berjalan mengejar malam tiba
menyusur jalan setapak di ujung bebukitan
tamparan angin memanas anak telinga
kabut turun menyelusup di sela-sela pepohon
di dataran lengang langkahku terhenti
di sebuah makam tak bernama
sebuah suara mendesah
aku mendekat, menangkap suara;
“inilah akhir jalan berliku penuh duri itu!”
“di sini aku terpasung ketiadaan”
“akulah pemilik tanah dalam kemurkaanNya”
"sedang mereka memujaku dengan doa"
"yang kuminta keikhlasan doa"
"aku semakin menderita dera, penuh sesal tuan"
rintihan parau menggetarkan hati
aku terduduk; tafakkur
di tanahmu nan gersang
panas bumi melekat di papan lusuhmu
ilalang rimbun, sepohon kara tak meneduhkanmu
nyanyian pilu; tentang deritamu dalam azab
menanti ziarah penduduk bumi!
ziarah sang penguasa kubur setiap waktu
bertanya masa hidup di bumi
sebuah legenda diri!
sampai kiamat menjemput kembali!
ya, sampai kiamat!
sekeping doa kutanamkan buat kedamaianmu saudaraku
pada nisan tak bernama ini
senja kutinggal, malampun merangkak pelan
aku hilang di telan kabut
(bogor, 17 Ramadhan 1433 H/7/8/2012)
Komentar
Tulis komentar baru