KAMPUNG AMARAH
Oleh: Emil. E. Elip
Puluhan orang dari kampung kami
sontak turun ke jalan memburu si jambret
Si jambret nyebur ke selokan yang baunya minta ampun
Tapi warga tak mau kalah …
nyemplung juga ke selokan.
Seperti ada “amarah” tidak terbendung
yang butuh pelampiasan sah.
Golok, parang, pentungan…berderu-deru memburu.
Musik keroncong, Tanji Dor, dan Gambus
yang sering kami mainkan di gang-gang di kala malam….
selawat-selawat yang kita dengar….seperti tak mampu
membungkam energi amarah tersembunyi.
Dan si jambret menjadi bulan-bulanan massa.
Untung saja petugas segera datang.
Warga pulang dengan ringan, amarah sempat tersalurkan.
Besok hari hidup kembali rutin:
Tanpa mimpi. Kerja keras. Rugi. Kelelahan. Ketidakpastian
Penipuan. Pengkhianatan. Hutang ….
dan macam-macam lain … berputar bergulir.
Dari sanakah pundi-pundi amarah kami
menumpuk kembali!?
Jakarta, April 2018.
Lihat kisah menggugah:
Stigma sosial, emang menyakitkan
Komentar
Tulis komentar baru