Skip to Content

Ziarah Lumpur

Oleh: Akmal M. Roem

Selamat datang, tuan-tuan dan nyonya-nyonya!
Selamat datang di kampung kami yang mulia ini
Lihatlah sekelilingmu, gedung yang indah dan megah ini
Mereka sengaja membuat gedung ini supaya kalian tidak lupa
Bahwa laut pernah sejenak meninggalkan pantai pasir putih di Lhoknga
Bahwa laut pernah hinggap di jalan-jalan sempit di Punge Blang Cut

Inilah kemegahan yang akan kau nikmati puluhan tahun lamanya
Kemegahan yang mereka cipta dari uang-uang ziarah
Tapi, dalam kemegahan ini, mereka juga sempatkan menjarah
Lalu, menyisakan sedikit luka yang tak pernah bisa diselesaikan

Aceh belum sembuh benar dari luka-luka tahun silam
Setelah perang mengurung dan merenggut asa bocah-bocah malang di kampung kami
Kini lara kampung kembali tersentak oleh air raya yang mencabik-cabik
Ribuan tubuh yang sebelumnya tak pernah menyangka akan hal ini

Lima tahun sudah berlalu
Kisah laut berlumpur menggulung kampung sembilan yang murung
Tubuh-tubuh ini tersentak lalu terbujur kaku
Pohon-pohon terburai
Rumah-rumah hancur lebur
Kampung kami luluh lantak, tak bersisa

Lihatlah tulisan di dinding itu, mereka mencoba menghibur kami
Mengajak kami untuk bangkit kembali dari keterpurukan ini
Tapi, aku melihat mereka menari-nari di atas duka
Perempuan-perempuan kenangan,
Mereka menertawakan tangisan bocah-bocah yang malang
Mencari jejak ibunda yang telah menjadi cerita lalu

Sudahlah, tuan-tuan dan nyonya-nyonya!
Jangan kau paksakan diri untuk tersenyum lagi
Begitu busuk negeri kami setelah laut murka
Darimana harus kumulai cerita duka ini?
Ketika anak-anak dan cucuku bertanya tentang kampungnya,
Saat hendak terbuai mimpi

Darimana, tuan?
Dari perangkah?
Dari gempakah?
Dari air rayakah?
Atau,
Dari kebiadaban tuan-tuan berdasi yang menggulung habis uang-uang ziarah itu?
Katakan padaku, tuan!

Kau kumpulkan uang-uang ziarah itu,
Lalu kau sulap menjadi satu singgahsana sejarah yang megah
Kau peruntukkan itu bagi mereka yang kau terka akan melupakan sejarah
Laut berlumpur menggulung kampung ini

O, tuan!
Cukup sudah kami merasakan lara yang begitu menyesakkan
Jangan biarkan kami menambah satu cerita lagi tentang kebiadabanmu itu
Cukupkanlah caramu menjarah uang-uang ziarah itu!

Semoga kau mendengar dan paham benar tetang kegelisahan
Yang kukirim dari dasar tanah yang tak pernah kau kunjung lagi
Dari Siron, Ulee Lheu, Lhoknga, calang, dan Meulaboh
Tempat kami terbujur dalam tumpukan yang maha luas,

Tapi, hanya satu nisan yang kau tancapkan dengan ribuan nama yang kau terka,
Agar keluarga kami bisa menujukan doa yang khusu’
Semoga kau bahagia dengan sejarah yang kau cipta, tuan!
Sejarah yang kau tanam dalam genung yang megah ini
Sejarah yang kau bikin untuk mencabik-cabik hati pengungsi barak Bakoy

Yang hingga kini belum tahu harus menetap di rumah mana!

18 Desember 2009


puisi ini dibacakan pada saat acara mengenang 5 tahun tsunami Aceh di Museum tsunami Aceh

26 Desember 2009

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler