PEREMPUAN JALANG, 1
Di perempatan kota, sepasang mata jalang menyala
senyum-senyum mungilnya hangus terbakar tanduk-tanduk kerisauan
dan gigi-gigi kesunyian, yang dibawanya jauh dari dalam hatinya sendiri.
Dadanya adalah bara, tempat gerabah kesedihan dan keranda usia bertaut,
lalu mendidih jadi luapan-luapan pertanyaan liris
yang rasa-rasanya meremukkan jantungnya sendiri.
"Perempuan", katanya,
"hanyalah tangisan-tangisan kecil yang diciptakan lelaki"
Ingatannya melayang, membayang kembali lenguh nafas
dan geletar nafsu setiap lelaki yang pernah menghujamkan
tombak-tombak kecil ke dalam tubuhnya yang rengat.
Matanya seketika nyalang setelah tahu ada seribu telunjuk
yang bengal dan tak pernah merasa berdosa menuding jidatnya.
"Ini perempuan jalang", teriak orang-orang itu,
"wajib hukumnya dirajam"
dan orang-orang mengumpulkan sekeramba batu,
sementara perempuan itu terus menarik nafas panjang:
ia sudah lupa cara menyelamatkan diri dari kesedihan.
Bola matanya bengkah, hampir pecah
di kepalanya serumpun ilalang berantakan
dan sungai batu-batu tinggal hitung detik menghajar rahangnya.
Di langit, matahari sudah mulai mengernyit
di hati perempuan itu, suara jerit semakin menyayat
dan keselamatan adalah jalan paling sunyi yang mesti dilaluinya.
PEREMPUAN JALANG, 2
"Ada yang datang, ada yang pergi;
hanya satu yang tinggal: tangis kecil perempuan"
"Tunggu, tunggu!", kata seorang lelaki kepada tua-tua di gelanggang
"yang pertama melontarkan batu adalah yang mengaku tak berdosa"
Maka satu per satu tua-tua itu menghilang
dan kelepak Maut yang sempat mendekat hanyalah kenangan.
PEREMPUAN JALANG, 3
"Siapakah namamu?", tanya perempuan kuyu itu
kepada lelaki yang menyelamatkannya dari kuku-kuku maut.
Lelaki itu tersenyum kecil: menenggak
pertanyaan demi pertanyaan perempuan itu.
"Aku adalah pertanyaan-pertanyaan
yang tak sempat dijawab lelaki kepada kekasihnya!
Aku datang dari tangisan-tangisan kecil perempuan!"
dan lelaki itu menghilang, lesak ke balik kerinduan.
PEREMPUAN JALANG, 4
Mengapa begitu lekas kau pergi?
Bekas-bekas senyummu belum bisa kuingat pasti
dan sisa senja kemarin masih tunggu di depan rumah.
Bukankah kita masih perlu bertemu?
oh, tunggu kau, akan kukecup dalam-dalam pipi kananmu esok pagi
sehabis kukecup dengan sabar pipi kirimu yang lugu!
Joan Udu, Penyair asal NTT dan Pemenang "ASEAN POEM 2017"
Komentar
pertanyaan
APAKAH puisi itu berdasarkan kisah kitab suci ?tentang maria mgdalena dan yesus ?
Ini puisi yang luar biasa.
Ini puisi yang luar biasa. Membacanya selalu mengundang rasa ingin tahu.
Sangat Inspiring Puisinya
Judulnya mengingatkan pada puisinya Chairil Anwar.
Uuh.. jadi teringat narasi dan diksinya.
Dan aku bertanya tentang
Dan aku bertanya tentang puisi
Willy shayudana
Bahasa dan Sastra Indonesia
Mantap.. saya ingin mendalami sastra, terimakasih yang telah membuat ini.
Tulis komentar baru