Oh, Mentawai, Mentawai
oleh edi sst
Oh, Mentawai, Mentawai
Saat datang bersama debu tak bertuan
Yang menyambutmu hanya roh-roh alam
Hanya lautan, hutan, gunung, dan awan
Engkaulah yang punya, engkaulah yang bicara
Berabad-abad engkau berkata berkawan-kawan
Bersama laut, angin, batu, hewan, dan tumbuhan
Di tengah untaian dedaunan dalam arat sabulungan
Ditingkah tangis berirama anak dalam puturukat
Dikepung geremang mantra-mantra sikerei
Kini suara alam itu hanya sayup-sayup sampai
Bertanya di manakah kampung halaman?
Oh, Mentawai, Mentawai
Saat gulung ombakmu ganas menyapu
Seorang anak yang kini yatim piatu termangu
Mencari bekas rumahnya, menatap puing pantai
Kemarin sore ia masih menatap tubuh kakeknya
Yang penuh rajah sipatiti berkisah tentang alam permai
Bertanya di manakah kampung halaman?
Semarang, 2010
Catatan:
arat sabulungan: adat kuno yang mengatur kehidupan masyarakat Mentawai
sipatiti: seniman tato tradisional Mentawai
puturukat: rumah/galeri milik sipatiti
sikerei: dukun Mentawai
Foto -1
-----
Turuk Laggai Mentawai
oleh edi sst
Suara gendang menyatu dalam turuk laggai
Bersama gerak hewan di hutan-hutan Mentawai
Monyet, elang, ayam dalam cinta dan damai
Saat kaki merentak mengikuti irama gajeumak
Sebuah nafas dihembuskan menjalani takdirnya
Seperti yang tertoreh dalam tato-tato bertuah
Menjaga alam, hewan dan tumbuhan sebagai nutfah
Kini hentakan irama gendang turuk laggai
Terdengar begitu jauh. Rentakan kaki-kaki tua sikerei
Tak kuat lagi menyandang beban di atas awan
Saat kaki merentak mengikuti irama gajeumak
Sebuah nafas dihembuskan menjalani takdirnya
Seperti yang tertinggal di atas reruntukan pantai
Yang porak-poranda disapu gulungan ombak berderai
Semarang, 2010
Catatan:
turuk laggai: tarian adat Mentawai yang menirukan gerakan-gerakan hewan
gajeumak: gendang
sikerei: dukun Mentawai
Foto -2
Komentar
Tulis komentar baru