Skip to Content

Cinta dalam Diam

Foto Iyus Yusandi

Cinta Dalam Diam

Oleh Iyus Yusandi

 

“Bungsu, Anakku.  kini kau sedang menghadapi Ujian Terakhir di kelas XII.” Kataku membuka obrolan.

Bungsuku masih terbaring di kasur. Ia memainkan hapenya yang masih tersambung ke sambungan stop kontak yang tertanam di tembok kamar. Ia masih asyik main game Mobile Legend kesukaannya. Mobile Legends: Bang Bang adalah sebuah permainan MOBA yang dirancang untuk ponsel. Kedua tim lawan berjuang untuk mencapai dan menghancurkan basis musuh sambil mempertahankan basis mereka sendiri untuk mengendalikan jalan setapak, tiga “jalur” yang dikenal sebagai “top”, “middle”, dan “bottom”, yang menghubungkan basis-basis. Di masing-masing tim, ada lima pemain masing-masing mengendalikan avatar, yang dikenal sebagai “hero”, dari perangkat mereka sendiri. Karakter terkontrol computer yang lebih lemah, yang disebut “minions”, bertelur di basis tim dan mengikuti tiga jalur ke basis tim lawan, melawan musuh dan menara.

 

Saat itu ingin kuceritakan tentang hubungannya dengan seorang gadis yang pernah curhat kepadaku. Aku berpikir dan harus kuceritakan sebuah kisah. Kisah cinta yang sudah terpendam sejak lama, kisah cintanya sangat terjaga kerahasiaannya dalam kata, sikap dan ekspresi mereka bahkan konon syaithan pun tak bisa mengendusnya, mereka bisa menjaga izzah mereka, hingga Allah telah menghalalkannya.

 

Ali bin Abi Thalib adalah keponakan dan salah satu sahabat yang istimewa di mata Rasulullah SAW. Selain beliau tinggal langsung bersama Rasulullah, dia juga seorang pemberani yang pernah menggantikan posisi tidur Rasulullah di saat hijrah dan juga seorang mujahid perang yang gagah.

 

Sementara Fatimah, putri Rasulullah SAW yang taat, penyayang dan sangat peduli pada Rasulullah SAW, selalu ada di samping ayahnya dalam setiap kisah perjuangan sang ayah membumikan nilai-nilai islam di tengah kafir Quraisy.

 

Ali sudah menyukai Fatimah sejak lama, kecantikan putri Rasulullah ini tak hanya jasmaninya saja, kecantikan Ruhaninya melintasi batas hingga langit ke tujuh. Kendalanya adalah perasaan rendah dirinya, apakah mampu ia membahagiakan putri Rasulullah dengan keadaannya yang serba terbatas. Demikian kira-kira perasaan yang ada pada Ali saat itu.

 

Pada suatu ketika, Fatimah dilamar oleh seorang laki-laki yang selalu dekat dengan nabi, yang telah mempertaruhkan kehidupannya, harta dan jiwanya untuk Islam, menemani perjuangan Rasulullah SAW sejak awal-awal risalah ini.

 

Dialah Abu Bakar Ash Shiddiq, entah kenapa mendengar berita ini Ali terkejut dan tersentak jiwanya, muncul rasa-rasa yang diapun tak mengerti, Ali merasa diuji karena terasa apalah dirinya jika dibanding dengan Abu Bakar kedudukannya di sisi nabi.

 

Ali merasa belum ada apa-apanya bila dibanding dengan perjuangannya dalam menyebarkan risalah Islam, entah sudah berapa banyak tokoh-tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan dakwahnya. Sebutlah ‘Utsman, ‘Abdurrahman bin auf, Thalhah, Zubair, Sa’d bin abi Waqqash, Mush’ab. Ini yang tak mungkin dilakukan oleh anak-anak seperti Ali. Tak sedikit juga para budak yang dibebaskan oleh Abu Bakar sebutlah Bilal bin rabbah, khabbab, keluarga yassir, ‘Abdullah ibn mas’ud.

 

Dari sisi finansial Abu Bakar seorang saudagar, tentu akan lebih bisa membahagiakan Fatimah, sementara Ali? Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.

 

Melihat dan memperhitungkan hal ini, Ali ikhlas dan bahagia jika Fatimah bersama Abu Bakar, meskipun ia tak mampu membohongi rasa-rasa dalam hatinya yang ia sendiri tak mengerti, apakah mungkin itu yang namanya cinta?

 

Namun ternyata lamaran Abu Bakar ditolak oleh Fatimah sehingga hal ini menumbuhkan kembali harapannya. Ali kembali mempersiapkan diri, berharap dia masih memiliki kesempatan itu.

 

Namun ujian bagi Ali belum berakhir, setelah Abu Bakar mundur muncullah laki-laki nan gagah perkasa dan pemberani. Seseorang yang dengan masuk Islamnya mengangkat derajat kaum muslimin, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut. Seorang yang diberi gelar Al-Faruq.

Ya, dialah Umar ibn Al Khaththab. Pemisah antara kebenaran dan kebatilan juga datang melamar Fatimah.

 

Ali pun ridha jika Fatimah menikah dengan Umar, ia bahagia jika Fatimah bisa bersama dengan sahabat kedua terbaik Rasulullah setelah Abu Bakar yang mana Rasulullah sampai mengatakan “Aku datang bersama Umar dan Abu Bakar”.

 

Namun kemudian Ali pun semakin bingung karena ternyata lamaran Umar pun ditolak.

 

Setelah itu menyusul Abdurahman bin Auf melamar sang putri dengan membawa 100 unta bermata biru dari mesir dan 10.000 Dinnar, kalo diuangkan dalam rupiah kira kira 55 milyar. Dan lamaran bermilyar-milyar itupun ditolak oleh Rasulullah.

 

Akan tetapi kekhawatiran Ali bin Abi Thalib belum berakhir sampai di sini karena ternyata sahabat yang lainpun melamar sang Az Zahra. Usman bin Affan pun memberanikan dirinya melamar sang putri, dengan mahar seperti yang dibawa oleh Abdurrahman bin Auf, hanya ia menegaskan kembali bahwa kedudukannya lebih mulia dibanding Abdurrahman bin Auf karena ia telah lebih dahulu masuk islam.

 

Tidak disangka tidak diduga, ternyata Rasulullahpun menolak lamaran Usman bin Affan.

 

Empat sahabat sudah memberanikan diri dan mereka semua telah ditolak oleh Rasulullah SAW.

 

“Mengapa bukan engkau saja yang mencobanya kawan?”, seru sahabat Ali,

"Mengapa engkau tak mencoba melamar Fatimah?, aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi..”

“Aku?”, tanyanya tak yakin.

“Ya. Engkau wahai saudaraku!”

“Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa aku andalkan?”

Sahabatnya pun menguatkan “Kami di belakangmu, kawan!

 

Akhirnya Ali bin Abi Thalibpun memberanikan diri menjumpai Rasulullah untuk menyampaikan maksud hatinya, meminang putri nabi untuk jadi istrinya. Awalnya beliau hanya duduk di samping Rasulullah dan lama tertunduk diam. Hingga Rasulullahpun bertanya ” wahai putra Abu Thalib, apa yang engkau inginkan?”

 

Sejenak Ali terdiam, dan dengan suara bergetar iapun menjawab, ” Ya Rasulullah, aku hendak meminang Fatimah” Mendengar jawaban Ali ini beliau SAW tidak terkejut. "Bagus, wahai Ibnu Abu Thalib, beberapa waktu terakhir ini banyak yang melamar putriku, tetapi ia selalu menolaknya, oleh karena itu, tunggulah jawaban putriku”

 

Kemudian Rasulullah meninggalkan Ali dan bertanya kepada putrinya, ketika ditanya Fatimah hanya terdiam dan Rasulullah SAW menyimpulkan bahwa diamnya Fatimah pertanda kesetujuannya.

 

Rasulullah kemudian mendekati Ali dan bersabda "Apakah engkau memiliki sesuatu yang akan engkau jadikan mahar wahai Ali?

 

Alipun menjawab ”Orang tuaku yang menjadi penebusnya untukmu ya Rasulullah, tak ada yang aku sembunyikan darimu, aku hanya memiliki seekor unta untuk membantuku menyiram tanaman, sebuah pedang dan sebuah baju zirah dari besi”

 

Dengan tersenyum Rasulullah SAW bersabda "Wahai Ali, tidak mungkin engkau terpisah dengan pedangmu, karena dengannya engkau membela diri dari musuh-musuh Allah SWT dan tidak mungkin juga engkau berpisah dengan untamu karena ia engkau butuhkan untuk membantumu mengairi tanamanmu, aku terima mahar baju besimu, juallah dan jadikan sebagai mahar untuk putriku” Wahai Ali engkau wajib bergembira sebab Allah sebenarnya sudah lebih dahulu menikahkan engkau di Langit sebelum aku menikahkan engakau di Bumi" Diriwayatkan oleh Ummu Salamah ra.

 

Ali bin Abi Thalib menjual baju besi teersebut dengan harga 400 dirham dan menyerahkan uang tersebut kepada Rasulullah SAW, dan nabi pun membagi uang tersebut ke dalam 3 bagian. Satu bagian untuk kebutuhan rumah tangga, satu bagian untuk wewangian dan satu bagian lagi dikembalikan kepada Ali bin Abi Thalib sebagai biaya untuk jamuan makan untuk para tamu yang menghadiri pesta.

 

Setelah segalannya siap, dengan perasaan puas dan hati gembira dan disaksikan oleh para sahabat Rasulullah mengucapkan kata ijab kabul pernikahan putrinya

 

Kemudian Nabi SAW bersabda: "Sesunguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah Putri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, Maka saksikanlah sesunguhnya aku telah menikahkannya dengan mas kawin empat ratus dihram (nilai sebuah baju besi) dan Ali ridho (menerima) mahar tersebut.

 

Maka menikahlah Ali dengan Fatimah. Pernikahan mereka penuh hikmah walau diarungi di tengah kemiskinan. Bahkan disebutkan oleh Rasulullah sangat terharu melihat tangan Fatimah yang kasar karena harus menepung gandum untuk membantu suaminya.

 

Dan malam harinya setelah dihalalkan oleh Allah SWT, terjadilah dialog yang sangat menggetarkan. Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari setelah keduanya menikah, Fatimah berkata kepada Ali.

 

“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu, aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta kepada seorang pemuda dan aku ingin menikah dengannya”.

Ali pun bertanya mengapa ia tak mau menikah dengannya, dan apakah Fatimah menyesal menikah dengannya.

Sambil tersenyum Fatimah menjawab, “Pemuda itu adalah dirimu.”

 

Subhanallah, itu adalah pujian terbaik dari seorang istri yang bisa membahagiakan hati suaminya.

 

Ali dan Fatimah saling mencintai karena Allah mereka mencintai dalam diam, menjaga cintanya dan Allah satukan dalam ikatan suci pernikahan. Maa Syaa Allah.

 

Semoga Allah SWT mempertemukan kita semua dengan orang yang sunguh-sunguh mencintai kita seperti Fatimah dan Ali.

 

Bungsuku bangkit dari dari tempat tidurnya. Ia pun berkata: “Ayah, aku focus dulu dengan ujian di sekolahku. Aku ingin melanjutkan kuliah. Semoga saja dilancarkan semua kegiatan tahap akhir di SMA. Dan dilancarkan pula masuk perguruan tinggi yang aku harapkan.”

“Ayah hari sudah Maghrib, mari kita pergi ke masjid!”

Bincang-bincang pun selesaai. Kami bersiap-siap mengambi air wudlu.

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler