Ketika kutemui kau untuk kesekian kalinya
Udara semakin panas dan mengeras di perutku
Tak bisa kumaknai arti dari sebuah keberangkatan atau kepulangan
Orang-orang diam membawa tujuannya masing-masing
Sedang hatinya ditinggalkan di alamat rumah lain
Untuk kesekian kalinya
Cahaya matahari yang pucat bergelatungan di rambutku
Seperti kutu-kutu, beberapa garukan membuatku ngantuk
Aku semakin malas untuk sekadar bergerak
Menerjemahan rindu di atas jarak dan waktu
Cintaku tertimbun di dalam tanah gelap ini
Sungguh dalam persinggahan yang sementara ini
Musim yang lain bergulir di dalam dadaku
Tanah ini menyedera segala hasratku
Terminal adalah gerbang cuaca yang berbeda
April 2019
Badai dan Puisi
Mungkin aku tak pernah merasakan belaian musim
Yang memeras keringat orang-orang di sepanjang jalan
Kulihat orang-orang semakin tenggelam pada keyakinannya,
Meninggalkan jiwanya di sudut sempit bumi yang renta
Dengan tulang-belulang mereka berenang
Menuju pulau tempat kota-kota terbakar
Dan matahari yang angkuh menembakkan anak pelurunya
Di benak mereka yang diguyur mimpi-mimpi panjang
Sementara di kamar dingin waktu
Kusaksikan dua musim bercinta, gelombang badai lahir
Menerjang rimbun pohon dalam tubuh mereka
Kematian dengan gaunnya yang hitam
Menari-nari di dalam dada
Airmata yang menggenang di dalam jiwa
Menjadi bukit kata-kata yang tak pernah bisa kupahami
Mengapa kehidupan selalu memiliki arti
Sedangkan keabadian hanyalah kekosongan itu sendiri
Dan kesunyian ini selalu berakhir di dalam puisi
April 2019
Komentar
Tulis komentar baru