Skip to Content

Sebuah Apel Busuk

Foto Kazhara Agenta

Rencana hari ini adalah untuk pergi ke pesta. Pesta makan apel. Baju yang harus dikenakan adalah baju berwarna merah. Kalau tidak, aku akan diusir. Dan kalau tidak ikut pesta akan dikucilkan. Sungguh jahat orang-orang sekarang. Namun, aku tak mempunyai uang yang cukup untuk membeli baju yang tak ku miliki itu.

Aku mengambil sekeranjang apel dengan mengenakan baju hijau lusuh. Aku menaruh keranjang tersebut di depan pagar dan lari ke koperasi.

"Selamat pagi, Pak. Bolehkah saya meminjam uang?" Tanyaku.

"Oh maaf de. Uang kas sementara kosong." Jawabnya ramah. Aku pun pergi ke tempat lain. Di jalan, aku berpapasan dengan pamanku.

"Paman! Boleh pinjam uang?"

"Berapa banyak?"

"Ya, cukup untuk membeli satu baju."

"Oh baiklah," katanya sambil merogoh kantongnya, namun mengambil handphonenya. "Maaf, ada rapat mendadak. Lain kali ya!" Katanya sembari berlari.

Akun pun mencoba orang-orang yang lain namun hasilnya tetap sama. Selalu ada alasan. Nihil. Lama-kelamaan aku merasa semua orang membenci ku. Pestanya sudah dimulai namun aku belum ada. Belum ADA.

Kuputuskan untuk berjalan berkeliling. Tiba-tiba, sehelai kain merah terbang ke arahku. Ku tangkap, dan ku perhatikan. Ya ampun, baju yang perlu ditambal. Aku mempunyai uang cukup untuk menambal.

"Bolehkah saya minta bajunya? Akan saya beri uang lebih." Tanya nenek penambal. Aku berpikir.

"Baiklah." Dia pun memberikan uang yang dimaksud. Ternyata uangnya telah cukup.

Dan... Tempat penjual bajunya jauh. Kuputuskan untuk berlari. Setelah sepuluh menit, aku sampai di sana dengan tergopoh-gopoh.

"Dek, mo beli baju? Depe toko sabantar baru buka. (Dek, mau beli baju? Tokonya buka nanti.)" Kata seorang bapak yang berbahasa Manado.

"Oh, io dang makase ne. (Oh, baiklah. Terima kasih.)" Jawabku. Aku menunggu selama setengah jam. Kucuran keringatku jatuh ke tehel berwarna putih abu-abu.

Akhirnya penjaga toko telah datang.

"Maaf. Sudah banyak pembeli di dalam. Anda harus menunggu.." Kata pemilik toko sambil masuk ke antara barang-barang. Terpaksa dan dengan hati yang berat aku menunggu. Tempat berikutnya terlalu jauh - di luar kota.

Demikian lamanya aku menunggu hingga aku merasa seperti pohon apelnya telah tumbuh besar. Rasanya telah berhari-hari aku berada di sini. Aku bersumpah. Aku telah melihat sebuah malam datang lalu pergi di tempat ini. Tempat yang gelap, dan terpencil.

Setelah mendapatkan baju yang ku inginkan, aku berlari kembali dan kali ini memakan waktu setengah jam. Ku buka pintu gerbang pestanya dan masuk. Ada sebuah kotak di tanah yang bertuliskan namaku.

Kuambil dan kubuka. Setelah kulihat isinya, ternyata sebuah apel merah besar yang ternyata adalah...

 

SEBUAH APEL BUSUK.

 

Selasa, 1 September 2015


Sumber     : Keinginan untuk menulis sebuah cerpen.

Keterangan: Cerita fiksi.

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler