebuah keberangkatan atau kepulangan

Orang-orang diam membawa tujuannya masing-masing

Sedang hatinya ditinggalkan di alamat rumah lain

 

Untuk kesekian kalinya

Cahaya matahari yang pucat bergelatungan di rambutku

Seperti kutu-kutu, beberapa garukan membuatku ngantuk

Aku semakin malas untuk sekadar bergerak

Menerjemahan rindu di atas jarak dan waktu

Cintaku tertimbun di dalam tanah gelap ini

 

Sungguh dalam persinggahan yang sementara ini

Musim yang lain bergulir di dalam dadaku

Tanah ini menyedera segala hasratku

Terminal adalah gerbang cuaca yang berbeda

 

April 2019

 

 

Badai dan Puisi

 

Mungkin aku tak pernah merasakan belaian musim

Yang memeras keringat orang-orang di sepanjang jalan

Kulihat orang-orang semakin tenggelam pada keyakinannya,

Meninggalkan jiwanya di sudut sempit bumi yang renta

Dengan tulang-belulang mereka  berenang

Menuju pulau  tempat kota-kota terbakar

Dan matahari yang angkuh menembakkan anak pelurunya

Di benak mereka yang diguyur mimpi-mimpi panjang

 

Sementara di kamar dingin waktu

Kusaksikan dua musim bercinta, gelombang badai  lahir

Menerjang rimbun pohon dalam tubuh mereka

Kematian dengan gaunnya yang hitam

Menari-nari di dalam dada

 

Airmata yang menggenang di dalam jiwa

Menjadi bukit kata-kata yang tak pernah bisa kupahami

Mengapa kehidupan selalu memiliki arti

Sedangkan keabadian hanyalah kekosongan itu sendiri

Dan kesunyian ini selalu berakhir di dalam puisi

 

April 2019

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler