Skip to Content

SUARA PARAU DARI MASA LALU

Foto M H Ramdhoni J
files/user/39/btu.JPG
btu.JPG
pertama,
di lembah ini terbentang kisah
suku yang melompati jurang.
demi harga diri tak tertawar.
demi keyakinan pembalut nurani.
walau beribu laskar Tuhan
menyapu laksana air bah.
penjelajah tanah minang;
terusi bumi malayu;
meluluhlantakkan muko-muko.
cakak gunung pesagi;
khegah di bahway;
lapah mit sekala bekhak.
mereka tetap berkukuh,
tak hendak berserah
pada tuhan yang satu.
para dewata akan menagih
pendurhakaan ini.
tetaplah mengimani
batu dan pokok.
kisah bertutur mereka
terlahir dari bebatu dan pokok.
musykil jika kau anggap
tuhanmu esa.
demi sabda dewa mereka
berperang taruhan nyawa.

kedua,
disini seribu tahun berlalu,
pernah bertempur perwira
kerdil gagah berani.
sempat menawan hati
para pangeran yang terkesima.
timbulkan decak kagum
pengawal syahadat.
walau berakhir kalah
mereka tak mau berserah
di haribaan Tuhan.
“lebih baik mati daripada
hidup menghamba pada
tuhanmu yang tak nampak.”
begitu sang panglima
kerdil berhujah.

ketiga,
dan sejarah jatuhkan pilihan.
bangsa kerdil lesap
dalam lipatan sejarah.
sisakan ngarai menyeramkan.
kadang ku dengar suara misterius
parau dari dasar ngarai :
“kami mengaku kalah namun
jiwa kami takkan.”


Way Mengaku, Liwa, 23 Januari 2007


Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler