Skip to Content

Siti Fatimah Nurfalah

 

Informasi Pengguna

Aktif sejak: 13/05/2013

Siti Fatimah Nurfalah

Informasi Umum
Nama: 
Siti Fatimah Nurfalah
Lokasi: 
Sukabumi

Tidak ada tulisan.

Tidak ada tulisan.

JenisTulisanKomentarPengunjung
  Siti Fatimah NurfalahOrang LainTotalHari Ini
Berita
Karya Sastra116190
Wawasan
Bookmark
Dapur Sastra
JUMLAH1106190

Komentar

Foto Siti Fatimah Nurfalah

166? Yey!

We do all have choices, right? And we’re the decision maker of our life journey
Belajar, soal, TO, Panduan Intensif, SBMPTN.. mungkin sederet kegiatan inilah yang sedang mewarnai hari-hari kelas 12 di seluruh Indonesia, tak terkecuali saya. Semester enam baru berjalan tiga minggu, tentu saja ini bukan semester yang mudah. Ada banyak hal yang harus diputuskan sebagai titik awal, penentu tujuan hidup. Keberadaan saya di salah satu Boarding school membuat momen euforia kelas 12 setanah air ini terasa imajiner. Ini pertamakalinya saya bersekolah ditempat yang menerapkan sistem Boarding school, impresif. Tiga tahun yang takkan terlupa.
Untuk mempersiapkan diri menghadapi UN dan SBMPTN, banyak program yang disediakan oleh sekolah. Sistem Boarding school memudahkan pertemuan secara intensif dalam waktu 24 jam. Sekolah dimulai pukul 07.00 dan berakhir pukul 15.30. Setelah itu bergegas ke asrama untuk beristirahat sejenak. Selang beberapa jam kemudian, pukul 8 malam, saya harus sudah berada di gedung sekolah mengikuti program panduan intensif terpadu (PINTER) hingga pukul 10 malam. Terkadang, semua rutinitas ini membuat saya lelah. Sayapun pernah mengalami fase jenuh dalam belajar, tapi untuk memompa kembali semangat, saya menerapkan salah satu seven habits poin ke-2 yaitu memulai dengan tujuan akhir. Alhasil, dengan berpikir demikian saya dapat memvisualisasikan apa yang saya mau dan menyadari sisa waktu yang saya miliki.
Saat duduk dibangku kelas 11, saya melihat kakak kelas 12 tenggelam dalam kesibukkan menentukan jenjang pendidikan selanjutnya. Semenjak itu, saya mulai mencari-cari perguruan tinggi yang sesuai dengan passion. Ketika asik mencari info tentang berbagai perguruan tinggi, saya tertarik dengan ITB yang pada waktu itu menerapkan propaganda “Putra-Putri Terbaik Bangsa” kepada setiap mahasiswa barunya. Bagaimanapun, saya selalu memberi nilai plus pada kesan pertama. ITBpun satu-satunya perguruan tinggi yang menerapkan sistem fakultas sebelum memilih jurusan. Berdasarkan data-data dan fakta yang terlihat, diperlukan effort yang maksimal agar dapat menjadi mahasiswa ITB.
Setelah memiliki ketertarikan terhadap ITB, pencarian saya mulai merambah pada fakultas yang berada di bawah naungan ITB. Dengan kemantapan hati saya menjatuhkan pilihan pada FTI. Pikiran saya saat itu, jurusan teknik industri akan sangat menarik karena menggabungkan antara ilmu teknik dan bumbu manajemen untuk mengoptimalkan suatu industri. Sejak awal kelas 11, tulisan “Fakultas Teknik Industri ITB” bersanding dengan jadwal pelajaran yang selalu saya tatap setiap hari.
Ketika sudah menjadi kelas 12, keraguan itupun muncul. Saya memang menyukai pelajaran-pelajaran eksakta yang merupakan dasar dalam bidang teknik, semua hasil tes psikotes menyatakan bahwa bakat saya memang disana. Tapi teknik sarat sekali dengan yang namanya laki-laki, pihak perempuan hanya menjadi kaum minoritas. Dalam paradigma saya, hal berbau teknik memang semestinya untuk laki-laki. Jurusan yang paling perfect untuk seorang perempuan sebaiknya berkaitan dengan rumpun kesehatan atau pendidikan.
Disemester 5, saya mengalami kegalauan yang luar biasa. Berganti hati dari satu jurusan kejurusan yang lain. Hingga akhirnya dipermulaan semester 6 saya memutuskan kembali ke titik awal, memilih ITB. Saya tersadar akan satu hal, sosok pribadi yang berkualitas lahir dari tempat-tempat terbaik, ITB adalah salah satu jalannya. Tapi satu hal yang berbeda, saya memutuskan untuk melepas FTI. Ditengah kebimbangan yang melanda, saya mencoba membuka mata melihat keadaan sekitar, mencoba menemukan korelasi yang tepat antara saya dengan hidup dan mengingat sebuah cerita tentang orang yang bermimpi untuk dapat mengubah dunia, tapi sampai ia tua renta asa itu belum juga terwujud. Jangankan mengubah dunia, lingkungannya sendiripun belum mampu ia ubah. Darisana saya belajar untuk memulai sesuatu dari hal yang kecil. Disalah satu kecamatan di Sukabumi yang sekaligus adalah tempat dimana saya berasal, pembangunan pabrik begitu menjamur. Efek dari peristiwa ini begitu masif diantaranya perubahan cuaca, polusi, dan yang terpenting adalah pencemaran air sungai oleh limbah. Tidak dinafikan, saya sangat gerah melihat semua problem dan segala imbasnya, ada satu harapan yang terselip. Sebelum Indonesia berkaca pada tingkat kebersihan orang-orang Jepang, saya ingin mengubah lingkungan saya terlebih dahulu, menanamkan kepedulian untuk menjaga dan memulihkan alam yang tidak mendapatkan penanganan yang tepat.
Institut Teknologi Bandung, sayang sekali jika nantinya saya hanya menjadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang) ditempat para putra putri terbaik bangsa. Ada banyak hal baru yang pastinya bisa saya pelajari disana. Kampus impian mayoritas orang ini memiliki beragam unit dan himpunan yang tentunya bisa mengasah skill dan mengembangkan passion. Salah satu unit yang ingin saya ikuti nanti adalah Rumpun Unit Media, memberi kontribusi untuk majalah Ganesha adalah hal yang pastinya menyenangkan. Saya memiliki keinginan mengikuti kegiatan-kegiatan seperti pengmas (pengabdian masyarakat), eco school, dan kegiatan-kegiatan sejenisnya. Belajar hal-hal baru yang dimasa putih biru dan abu tidak saya temukan. Dengan memutuskan menjadi mahasiswa TL, saya harus bersiap-siap menghadapi pelajaran seperti mikrobiologi lingkungan, mekanika tanah, epidemiologi lingkungan, hidrologi, ya.. saya memang harus siap. Sesiap saya menjadi salah satu mahasiswi terbaik di Indonesia yang terlahir dari ITB.
Selepas menggenggam predikat sarjana TL, berkontribusi untuk bangsa haruslah menjadi langkah pertama yang diambil. Dimulai dari lingkungan sendiri, menawarkan solusi- solusi penanganan limbah yang ramah lingkungan untuk setiap pabrik dan merevolusi kerusakan yang terlanjur ditimbulkan. Saya juga ingin mengaktualisasi diri untuk terjun ke masyarakat dengan bergabung bersama lembaga-lembaga seperti WHO, WWF, ataupun Greenpeace. Saya berharap dapat mengembangkan inovasi penanganan air sehingga saat musim paceklikpun masyarat tidak kekurangan air bersih. Itulah rangkaian mimpi saya.. Amin 

 

Komentar

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler