Skip to Content

Seayat Pelaminan untuk Rindu

Foto Binoto H Balian

 

ke muara sungai mana akan kutumpah

lelehan wajahmu

yang  menahun membanjiri mataku?

patahan-patahan bayangmu

masih kupapah ke sepenjuru arah.

melintasi curaman-curaman sunyi

serta segala tikungan-tikungan sepi yang menggerjaji

di sini. di desemberku yang ke dua puluh enam,

aku, letih, mengeja pelaminan

yang tak kunjung pulih dari kutuk sendiri

memang, akulah

juara atas segala tahta sunyi,

juga maha raja

di antara para pengoleksi luka-luka matahari

makanya, berbagai gelar sunyi

dan lencana luka bertaraf semesta

telah bertabur di dadaku

rasaku, waktu nyaris hangus terbakar,

dan, serasa esok

telah tinggal hanya semenit

ini: malam tahun terakhir bagi debar jantungku.

debar yang paling petir,

serta rindu yang paling menggasing

henti dulu. lajumu:

o bulan sabit yang membabibuta,

yang menjalar.

jangan dulu terobos pintu subuh!

sebelum kucerabut ulang segala duri

yang masih menancapi segala mimpi

agar esok,

saat bayi fajar mulai belajar membuka mata:

tak kan lagi kugendong duka-duka semalam.

dimana aku

tak kan lagi lelaki:

yang gemar memaki jalan dengan cemeti rindu

 

Samosir topi tao, Desember ’05

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler