Skip to Content

Koleksi

PUISI-PUISI MOH. WAN ANWAR

DI RUANG TUNGGU

kita duduk berdua saja

kau tamu, aku tamu juga di sini

ke mana tuan rumah, tanyamu

 

lantas kita pun berkenalan

lewat bahasa yang tak kumengerti

meski aku paham isyarat sorot mata

dan kulit muka yang kelabu

 

kita sama-sama menatap ke luar jendela

PUISI-PUISI MOCHTAR PABOTTINGI

SUATU MALAM DI HONOLULU

Seorang setengah baya

Melantunkan lagu-lagu Hawaii

Dengan gitar. Di sidewalk Waikiki

 

“Untuk tuan-tuan. Untuk nyonya-nyonya

Untuk tuan-tuan dan nyonya-nyonya!” serunya

Ke segenap turis yang lalu lalang

“Kunyanyikan sendiri

Beberapa lagu hasil piringan hitamku

PUISI-PUISI MEDY LOEKITO

KENANGAN AKAN ZUBAIDAH

: untuk duka Aceh, 26 Desember 2004

 

boneka tak berkaki

menepi di denyut alir

tatapnya menyeru

diamnya mencari

lengan mungil yang dulu memeluk

 

lengan mungil berlumpur

menepi dihentak alir

diamnya merindu

pedihnya mencari

PUISI-PUISI MARDI LUHUNG

GIRI: CIUMAN BIBIRKU YANG KELABU

Seperti bangun-bangunan batu yang tebal

aku ciumi dindingmu dengan bibirku yang kelabu

lantaran kedua kakiku terikat besi, sedang

tanganku cuma bisa mencengkeram lemah

 

ya, ada degup di situ, aku dengar pelan-pelan

dan seseorang yang telah hancur berabad dulu

PUISI-PUISI MANSUR SAMIN

PERNYATAAN

Sebab terlalu lama meminta
tangan terkulai bagai dikoyak
sebab terlalu lama pasrah pada derita
kesetiaan diinjak

Demi amanat dan beban rakyat
kami nyatakan ke seluruh dunia
telah bangkit di tanah air
sebuah aksi perlawanan

terhadap kepalsuan dan kebohongan

PUISI-PUISI MADE WIANTA

ADRIAN VICKERS CERAMAH DI HARIAN NUSA, JL. HAYAM WURUK, DENPASAR, 13 JULI 1996

terkulir saja

apa itu durhaka, kebebasan, sumpek

terkoyak, mencerca

paduan suara monyet

petualang meninggalkan wajah

bertuliskan empot-empotan

berkumandang di rawa gambut

kembali ke akar, ranting pun ingin dimadu

PUISI-PUISI M. FADJROEL RACHMAN

MENARI DI TEPI WAKTU

andai aku bertemu lagi denganmu. aku pasti tersipu menyebut namamu

karena tanpa ragu, engkau menyebut namaku. dengan keramahan, dan ejaan sempurna

engkau bertanya, “ke mana saja kamu selama ini?”

“aku menunggumu sejak perpisahan terakhir,” ujarmu memelukku lembut, matamu basah merindu airmata

 

PUISI-PUISI M. AAN MANSYUR

SUATU SIANG DI SEBUAH KAMAR AKU DIAM

DI DEPAN SEPASANG JENDELA KEMBAR

YANG MEMBAGI LANGIT BERWARNA BIRU CERAH

MENJADI DUA SAMBIL SEKALI LAGI

MENDENGAR KAU MERENCANAKAN PERPISAHAN

 

PUISI-PUISI LINUS SURYADI AG

INSTRUMENTALIA

-untuk Oka Kusumayudha-

Ibarat piano, biola dan drum
Disentuh oleh pemain alam
Itukan suara dalam hatimu ?
Mendadak menjadikan bayang
Instrumen melahirkan Ave Veoum
Membujuk-bujuk kemauanku
Menimbulkan gagasan baru
dalam gairah hidup kekal

PUISI-PUISI LEON AGUSTA

JALAN RAYA IBU KOTA
Kudengar topan menggertak dan angin menerjang
“Apakah belum lagi siap; aku tak akan pernah siap”
Bahkan untuk tidur
Tapi aku tertidur juga
Diayunkan deru cemas
Dinyanyikan jeritan badai
Sampai pagi yang pucat
Membangunkanku
“dalam tidur, mimpi buruk selalu mengejarku”
Pagi hari

Sindikasi materi


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler