Aku ini, penyair perempatan.
Tapi, bukan lampu jalan
Bukan rambu jalan.
Aku hanya aspal hitam yang tiap hari
Dipijak-pijak polusi serta ketidakpedulian.
Hari ini,
Aku melompat pada kerumunan khalayak,
Berteriak dalam sajak.
Aku ini, penyair perempatan.
Karena sajakku adalah sajak kental,
Kubangan kekhawatiran sopir-sopir angkot sepi penumpang,
Peluh para asongan yang berkeliaran dalam selat kemacetan,
Keluh para ibu tentang kenaikan harga bawang,
Serta kekecewaan penyemir sepatu cilik
Yang mendatangi pelanggan restoran di bandara ;
Bukannya ditawari kentang,
Malah disuruh lari ongkang-ongkang.
Aku ini, penyair perempatan.
Sajakku adalah sajak bangkang,
Barisan beratus mahasiswa yang menjerit-jerit
Atas remah-remah hak korban penggusuran,
Serta berjuta perut minta makan.
Aku ini penyair perempatan.
Maka sajakku adalah sajak vulgar,
Yaitu daging kenyal yang menyembul
dari kutang perempuan binal;
dari situ susu bayi, dari situ susu buat mucikari.
Aku ini, penyair perempatan.
Diperutku, ketidakpedulian berlalu lalang.
Pangkal Pinang, 1 juni 2014
Komentar
Tulis komentar baru