Sri Wintala Achmad
Pantai Kwaru Sore Hari
Menyusuri gang pasir di naungan cemara
Mengingatkanku pada masa muda
Mengejar-ngejar matahari biru yang
Kausembunyikan di balik kabut
Di pantai yang membuncahkan busa-busa
Aku gambar jantung terkoyak di pasir
Sesudah kauselingkuhkan matahari
Pada camar yang tersesat jalan pulang
Menjelang senja, lautku terbakar
Bersama gelombang memijarkan api
Bagimu yang telah mengkhianati langit
Dengan lengkung bianglala
Pantai Kwaru, 2013
Perempuan yang Menyisir Pantai
Perempuan menyisir pantai tanpa alas kaki
Meninggalkan jejak-jejak usia yang
Senasib sajak dari para penyair, sebelum
Gelombang waktu menghapusnya
Dengan satu sapuan
Saat matahari oleng ke langit barat
Perempuan menyaksikan perahu tua bakal labuh
Di mana senja adalah ambang mimpi buruk
Tentang tarian angin yang berpusar
Tanpa catatan aroma laut
Pada langkah kesekian, perempuan tengadahkan wajah
Buat sekadar menatap hamparan langit berawan
Terbentang bagai sebingkai kanvas kosong
Tak ada warna tak ada gambar, selain
Kekelabuan hati paling airmata
Pantai Kwaru. 2013
PETANG SEUSAI HUJAN REDA
Kilat yang menggores langit bersampul awan
Mengingatkan kata selamat tinggal dari kekasihmu
Seusai fajar yang kaubirujinggakan dengan cinta
Hanya berujungkan pada petang
Menderaskan hujan air mata
Kepada siapa sajak cinta kembali kaunyanyikan
Bila lelaki lebih memuja kucing ketimbang anjing
Yang selalu menjilati tapak kakimu demi pepes ikan
Sebelum meninggalkanmu senasib
Tulang-belulang seekor tikus
Hujan reda, namun bola matamu masih berkaca-kaca
Tak ada isak dan kata-kata tuk diabadikan dalam puisi
Selain dendam untuk disihir sebagai kuntilanak
: Hantu pada setiap lelaki yang
Menyembunyikan pisau lipat di balik gaun kekasihnya
Cilacap, 30122012
PEREMPUAN YANG MEMBACA PUISI
Dari ruang paling hati, perempuan membacakan puisinya. Agar menjadi semilir angin, yang meredam dendam matahari. Menjadi lambaian hijau dedaunan.
Di ruang-ruang perjamuan, perempuan membacakan puisinya. Agar menjadi semangkok sup dan segelas pop ice, yang memadamkan jiwa-jiwa terbakar.
Dalam ruang paling rahasia, perempuan membacakan puisinya. Agar terpahami isyarat kabut. Oleh beburung yang akan pulang ke sarang di balik bukit.
Cilacap, 2013-2014
DI KAKI BUKIT SENJA HARI
Bukit mempuisikan kabut cinta yang
Telah diprasastikan pada setiap batu
Bersama larut terik, menanggalkan
Sejarah perhelatan lelaki dengan matahari
Bagimu Din: merpati bermata biru safir
Merentangkan sepasang sayap perak
Atas dendam rindu yang tertangguhkan
Yogyakarta, 2000
Komentar
Tulis komentar baru