Skip to Content

Di Meja Makan

Foto Salman Imaduddin

DI MEJA MAKAN

KARYA: SALMAN IMADUDDIN

 

 

SEMENTARA SITI DAN KEDUA ANAKNYA MENUNGGU KEDATANGAN LELAKI YANG MEREKA BANGGAKAN, HADI MERENUNG MEMIKIRKAN NASIB BAPAKNYA  ZAHRA MEMBANTU IBUNYA MENATA MAKANAN.  BEBERAPA SAAT KEMUDIAN AKHIRNYA  SOSOK YANG MEREKA RISAUKAN MUNCUL. SURYO DATANG DENGAN PENJAGAAN BEBERAPA ORANG.

1. Suryo : Assalamualaikum

2. Istri dan anaknya:  Waalaikumsalam

3. Siti : Nak Bapak sudah datang... Makanannya sudah siap. Mari ke dalam.

4. Zahra: Bapaaakk

5. Suryo: eh anak Bapak kangen ya..

6. Suryo: Bagaimana Dek, selama bapak tinggal kalian sehat-sehat saja kan?

7. Siti: Sehat mas Alhamdulillah. Hanya saja beberapa hari terakhir Zahra kadang mengigau memanggil bapaknya.

8. Suryo: Ya Gusti anak Bapak.

9. Zahra: Bapak ke mana saja lama sekali tidak pulang-pulang

10. Suryo: emm... Bapak habis naik gunung sama paman-paman kamu

11. Zahra: Kok Ara tidak diajak?

12. Suryo: Ara belum kuat fisiknya, nanti kalau sudah kuat kita sama-sama pergi

13. Zahra: Iya Pak Ara mau ikut. Ara mau tau bagaimana pemandangan di gunung

14. Siti: Ara sambil Ibu suapin yaa? sini.

15. Suryo: Wah makanannya sudah siap yaa..yuk  mari makan. Duduk di samping Bapak sini Bapak juga kangen sama kamu. (Hadi tidak menghiraukan bapaknya) Apa yang kamu pikirkan? Sudahlah ayo sini

16. Siti: Kak, ayo kita makan.

17. Hadi: Iya

18. Suryo: Ayo kita makan, sepertinya sangat enak makanannya . Lidah bapak rasanya sudah sangat basah ini, padahal baru dilihat.

19. Siti: Iya mas silakan dimakan

20. Suryo: wah ini rendang kesukaan bapak niihh

MEREKA MULAI MEMAKAN SEDIKIT, LALU HADI BERHENTI DAN MEMANDANGI SURYO

21. Siti:  kak ayo dimakan

22. Hadi: Iya bu

23. Suryo: Kak ayo lanjut makan

24. Hadi: iya pak

GILIRAN SITI MEMANDANGI SUAMINYA

25. Zahra: bu.. bu

26. Suryo: Lho..dek ayo dimakan lagi

27. Hadi: Iya bu, makan dulu saja

28. Siti: mm Eh, iyaa.. iya kak

29. Zahra: Pak kenapa ya Ara belakangan ini sering sekali mimpi bermain bersama bapak. Bermain di taman yang indah sekali, penuh ilalang dan ada bunga-bunga. Ara membawakan kupu-kupu untuk bapak, cantik sekali kupu-kupunya, coraknya merah dan hijau. Tapi kupu-kupu itu terbang belum juga sampai ke tangan bapak, huhhh. Lalu setelah itu ara mengambil bunga untuk bapak.

30. Suryo: oh ya? Wah bunga apa itu?

31. Zahra: ada dua pak, bunga mawar dan melati

Aku senang sekali bapak sekarang sudah pulang dan berkumpul  dengan kita lagi

32. Siti: Ayo nak, (menyuapi)

33. Zahra: huh, Sabar Bu Ara lagi cerita mimpi Ara ke bapak

34. Siti: iya tapi makan dulu ini ibu suapin

35. Zahra: ah ibu. (menerima suapan makanan, sambil mengunyah) bapak, bapak saat aku terbangun  ibu selalu bilang bapak masih lama pulangnya. Tadi juga begitu. Tapi bapak sekarang sudah pulang, aku senang sekali hehe....

36. Siti: iya maafkan ibumu ya, ibu tidak tahu kalau bapak akan pulang lebih cepat.

37. Hadi: Pak, bapak begitu lelah kelihatannya. Nanti setelah makan aku pijat ya badan bapak

38. Suryo: ah tidak, tidak lelah kok biasa saja. Tidak perlu, kamu istirahat saja setelah ini.

39. Hadi: tidak pak aku tidak mengantuk

40. Suryo: hmm yasudah kalau kamu maunya begitu

SETELAH MAKANAN HABIS SURYO MENGAMBIL SISA ROKOK DI SAKU CELANA, LALU MENGHISAPNYA

41. Suryo: Bapak menghabiskan rokok dulu ya

42. Zahra: pak besok temani Ara belajar ya. Ara ingin sekali belajar sama  bapak.

43. Siti: ... Ara bapakmu kan baru pulang besok bapak harus istirahat

44. Zahra: Ibu belajarkan tidak lelah bu. Bapak pasti mau menemani aku belajar

45. Suryo: Iya insyaAllah bapak temani ya besok. Sekarang sebaiknya Ara tidur. Sudah larut malam

46. Zahra: baiklah

ZAHRA DAN SITI MASUK KE KAMAR

SETELAH MENGHABISKAN ROKOK HADI BERGEGAS MEMIJATI BAPAKNYA

47. Hadi: pak, maafin kakak ya belum bisa jadi anak yang baik

48. Suryo: kamu sudah sangat baik kok. Nih kamu saja memijat bapak, padahal bapak ndak minta lho.

49. Hadi: iya pak, maaf dulu kakak sering melawan bapak, sering membantah bapak

50. Suryo: Iya sudah bapak maafkan kak, kamu habiskan makanannya dulu nanti baru pijat bapak

51. Hadi: Nanti aku habiskan setelah memijat bapak. Sebenarnya aku tidak lapar.

52. Suryo: yasudah kalau begitu

SITI MASUK

53. Siti: tadi mas Surno datang

54. Suryo: Datang?

55. Siti: Sedikit banyak aku menduga akan seperti ini mas

56. Suryo: apa kamu takut?

57. Siti: Tidak aku tidak takut

58. Suryo: Alhamdulillah

59. Suryo: Saat awal bapak bertemu ibumu dulu kak. Ibumu sudah menalar akan terjadi hal-hal seperti ini. Bapakmu ini keras kepala. Bapak terlalu percaya diri. Semua bapak anggap salah, kecuali pikiran dan tafsirannya sendiri.

60. Hadi: Pak memangnya apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Bapak tidak pernah melibatkan aku dalam urusan ini.

61. Suryo: sudahlah kak, Ini sudah menjadi konsekuensi yang harus bapak terima. Bapak tidak bisa sampaikan apa-apa kepadamu. Yang jelas kamu harus menjaga Ibu dan adikmu nanti.

62. Hadi: Aku sangat menyesal, telah menyia-nyiakan waktuku bersama bapak dulu.

63. Siti: Mas, Seandainya takdir berkata lain. Dan Mas akan tetap bersama kami. Ke mana kita akan pergi mas?

64. Hadi: Bu,  memangnya apa yang telah Bapak lakukan sampai-sampai bapak harus menerima hukuman semacam ini?

65. Suryo: Sudah kak nanti kamu akan tahu sendiri. Ini semua sudah digariskan. Sebentar lagi bapak akan mendapat jawaban atas kebenaran atau kesalahan yang telah bapak lakukan selama ini. Dan kelak kak, kalau kamu sudah mengetahui sebab-sebab hal ini menimpa Bapak. Tetap berusahalah untuk ikhlas, jangan mendendam

66. Hadi: Pak, hukuman ini betul-betul gila. Apa pantas bapak menerimanya?

67. Suryo: ya kita lihat saja nanti pantas atau tidaknya. Toh bapak tetap menerimanya. Bapak minta kamu tetaplah bersabar. Jangan menjadi pendendam.

68. Hadi: Aku tidak akan mendendam pak, aku hanya ingin tahu lebih jelas. Dari pelakunya sendiri. Dari tersangkanya sendiri. Bukan dari orang lain apalagi dari catatan-catatan surat kabar. Media-media bisa di manipulasi. Aku lebih percaya bapakku sendiri.  Bapak telah mengajarkanku  ikhlas dengan apapun yang terjadi di masa yang akan datang. Tapi aku tidak akan tenang tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi sampai Pak Le memutuskan harus menghukum bapak dengan hukuman ma..(Suryo memotong)

69. Suryo: Heesshh... sudah-sudah. Setidaknya dari caramu bicara barusan bapak merasa tenang dan bapak senang. Bapak yakin kamu kini sudah lebih pintar.

70. Suryo: makanan tadi menjadi  nafsu kenikmatan dunia yang bisa bapak rasakan terakhir kalinya. Jadi, tolong nanti dihabiskan, jangan sampai terbuang.

71. Hadi: Apa yang harus aku lakukan nanti pak saat bapak tidak ada?

72. Suryo: Lakukan saja seperti yang biasa kamu lakukan

73. Siti: Kenapa mas, kenapa mas turun dari gunung?

74. Suryo: Keadaannya sangat buruk. Hujan panjang hampir setiap hari. Malam begitu gelap pekat, kami tidak mendapatkan apa-apa untuk dimakan. Persediaan habis.

75. Siti: bagaimana nasib kita nanti?

76. Suryo: percayalah semuanya akan baik-baik saja. Kamu jangan khawatir.

77. Siti: bagaimana bisa tidak khawatir mas?

Mas, kamu dengan mudah memasrahkan dirimu begitu saja. Sedang kami akan menjadi manusia-manusia saksi sejarah kelam. Dalam sisa hidup, kami hanya menunggu kebenaran yang hanya terjawab saat kami mati. Mengapa tidak mereka habisi saja kita sekeluarga. Menghitung detik menuju kehilangan adalah siksaan mas.

HADI GUSAR MENINGGALKAN MEJA MAKAN

78. Suryo:  tenang lah kak. Apakah Keyakinan di kalian telah rapuh sampai-sampai gelisah begini?

79. Hadi: bagaimana caranya pak. Bagaimana pak? Tunjukan padaku! Manusia mana yang tak gelisah mengetahui akan ditinggal oleh orang yang disayanginya

80. Suryo: Habiskanlah makanan kalian

81. Siti: Aku kecewa mas

Kenapa mas menyerahkan diri?

82. Suryo: Beberapa dari kami meninggal, bukan tertembak. Mereka menahan lapar. Sesekali seperti makhluk hutan memakan segalanya, lalu keracunan.

83. Siti: tidak mungkin makanan di gunung habis

84. Suryo: Terlalu banyak dari kami yang sakit-sakitan.  Bagaimana kami bertahan?

85. Siti: Kenapa tidak pindah?

86. Suryo: Kami telah dikepung.

87. Siti: tidak coba melawan?

88. Suryo: bagaimana bisa melawan. Orang kita ada yang turun memata-matai, beberapa tertangkap. Mereka melihat banyak rumah warga habis terbakar. Konon berhari-hari kerusuhan, teriakan anak kecil wanita dan orang tua. Kami di kambinghitamkan. Kami dianggap pelaku semua kerusuhan itu. Kami semakin terjebak. Warga sekitar  berdiri berjejer menjadi  pagar penghalau, menjadi tameng. Bagaimana cara kami melawan. Apakah ada cara untuk melawan? Sekalipun kami akan kalah. Apakah kami harus menembaki warga-warga itu?

89. Suryo: Sudahlah tidak ada yang perlu dicemaskan. Ini sudah menjadi takdir GustiAllah.

90. Hadi: Mereka kejam. Mereka picik. Pengecut

91. Hadi: Pak setidaknya beritahu aku. Berilah arahan. Aku pasti sanggup menempuhnya. Aku akan melanjutkan tugas mulia ini pak.

92. Suryo: Kamu ingin arahan dari bapak? Baiklah, kalau begitu ..Makan lah makananmu. Tak ada pesan terakhir untukmu.

93. Suryo: Bapak hanya akan membuka topeng. Bapakmu bukan nabi. Mereka menganggap bapak mampu menyembunyikan tentara di hutan-hutan GustiAllah. Mereka tidak tahu Bapak hanya lelaki kerempeng cerewet yang suka bercermin.

94. Siti : Penderitaan ini seperti sia-sia. Seperti berjuang untuk sebuah kekalahan.

95. Suryo: Kamu memilih penderitaan ini, kamu tahu aku berada di jalan penderitaan yang panjang. Jika kamu tahu mengapa kamu menerima? Mengapa kamu sesali.

96. Siti: Tetapi aku masih belum bisa menerima, hasil terburuk ini benar-benar terjadi. Kita yang telah sama-sama  memilih. Hidup ini memang selalu penderitaan. Tapi kita memilih mengambilnya sekarang.  Dan lihatlah penderitaan ini seolah-olah penderitaan yang kita buat sendiri. Seperti perjalanan penyiksaan diri sendiri.  Sekarang aku merasa konyol mas. Ketika dulu mas memberikan aku pilihan. Mengambil penderitaan ini atau menabungnya untuk masa yang akan datang. Tak ada pilihan bagiku selain mengambil dan menempuhnya, mas.

97. Suryo: Lalu kenapa Dek?  apakah kamu menyesal sekarang? Kepada siapa kamu akan menuntut? Kepada diriku kah kamu akan menuntut. Silakan. Tapi aku akan segera pergi dan protesmu jadi sia-sia. Kemarahanmu padaku tidak akan mengubah keputusan Surno. Tidak ada gunanya sebuah penyesalan. Terlalu menyesal dengan semua ini  berarti sama saja kita tidak memiliki keyakinan yang kuat.

98. Hadi: Setidaknya beritahu kami bagaimana kami harus bersikap dan bertindak

99. Suryo: kak, keyakinan bukan doktrin yang bisa dipaksakan kepada setiap diri seseorang. Bagaimanapun bapak mengarahkan tidak akan berbuah apa-apa tanpa adanya keyakinan. Sedangkan  kepasrahan. Lihatlah kalian tidak rela dengan semua takdir ini. Kalian tidak mampu melepaskan si tua kerempeng ini.

100. Hadi: demi Allah Kaka paham pak. Tapi soal penderitaan, kita telah sepakat menempuh bersama-sama. Tetapi apa ini? Aku merasa seperti tertinggal di atas tebing di kelilingi kabut. Pandanganku kini menjadi kabur. Aku seperti dijebak oleh Bapakku sendiri. Ia memilih jalannya sendirian.

MEREKA MENCOBA MEMAKAN HIDANGAN DI ATAS MEJA

SURYO BERNIAT BERANJAK TAK SENGAJA MENUMPAHKAN MAKANAN, SITI MEMBENAHINYA

101 Siti: sore itu semenjak  mas Surno datang membawa kabar buruknya, aku menunggumu. Setiap kali makan sampai detik ini, di lidahku Iblis datang seperti rasa pedas yang panas. Seperti kerongkongan tertusuk ikan penuh duri. ...Tetapi toh aku terus menunggumu mencicipi rasa sakit itu. Rasa sakit yang begitu cepat datang begitu cepat menjadi nanah. Rasanya sangat lama aku menunggumu sambil mengunyah lukaku

102. Suryo: Kalau-kalau kamu tidak sanggup menelan makanan itu, muntahkanlah semuanya di hadapanku

103. Hadi: Aku juga merasakannya Bu. Saat Pakle  datang menyampaikan keputusannya. Aku gelisah sangat gelisah. Di jantungku seperti ada luka yang tersayat sembilu. Saat Ibu lantunkan ayat tanpa alif pada sembarang salat, sembarang rakaat. Aku membayangkan Bapak sudah tak mungkin bersama kita lagi

104. Siti: Rasanya aku tidak ingin menghabiskan makanan sampai matahari terbit esok. Aku tidak ingin tertidur. Dan memang tak mungkin mampu tidur.

105. Suryo: Maafkan suamimu, maafkan Bapak kak. Maafkan bapak yang akan menelantarkan  kalian.

SELESAI MAKAN SURYO MEROKOK

106. ZAHRA MENGIGAU MEMANGGIL-MANGGIL BAPAKNYA LALU BANGUN KELUAR KAMAR

107. Suryo: eehh,, putri Bapak terbangun rupanya

108. Zahra: (mengucek mata) Kenapa kalian masih di sini? bukannya kita sudah harus beristirahat?

109. Siti: Iya nak, ini kami sebentar lagi akan beranjak tidur

110. Suryo: ayo tidur lagi nak

111. Zahra: mmm kenapa makanan di piring Ibu dan Kakak belum habis? Ibu bilang kalau makan harus dihabiskan nanti mubazir... tapi kok hanya bapak yang mengahbiskan makanannya?

112. Siti: Nanti ibu akan menghabiskan makanannya. Kakak juga akan menghabiskannya.

113. Zahra: baiklah. Hmm... Bapak kapan Ara akan ikut naik gunung?

114. Suryo: Nanti ya nak, jika waktunya tepat

115. Siti: Nanti naik gunungnya sama ibu ya. Bapakmu sudah tidak mungkin naik gunung lagi..

116. Zahra: Lho kenapa Bu? Emang iya pak?

117. Suryo: Iya nak, Bapak sudah semakin tua

118. Zahra: tapi bapak bilang kita akan naik gunung, Ara sangat ingin naik gunung sama bapak

119. Siti: Sudah kamu tidur sana ra, sudah malam. Besok kita bicarakan lagi. Nanti ibu menyusul

DENGAN TERPAKSA ZAHRA KEMBALI MASUK KE KAMARNYA

120. Siti: Mas, terkadang aku merasa hidup kita ini aneh mas. Waktu kamu pergi berbulan-bulan aku itu pernah merasa pasrah. Aku berpikir mas tertangkap atau tertembak aparat. Berita di mana-mana mengecam pemberontakan kamu mas. Padahal di awal mas membangun negeri islami ini. Justru masyarakat yang mengetahuinya malah senang dan menerima. Merasa terlindungi. Sekarang mas, bahkan kamu akan dihukum mati mas. Aku tidak menyangka mas Surno menempuh cara-cara yang seperti ini untuk kekuasaannya, dengan dalih persatuan masyarakat. Ia rela menghabisi nyawa temannya sendiri.

121. Suryo: kalau aku dek, aku sudah memikirkan semua hal yang mungkin terjadi. Jika kita beranggapan bahwa dalam menentukan sesuatu, kita hanya dengan diri kita sendiri tanpa ada hal-hal yang dimaksudkan  oleh orang lain. Aku yakin itu salah.

122. Siti: memang benar, setiap manusia memiliki kebenarannya sendiri. Tapi apakah pengalaman hidup dalam ruangan yang sama tidak mampu menumbuhkan rasa kasih di dadanya. Sekarang tinggal menghitung angka. Melihat jarum itu, benar-benar menyakitkan. Ini menjadi jam-jam terakhir aku berbincang dengan kamu mas. Sebentar lagi kamu akan di bawa ke tempat yang paling memilukan sepanjang aku hidup. Meski aku tidak tahu di mana tempat itu. Tetapi aku tahu, Matamu akan ditutup kain hitam. Kamu berdiri di sebuah tiang Tanganmu akan diikat. Lalu beberapa orang menembakimu, mas.

123. Suryo: sudah lah dek. Toh kita akan berjumpa kembali, InsyaAllah di akhirat kelak.

124. Siti: Tubuhmu akan terkulai lemah dan berlumuran darah. Angin meniup-niup sakaratul maut mu mas. Dan jika ada burung-burung yang melihat atau mendengar. Mereka akan menangis dalam teriak kicauannya sambil bereterbangan. Sungguh memilukan. Setelah itu badanmu perlahan mendingin darah terus mengalir dari dadamu.

125. Suryo: Cukup dek

126. Siti: Entah jenazahmu akan dimandikan dan dislolatkan atau tidak. Tidak ada yang bisa menolongmu. Setelah kamu mati, dunia ini berlanjut dan entah apa yang akan terjadi pada kami. Sedangkan kamu mas. Kamu mati penuh pengorbanan. Dan mungkin kami...kami hidup penuh kesengsaraan.

127. Hadi: (berteriak) Aaahhhh biadab

128. Suryo: kak cukup

129. Hadi: (sambil berbisik) Bagaimana kalau aku menguntit diam-diam orang-orang yang berjaga di luar itu. Lalu jika waktunya tepat biar kubunuh mereka semua.

130. Suryo: Kamu ini bicara apa sih? Sudah kak cukup

131. Hadi: Setelah itu kita bisa kabur sama-sama. Kita pergi ke tempat yang jauh. Yang tak mungkin mereka menemukan.Daerah yang masih mau menerima Bapak. Mau melindungi Bapak...ya...yaaa itu ide yang tepat

HADI BERANJAK KE DAPUR DAN MENGAMBIL PISAU SAMBIL BERUCAP

132. Hadi: Biar kubunuh mereka...

134. Suryo: kak, mau ke mana kamu. Kak, berhent

135. Siti: Kak

HADI MASUK

136. Hadi: Ini pasti berhasil. Ini harus kita lakukan sebagai bentuk penolakan atas ketidakwarasan. Mereka semua harus mati..yaa mereka harus mati bu, mereka harus mati pak. Jika mereka mati pak, bapak akan selamat dari hukuman mati.

137. Suryo: (menampar Hadi) kamu yang betul-betul tidak tidak waras kak. Kuasai dirimu, Istighfar.

138. Hadi: Jangan menghalangi aku pak

139. Suryo: Setan  mengambil perannanya dengan baik.

140. Hadi: Kita ditindas pak diperlakukan seperti penjahat.

141. Suryo: Biar Allah yang membereskan

142. Hadi: Diam menunjukkan kita benar-benar salah benar-benar penjahat

143. Suryo: kita tidak mampu melawan

144. Hadi: Kita harus coba melawan

SURYO MENAMPAR HADI, SEJENAK HENING

145. Hadi: pak, apakah bapak tahu hasil dari semua yang telah kita lakukan? Aku tidak yakin bapak puas dengan pembalasan di akhirat kelak. Bapak sudah berjuang demi bangsa demi masyarakat demi kedaulatan dan kemerdekaan yang tegas. Kemerdekaan yang murni. Tapi lihat Pak Le akan membunuh bapak karena itu semua.

146. Suryo: Kamu harus belajar ikhlas

147. Hadi: Apa bapak tahu keyakinanku tidak seteguh bapak. Apa yang bapak yakini, dan bahkan bapak katakan..tidak akan bisa diwarisi. Bagaimana jika nanti aku tidak bertemu bapak. Seyakin-yakinnya aku pak, aku tidak pernah melihat surga dan neraka. Bagiku saat ini adalah siksaan neraka. Meski tidak luka-luka. Tapi rasanya aku benar-benar tersiksa pak.

148. Suryo: Tadi kamu bilang kamu tidak akan mendendam, bapak belum mati kamu sudah mau membalas saja.

149. Siti: Sudahlah kak, kamu tidak mungkin menghabisi mereka sendirian. Sekalipun bisa, itu hanya akan membenarkan dakwaan pak le mu. Bahwa bapakmu adalah orang yang jahat. Terlihat jelas dari tindakan anaknya.

150. Hadi: Bu, setidaknya kita tidak menjadi manusia lemah bu. Kita melawan.

151. Siti: entahlah ibu tidak tahu lagi harus berbuat apa.  Bagi ibu melawan atau menerima saat ini tidak jauh berbeda. Kenapa semuanya menjadi terasa begitu cepat.

152. Hadi: Payah. kita diperlakukan tidak adil dan harus diam

153. Siti: detik-detik jam dinding terasa bising yang menyiksa telingaku

154. Suryo: Maafkan aku. Jika keputusanku dan pikiranku selama ini salah

155. Suryo: Maafkan bapakmu. Jika perjuangan bapak benar. Maka ke depannya akan terasa. Sesungguhnya kematian adalah istirahat sementara. Bapak sudah haarus beristirahat

156. Siti: Mas, akankah kita bertemu di akhirat kelak?

157. Suryo: InsyaAllah dek

158. Siti: pertemuan kita di dunia terasa sangat singkat. Apakah aku benar telah mencintaimu, rasanya cintaku tidak ada gunanya ketika harus melihatmu malam ini. Dalam keadaan semacam ini. Di pojok kamar kita bertumpuk buku-buku di hadapan kursi tempat biasa engkau duduk akan menjadi sudut yang paling ku idamkan di sisa umurku nanti

159. Suryo: maafkan aku dek. Mungkin cintaku sudah terlalu menua, namun aku yakin cintaku di hatimu tidak akan terkubur bersama jasadku nanti. Dan Akan aku titipkan bersamamu. Jika ada yang mengancam kalian, carilah jalan perdamaian.

160. Hadi: Bapak. Maafkan aku

161. Suryo: Satu pesan bapak, jadilah seorang muslim dan mujahid yang baik.

SELESAI

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler