Skip to Content

Indonesia

DIBALIK KONTROVERSI '33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH' DITUDING BAYARAN

Reporter: Laurencius Simanjuntak dan Mustiana Lestari,  Senin, 6 Januari 2014

 

KESUSASTRAAN INDONESIA SEBELUM KEMERDEKAAN

KESUSASTRAAN INDONESIA SEBELUM KEMERDEKAAN[1]

Oleh: SAPARDI DJOKO DAMONO

 

 

PENGANTAR 

MENERAWANG NASIB SASTRA INDONESIA

Oleh: DEN RASYIDI *

 

Di Indonesia nasib sastra miris dan nyaris mati, bahkan sastrawan sulit untuk dihormati. Padahal, jauh di Negeri Persia, sastrawan satu tingkat di bawah Ilahi, karya-karyanya satu tingkat di bawah Alquran.

SASTRA “VERSI IKLAN KECAP” INDONESIA *

Oleh: Nurel Javissyarqi

 

“Nun, demi kalam (pena) dan apa yang mereka tuliskan.” [QS. al Qalam (68) ayat 1].

Judul makalah ini mengambil olok-olokkannya kritikus Dami N. Toda kepada A. Teeuw dalam esainya “Mempertanyakan Sastra Itu Kembali” di bukunya “Apakah Sastra?” Cetakan Pertama, IndonesiaTera 2005. Yang juga ‘versi iklan kecap’ menurut saya!

MEMBONGKAR MITOS KESUSASTRAAN INDONESIA (BAGIAN 24/6)

Oleh: Nurel Javissyarqi

 

(VI)

MEMBONGKAR MITOS KESUSASTRAAN INDONESIA (BAGIAN 24/5)

Oleh: Nurel Javissyarqi

 

(V)

Nurel: “Pak Yamin, ini Bapak Ki Hadjar Dewantara pengen nimbrung juga, boleh kan?”

M. Yamin: “O… Mas Dewantara, persilahkan masuk Nurel. Di sini kita mengalir saja.”

Nurel: “Ya Bapak.”

(Lalu mereka ngobrol berdua).

Dewantara: “Assalamualaikum”

M. Yamin: “Waalaikumsalam”

MEMBONGKAR MITOS KESUSASTRAAN INDONESIA (BAGIAN 24/4)

Oleh: Nurel Javissyarqi

 

(IV)

M. Yamin: “Ambilkan pengertian Sumpah Palapa lebih dulu di Wikipedia, sebelum larut berkelana.”

MEMBONGKAR MITOS KESUSASTRAAN INDONESIA (BAGIAN 24/3)

Oleh: Nurel Javissyarqi

 

(III)

M. Yamin: “Nurel, kenapa kau tak ambil kalimat dari buku-bukuku, biar agak gimana gitu? Hehe…”

Nurel: “Pengennya, tetapi buku-buku Bapak berada di Lamongan, sementara saya masih di Ponorogo. Ya semoga sebelum rampung catatan ini, bisa pulang terlebih dulu ke kampung halaman.”

MEMBONGKAR MITOS KESUSASTRAAN INDONESIA (BAGIAN 24/2)

Oleh: Nurel Javissyarqi

 

(II)

Di bawah ini saya gunakan beberapa pendekatan, ada dongeng bagi yang suka cerita, dan jalur selanjutnya lihat saja nanti. Setidaknya tidak terlepas daripada harapan M. Yamin, atau lima faktor memperteguh persatuan: sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.

***

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler