Skip to Content

Ulang Tahun Kakek Kirno Ke-70

Foto Beni Guntarman
files/user/2512/Kakek.jpg
Kakek.jpg

Lelaki tua itu biasa dipanggil “kakek Kirno”.  Dia lahir pada tanggal 17 Agustus 1945 tepat pada saat Bung Karno mengumumkan Proklamasi Kemerdekan Republik Indonesia.  Tahun ke tahun setiap perayaan peringatan HUT RI di desa Mekarsari, pada acara syukuran malam setelah lomba-lomba tujuh belasan, turut dirayakan pula ulang tahunnya oleh seluruh warga desa Mekarsari.

 

Kakek itu nama aslinya Sukirno. Hampir mirip dengan nama bapak proklamator  kita Soekarno atau biasa di panggil Bung Karno.  Penduduk desa Mekarsari biasa memanggilnya kakek Kirno. Beliau seorang pensiunan tentara,  pangkat terakhirnya Kapten TNI AD. Pribadinya sederhana dan ramah, beliau juga seorang yang berwibawa. Seorang tokoh masyarakat yang diteladani, dihormati, disegani, dan sekaligus dicintai oleh seluruh masyarakat.

 

Selama 40 tahun terakhir, tiada perayaan HUT RI yang tak dihadiri oleh kakek Kirno.  Beliau selalu hadir dan mengajak masyakat agar menghargai kemerdekaan yang telah diraih. “Minggu depan kita merayakan  HUT RI, ayo kita selenggarakan kegiatan untuk menyambut dan merayakannya.” ujarnya kepada kepala desa dan para tokoh masyarakat lainnya. Rutin setiap tahun, dalam rangka menyambut HUT RI warga desa Mekarsari bekerja bakti,  bergotong-royong membersihkan dan merapihkan parit, membuang sampah-sampah yang tidak pada tempatnya, merapikan tanaman yang tidak terawat oleh pemiliknya, hingga membuat gapura dan menghiasinya dengan cat warna merah putih serta memasang tulisan “DIRGAHAYU RI “.  Beliau turun tangan langsung dan sama-sama ikut bekerja bergotong royong dengan warga  desa.

 

Dalam banyak kesempatan, sering dikumpulkannya anak-anak muda desa di rumahnya yang sederhana namun berhalaman luas.  Di dalam kesempatan itu beliau mendengarkan keluh kesah anak-anak muda hingga mendengarkan usulan-usulan mereka untuk kemajuan desa.  Tak heran kalau kakek Kirno sangat dicintai dan dihormati oleh seluruh anak muda di desa Mekarsari.

 

Beliau menjadi orang tua panutan di desa. Tua dan muda, laki-laki dan perempuan, semuanya menaruh rasa hormat dan sangat mencintainya. Tidak ada masalah perselisihan antar suku, tidak ada persoalan pembangunan tempat-tempat ibadah, tidak ada pertengkaran dan perbedaan pendapat atau pun kasus batas tanah atau pun kasus pencurian yang tak bisa diselesaikan penduduk desa berkat kepemimpinan kakek Kirno.

 

Bulan Agustus datang lagi, seperti tahun-tahun sebelumnya warga desa bersiap-siap menyambut tujuh belasan tahun ini. Semua kegiatan telah direncanakan dengan baik, mulai dari kegiatan kerja bakti hingga acara aneka lomba dalam rangka tujuh belasan. Seperti biasanya, puncak peringatan akan diadakan malam hiburan yang rencananya tahun ini akan diisi acara wayang kulit semalam suntuk,  serta telah disusun pula sebuah acara khusus untuk merayakan ulang tahun kakek Kirno yang ke-70.

 

Acara kerja bakti telah selesai, gerbang desa telah berubah jadi cantik dan semarak.  Persiapan guna acara lomba-lomba tengah dipersiapkan, demikian pula panggung untuk malam hiburan tengah di selesaikan. Rabu malam Kamis terlihat anak-anak muda tengah bergadang.  Ada yang sibuk menyiapkan dekorasi untuk panggung, ada yang sibuk memotong kayu dan triplek, dan banyak pula yang sedang membungkus-bungkus kado untuk pemenang tiap-tiap lomba. Semuanya terpusat di atas panggung yang sudah terpasang kokoh. Agak malam,  tiba-tiba muncul kakek Kirno ke tengah anak-anak muda yang sedang sibuk itu.

 

Begitu melihat kakek Kirno muncul,  sontak anak-anak muda itu bertambah gembira dan bersemangat. Satu per satu mereka mendekati orang tua itu dan mencium tangannya. “Minum kopi kek?” tanya seorang anak muda. “Tidak usah, terima kasih” jawabnya.  

 

Lelaki tua itu terharu melihat kesibukan dan antusiasme anak-anak muda desa Mekarsari dalam rangka menyambut HUT RI Ke-70. Angannya melayang ke puluhan tahun silam, saat ia bersama para orang tua anak-anak muda itu melakukan kesibukan yang sama.  Malam ini disaksikannya anak-anak dari para orang tua yang setia menjadi sahabatnya menata kehidupan bermasyarakat di desa Mekarsari. Malam ini disaksikannya cucu-cucunya begitu antusias menyambut perayaan ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia Ke-70.  Ada rasa lega dihatinya bahwa anak-anak muda desa ini dapat menghargai jasa-jasa para pejuang yang telah merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan yang diraih dengan susah payah, diraih dengan pengorbanan darah dan air mata.

 

Terkenang kembali di benaknya peristiwa ketika penjajah Belanda tiba-tiba datang kembali ke Indonesia yang telah menyatakan kemerdekaannya. Belanda datang melakukan agresi milter dan membunuhi banyak penduduk yang tak berdosa. Di saat-saat genting itu umurnya masih sangat muda, dia belum mampu memanggul senjata untuk turut berjuang. Namun suasana tegang dan memcekam saat itu sulit dilupakannya,  di dalam hatinya telah tertanam tekad bahwa sampai kapan pun ia akan mempertahankan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari siapa saja yang coba-coba berniat menjajah kembali Indonesia.

 

Tiba-tiba ia memanggil seorang anak muda yang duduk tidak begitu jauh darinya. “Cung duduk sini, ada yang ingin kakek tanyakan” katanya kepada anak muda yang bernama Dirman itu. Dirman gembira karena kakek Kirno memanggilnya. “Mudah-mudahan aku dikasih ilmu sama kakek Kirno” ujarnya dalam hati.

 

“Siapa namamu?” tanya kakek Kirno. “Sudirman, biasa dipanggil Dirman kek”jawabnya. “Wah seperti nama Jenderal Besar Panglima Sudirman. Apa cita-citamu nanti?” ujar kakek Kirno. “Kalau sudah tamat SMA nanti rencananya mau masuk tentara kek” sahut anak itu. “Baguus! Kakek lihat engkau ada bakat jadi pemimpin, kakek doakan semoga engkau bisa menjadi tentara yang hebat,  semoga bisa menjadi pemimpin bagi bangsa dan negara ini di masa mendatang” ujar kakek Kirno.

 

“Saya mau jadi Presiden kek” celetuk seorang anak yang namanya Kiki. “Amiin. Semoga cita-citamu terkabul cucuku” sahut kakek Kirno. “Tapi saya bukan orang Jawa kek, apa bisa jadi Presiden?” lanjut Kiki. “Semua warga negara Indonesia berhak mencalonkan dirinya menjadi Presiden.  Semuanya boleh, asalkan bisa memenuhi ketentuan yang berlaku untuk menjadi seorang calon Presiden.” jawab si kakek.

 

“Kek ceritain dong pengalaman kakek tempo dulu, pengalaman kakek pernah ikut berperang melawan penjajah?” ujar  Ruben yang aslinya dari Flores. “Kakek lahir pada tanggal 17 Agustus 1945 bersamaan dengan detik-detik saat Bung Karno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Kakek tidak pernah ikut berperang mengangkat senjata melawan mereka. Ketika seumuran kalian kakek sudah masuk tentara dan pernah bertugas di banyak tempat. Kakek pernah bertugas di Aceh, Timika Papua, di  Banjarmasin Kalimantan, di Poso Sulawesi, dan beberapa tempat lainnya di Indonesia, dan kakek juga pernah bertugas keluar negri sebagai anggota pasukan perdamaianPBB.

 

Coba cucu-cucuku sekalian bayangkan,  betapa luasnya wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara kita terdiri dari puluhan ribu pulau, dan di dalam masing-masing pulau itu dihuni oleh berbagai suku ras dan agama,  masing-masing punya kebiasaan dan adat istiadat yang berbeda-beda. Betapa kacaunya negara ini kalau tidak ada sesuatu yang dapat merekatkan kita sebagai Satu Nusa Satu Bangsa.  Bersatu kita teguh, dengan bersatu kita bisa membangun negara yang berdaulat, adil dan makmur. “ ujar kakek Kirno dengan mata berkaca-kaca. Suasana saat itu menjadi hening ketika kakek Kirno berbicara. Anak-anak muda itu mendengarkan dengan khidmat cerita pengalaman kakek Kirno.  Sesekali sempat terdengar tawa dan canda dari mereka dalam suasana yang penuh keakraban itu.

 

Malam semakin larut, hawa dingin terasa menyengat. Kakek Kirno pamit pulang kepada anak-anak muda itu. Sepanjang langkah menuju ke rumahnya kakek Kirno merasakan ada kepuasan sendiri bisa berbagi cerita dengan anak-anak muda yang penuh semangat itu.  Bahagia, hatinya terasa begitu berbahagia malam ini.

 

Dan anak-anak muda itu malam ini merasakan ada sesuatu yang lain ketika bertemu dan berbincang-bincang dengan kakek yang sangat mereka hormati itu. Mereka telah melihat banyak contoh perbuatannya yang baik, sesuai antara apa yang diucapkan dan yang dilakukannya. Keramahannya, keteladannya mendapatkan tempat tersendiri di hati anak-anak muda itu, juga di hati seluruh warga desa Mekarsari.

 

Kamis subuh,  terdengar pengumuman melalui pengeras suara di masjid desa Mekarsari.  “Innalillaahi wa innal lillaahi roji’un.  Telah berpulang ke rahmatullah orang tua kita bernama Sukirno atau biasa kita panggil kakek Kirno pada pukul 4.45 di rumah, karena sakit serangan jantung!” Pengumuman itu dibacakan berulang-ulang kali, sontak membuat seluruh warga desa Mekarsari terbangun dan bergegas mendatangi rumah duka.

 

Rasa duka yang mendalam memenuhi benak para warga desa Mekarsari. Kesedihan yang sukar dilukiskan, rasa kehilangan yang sukar untuk tergantikan, begitu kuat terpancar di wajah mereka.  Telah berpulang seorang pahlawan nyata yang ada di depan mata mereka. Telah hilang seorang tonggak pemersatu warga desa Mekarsari.  Telah berpulang menghadap-Nya seorang lelaki tua yang sangat dicintai oleh seluruh warga desa Mekarsari, telah meninggal dunia seorang lelaki tua yang beberapa hari lagi akan merayakan ulang tahunnya ke-70.

 

Sebuah nama harum telah meninggalkan mereka, sosok pemimpin yang menjadi suri tauladan telah meninggalkan kenangan di hati mereka. Terutama di hati anak-anak muda yang beberapa jam lalu sempat bertemu, berbincang, dan bersenda-gurau bersamanya.  Lalu ada pengumuman dari kepala desa agar tiap-tiap rumah mengibarkan bendera setengah tiang selama dua hari berturut-turut sebagai tanda berkabung atas kehilangan seorang tokoh besar bagi desa Mekarsari. Rencana perayaan ulang kakek Kirno ke-70 yang semula direncanakan akan potong tumpeng lalu diganti dengan acara pengajian dan doa bersama bagi kakek Kirno almarhum.

 

Btm2015

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler