Skip to Content

BAGAIMANA BISA? (I)

Foto Hakimi Sarlan Rasyid

Jauh berjalan banyak dilihat, lama hidup banyak pengalaman. Pepatah lama yang tetap hangat. Dan rasanya pepatah ini tak akan bisa dipatahkan. Dalam hidupku ada beberapa pengalaman yang jika memakai kata tanya "bagaimana bisa" maka "tak pernah terjawab" Setidaknya tak terjawab olehku. Entah oleh orang lain.

Aku akan menulisnya menurut apa yang terlintas dipikiranku. Urutan peristiwanya aku sendiri tak begitu perduli. Akan kumulai dengan yang pertama.

Suatu malam aku tak bisa tidur. Sudah pukul 2 lewat. Malam Jumat. Banyak hal kulakukan untuk mencari kantuk. Membaca koran usang, dari berita utamanya hingga iklan barisnya. Aku ingat, korannya Pikiran Rakyat. Redaksinya di Jalan Asia Afrika Bandung. Selesai koran kuambil buku lain. Bulak balik. Tetap tidak mengantuk. Lalu terpikir olehku untuk menggunting dan menempelkan tulisan Arab.

Aku mengambil gunting, lemnya memang sudah ada di mejaku. Dan buku-bukunya. Mana ya? O, ya. Aku ambil beberapa buku kumpulan do'a dan buku kecil yang bisa dibagikan saat menghadiri tahlilan. Kumulai dengan menggunting kalimat ta'udz, lalu kalimat basmalah.

Demikian kulakukan sampai kertas putih tempat aku menempelkan guntingan-guntingan itu penuh. Lama juga. Ketika adzan subuh terdengar aku mengantuk. Tak tahan lagi. Aku tertidur.

Malam Minggu, tak lama setelah adzan Isya, di depan rumahku berhenti sebuah mobil sedan. Karena tepat di depan rumah maka aku bergegas ke pintu. Ingin tahu siapa gerangan yang datang. Apakah akan ke rumahku atau bertanya tentang alamat rumah. Biasa begitu di komplek perumahan. Pintu mobil terbuka. Dua orang turun. Lelaki dan perempuan.

apakah betul ini rumah pak hakimi

betul pak saya hakimi silakan masuk bapak dan ibu dari mana maaf saya lupa apakah kita sudah kenal

kami dari jakarta ini istri saya dan itu sopir saya

o saya kaget nih apakah ada sesuatu kepentingan wah jauh ya dari jakarta

ah jakarta tidak jauh dekat disitu

oh ya ya begini pak hakimi kami datang untuk meminta kunci sembilan

maaf apa pak kunci sembilan …. kunci sembilan

Aku terdiam. Tak mengerti. Sama sekali tak mengerti. Dari Jakarta menemuiku. Minta kunci sembilan. Apa itu kunci sembilan. Karena sama sekali tidak mengerti aku bertanya lagi.

maaf pak bu kunci sembilan itu apa

ah jangan begitulah kami baru punya kunci lima

addduuh bapak dan ibu saya sungguh sungguh tidak mengerti dan bagaimana bapak dan ibu bisa tahu nama saya dan kenapa minta kunci itu kepada saya

kami tanya di depan tadi dan ditunjukkan rumah pak hakimi disini

lalu nama saya bapak dan ibu tahu dari siapa dari mana

Kami terdiam. Sementara aku semakin kosong. Tiba-tiba aku teringat apa yang kukerjakan pada malam Jumat lalu. Teringat ini tegangku berkurang. Aku masih meraba-raba ada apa sebenarnya. Mereka bersikeras meminta. Sementara aku tidak mengerti apa yang mereka maui. Barangkali saja.

bukan berbentuk besi kan

Tamuku diam. Mereka memandangku.

bukan kunci seperti kunci pintu ini kan

Lagi-lagi mereka diam.

kalau begitu barangkali masih ada ya sebentar saya cari dulu

Aku membuka laci meja. Untung guntingan itu tidak dibuang oleh istriku. Ada di sana. Tapi apakah itu delapan sembilannya aku tak tahu. Kusodorkan kertas itu sambil berkata.

mudah-mudahan ini barangnya

Mereka membaca guntingan itu. Tak ada yang menyebutkan benar atau salahnya namun tak lama kemudian supir disuruh untuk memotokopi. Aku bersyukur dalam hati sambil tetap tidak mengerti. Untuk menuntaskan kepenasaranku aku kembali bertanya.

bapak ibu yang terhormat mohon dijawab pertanyaan saya saya sangat ingin tahu bagaimana bisa terjadi seperti ini saya membuat itu pada malam jumat lalu dan malam minggu ini bapak dan ibu dari jakarta datamg kesini untuk meminta itu sebenarnya ini bagaimana

Jawaban yang kudengar membuat aku agak kesal.

pak hakimi sudah lama tinggal disini

ya lama juga

terima kasih kami sudah mendapat kunci sembilan nanti saya minta pak hakimi untuk membacakannya sebelum kami pulang

Tak lama kemudian sopir kembali. Lembaran asli dkembalikan kepadaku ditambah dengan kopiannya selembar. Memenuhi permintaannya aku bacakan lembaran tempelan itu. Dan setelah itu tamuku pulang.

Tinggal aku termenung. Istriku yang sejak awal telah bergabung dalam jalan cerita tamu ini ikut juga termenung.

Apa dan dimanakah jawabannya.

 

201207011350_Kotabaru_Karawang

 

 

 

 

Komentar

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler