Skip to Content

PUISI-PUISI NANANG SURYADI

Foto SIHALOHOLISTICK

PRIBADI YANG TERBELAH

bercakap sebagai karib yang selalu menghinakan satu sama lainmelecehkan, bertempur dalam ruang dan waktu: diri!


ada berapa kepribadian yang hadir pada dirimu?bertolak belakang paradoksalatau saling melengkapi sebagai harmoni


sekular atau takdikotomis atau bukan
engkau hadir mencoba untuk tidak goyah, utuh mengatakan pada dunia
tapi tak bisasenantiasa ada dialektik
senantiasa ada keinginan-keinginan manusiayang tak terpadamkan , sepertinya.....

Malang, 7 Juni 1997

ORANG YANG MERENUNG

buat: cak zen

 

tanda yang membayang pada bola mataadalah dunia berputaran dalam benak kepalaterbacalah kegundahan manusia merenungkan kehidupansebagai cerita tiada habis-habisnya


seperti juga ayat yang terbuka untuk ditafsirkanalam mengajarkan rahasia-rahasia sebagai tanda-tanda
terbacakah juga di situ segala jawaban?


orang yang merenung membaca tanda-tandamencoba menyibak rahasiatak usai juga

Malang, 02 Agustus 1997

JAMBANGAN RETAK

menderulah badai memporakan harapan yang disusun dalam hatinyaseseorang yang mencinta meletakkan bunga layu pada jambangan retak


kepada siapa kan disampaikan kegundahanorang sunyi yang merindu menyimpan bayanganmenari-nari sebagai cerita tiada terlupakan


catatan pada buku menguningabadikan kisah percintaan dan kesedihan

Malang, 02 Agustus 1997

SERAUT WAJAH MASA SILAM

menatapmu adalah menatap silam dimana kutemukan bayangan menari
adakah kurindukan masa lalu kembali kin ipada senyum yang melambai pada pesona cinta yang menjerat hati
raut wajah yang membayang pada kedua matakuadalah sejarah yang hendak kutimbun dalam kelampauantapi tak!
kenangan itu tetap membayang
senyum itu mengapa menggoda diriraut wajah itu mengapa melambai lagi
apakah manusia hidup dari kenangan demi kenangandan tak kunjung beranjak pergi
bayangan itu menari-nari o, menari- nari

Malang, 29 September 1997

CAHAYA MATA 

angin kemarau mendera tubuhku panas dan berdebu
kala begini kurindu menatap wajahmu sebagai kesejukan menyiram kegundahanku
wahai betapa bening telaga pada sepasang mata mencahaya

Malang, 23 September 1997

SESEORANG YANG HENDAK MELUKIS

ada seraut wajah mencoba menyelinap ke dalam mimpiku sunyi,o, kegundahan seorang lelaki membaca tanda-tanda: siapakah yang telah merenggut hati?


kemudian, angan beterbangan menari-nari menuju cakrawalaingin melukis serupa pelangi,atau bunga-bunga yang bermekaranatau ketakutanatau mimpi-mimpi


(wahai, tangan yang gemetar, hati yang gemetar...hendak melukis apa?)
mungkin hanya impian,sekedar harapan di ujung malamtak ada jawaban pasti!
Malang, 09 Oktober 1997

 

POTRET

di manakan dijejakkan kaki?
orang sendiri membaca diri pada sunyi dipahatkan mimpi
menggeleparlah ia pada sepi menuai kenangan-kenangan menusuk ke lubuk hati
dalam puisi, sepertinya....hanya sunyi hanya sepi hanya mimpi terbubuh lewat jemari
orang sendiri membaca diri tak henti-henti

Malang, 23-09-1997


TANYA

dari senyuman tertebar adakah kegundahan?
dari cerita hari-hari kegembiraan, tawa dan cintaadakah kesedihan dan rindu yang menikam?
dari cuaca yang terbaca dengan pikiran bersahajaadakah mimpi-mimpi kita?
tanya demi tanya mengalir,adakah jawaban?

Malang, 29 September 1997

OBROLAN DI WARUNG KOPI

bergelas kopi berbatang rokok terhidang. sebagai tanda. kehangatan itu terjalin dari bualan tentang apa saja. (inginkah kau kenal diriku seperti kau kenal dirimu sendiri?)


katamu: mari kita bicara. dari puntung berasap. kerumitan puisi. dan tentang teman-teman yang sukar dimengerti maunya


(kataku: tidakkah kau tahu kitapun begitu. berlari sepanjang waktumenolak pemastian demi pemastian. mencoba mengelak dari pola rekayasa.mengeja diri tak henti-henti. menjadi rahasia tak henti-henti...)

Malang, September 1996

 

MENELPON SEORANG TEMAN

halo! apa kabar? masih adakah yang tersisa dari percakapan kemarin sore.secarik kertas bergambar waru tertusuk anak panah. kau bidikkansungguh-sungguh atau bercanda saja?
katamu: "adakah yang sungguh-sungguh di sini?"

Malang, September 1996

 

ALDORA MELUKIS KOTA (1)

aldora melukis kota, jemarinya memulas cat hitam dan merah pada kanvas yang lusuh, ada kegusaran yang memusar, pada wajah 

 

"mengapa rusuh juga yang membakar kota-kota?"

 

kau mau minum kopi aldora? atau sebatang rokok
mungkin bisa hilangkan pening dalam kepala

 

aldora melukis kota, juga manusia tak jelas wajahnya merah hitam dipulasnya, dicampur baur, mungkin sebentuk luka

 

tanganmu kotor, aldora
jemari halus dan kuku putih tak berupa

:mengapa luka?

"mengapa bukan cinta!"

 

ALDORA MELUKIS KOTA (2)

aldora melukis kota. dengan jemarinya ia guratkan kota yang telah berubah. wajah-wajah manusia yang muram.

 

"berapa banyak rumah yang harus ditumbangkan, dora? berapa sawah berubah menjelma rumah mewah?"

kau tak menjawabnya dengan kata-kata. karena apa? (takutkah engkau untuk mengatakannya dengan mulutmu?)

 

aldora melukis kota. warna-warna memar tumpah ruah di kanvas. meledak juga tangisnya di lukisan kota yang terbakar!

cilegon, 1997

 

PEREMPUAN YANG MENJERIT

perempuan yang menjerit. adalah ibu melihat kanak yang marah membakar gedung  juga rumah ibadah. dengan kepedihan yang terpendam. sekian lama. siapa menyulut siapa. kerusuhan meledak di mana-mana. ( mobil-mobil terjungkal penuh asap dan api, perempuan diperkosa hingga mati, kepala manusia diarak di jalan-jalan, darah berceceran ---hugh perutku mual! sungguh!)

"cinta! mengapa berlari?" aku bertanya

"adam, nuh, ibrahim menangiskah engkau?" ibu ganti bertanya

"cinta! mengapa berlari?"

ibu menatapku, tapi tatapnya adalah gelombang menghantam hatiku:

"kanak-kanakku, kalian semua bersaudara. kalian semua bersaudara. mengapa terus kau sulut kebencian di mana-mana?"

 

NEGERI TEROR

kau merasa dinding mendengarkan pembicaraan

mata-mata membayangi setiap gerak-gerik

 

sepertinya, telinga penguasa ada di mana-mana

menguping obrolan-obrolan kebosanan

 

ketakutan yang mencekam

ketika pistol teracung menempel di jidatmu

 

makian yang mana hendak dimuntahkan

kepada siksaan penuh teror

memasuki mimpi-mimpimu

Malang, 1998

 

SENDANG DRAJAT

bunga yang ditabur bawah pohonan

batu berserak, imaji kepurbaan

kolam kecil, janji kejayaan

 

sipa menyepi di tengah bumi

di dalam goa

 

alir air kecil sekali

hanya gemercik

menimpa batu kali

 

"nenek moyang, nenek moyang", ada suara memanggil

 

aku lihat tarian kekhusukan

melawan ketakutan pada kekuatan tak terpahami

 

kesunyian ini begitu angker

hutan jati mengepung

batuan terjal angkuh menjulang

akar pohonan tersembul di permukaan

bau kembang bertebaran

sisa asap dupa

 

"apa yang diingini manusia, harta atau bahagia?"

6 September 1998

 

NEGERI YANG MENANGIS

beribu kata terlontar dari bibir gemetar: senja yang kaugugurkan dari tatapan perlahan tumbuh menjadi nyala. anak-anak berpaling dari masa lalu.

 

betapa sunyi. betapa sunyi. menyusuri nasib negeri sendiri. ada yang teramat sedih menderaskan airmata. ada yang teramat marah memuntahkan api.

 

"kuasa! kuasa!"

dan aku menggigil

menulis: indonesia!

Madiun, September 1998

 

NYANYIAN BUAT KANAK

Sungguh, di masa sulit ini

Aku ingat wajahmu,

Sebagai pengobat kegetiran

 

Binar mata, tawa mengekeh

Atau tangis pada dini hari

Luruhkan kesumpegan

 

Dari tangan-tangan yang mencoreti dinding rumah

Aku temukan lukisan terindah lahir dari kemurnian

 

Aku menimba kesejukan

Pada tatapan

 

Lebur darah keringatku

Di dalam dirimu

Madiun, 2 September 1998

 

IN MEMORIUM

melambaikan senja padamu.
bersama air mata yang terasa asin di bibir.
mata yang berkaca. melewati jendela
menatap kematian
dengan begitu bersahaja.

amboi, langkah ini hendak menuju ke mana.
selain menjejak pada kemungkinan hari-hari penuh kegelisahan,
kehampaan dan kesunyian diri sendiri.
meraba kegelapan yang melumuri isi kepala.

kereta warna hitam yang kau sorongkan melewati pelataran. yang begitu lengang. tawarkan sebuah kenangan di masa lalu.
ketika kehidupan baru di hembuskan ke dalam dadamu...

bikin perjanjian untuk kembali pada asal mulamu, anak manusia.

sepertinya tak ada yang patut ditangiskan.
selain mengaca pada hari yang penuh warna dan cerita penuh deru di masa lalu.

(Tuhan, aku hantarkan doa melewati senja ini)

 

AKU YANG MERINDU, SIAPA TAHU?

serupa lonceng berdentang
di tangan poe, atau yono wardito

ia menarik-narik tangan kakiku
hendak menari. hendak menari

mungkin ia semacam kerinduan
begitu asing, melekat pada kaca jendela

neng-neng-neng-neng
neng-neng-neng-neng

semacam dentangan lonceng,
di tangan siapa kau tahu?

aku yang merindu, siapa tahu

malang, 26 mei, 1999

 

WAHAI ENGKAU YANG MENATAP

Seorang manusia mencari jalan hidupnya
Memetakan langit
Mencari jawab: siapakah aku, siapakah engkau?

Wajah pada bayang-bayang membusur
Dari masa lalu sebuah kesaksian
Begitu samar
Antara hari berselang

Sebuah tatapan, tak pernah gugur
Menyentuh kedalaman
Rongga dada

Berbisiklah, berbisik, manusia yang mencari jawab:
"Engkau yang begitu samar dalam ingatan
kusapa dalam doa,
juga dosa"

begitu lindap

Malang, 15 Oktober 1998

 

MATA KESUNYIAN
Pada mata, sebuah dunia kutemukan, jalinan cerita
Manusia hidup dengan kesendiriannya
Di tengah riuh gemuruh

Kesunyian di mana batasnya
Dari kelam hitam mata
Seribu tikaman terasa menyentuh jantungku

Malang, 15 Oktober 1998

 

SANG PENGAWAS AGUNG
Ada yang begitu seksama memperhatikan segala tindak-tanduk, gemetaranlah
aku menghitung detik-detik perhitungan yang muncul di pelupuk mata,
menelanjangiku dengan sangat polos dan bugil, memeriksa bulu demi bulu,
daki demi daki yang menempel, pada tangan, pada kaki, sedang mulut
dibiarkan diam; dengan begitu bening dan jujur: mereka menjadi saksi
sebuah pengkhianatan...
Malang, Juli 1997

 

RASA BERSYUKUR
Tuhan,
bibirku yang gemetar
menyebutmu

ucapkan syukur
tiada habis-habisnya
terlimpah kenikmatan

kukecap kasih sayang-Mu
dengan segala cinta

kureguk kasih-Mu
kureguk sayang-Mu
kureguk cinta-Mu

Tuhan,
gemetaran aku mengingat-Mu
wahai, Pemilik Cinta Sejati
Banyuwangi, 09-09-1997

TATAPAN YANG BEGITU TAJAM
begitu tajam,
begitu tajam tatapan-Mu,
menghunjam ke dalam lubuk hatiku

"Siapakah yang akan mendengarkan keluhku lagi,
selain Engkau wahai...."

aku tertunduk
aku tertunduk
mengharap
mendamba

dan tatapanmu begitu tajam
menghunjam ke dalam kalbu
Banyuwangi, 09-09-1997

 

TATAPAN YANG BEGITU LEMBUT
begitu lembut.
begitu lembut tatapan-Mu
menyiram sejuk ke dalam batinku

segala gundah
segala amarah
punah

menjelma cinta
menjelma cinta
ingin kubalas tatapan-Mu

tapi aku sekedar hamba

tak sanggup aku
tak sanggup aku

wahai,
aku tertunduk malu,
atas segala pengkhianatanku
Banyuwangi, 09-09-1997

 

ADA YANG MEMBERI ISYARAT 
isyarat apa yang disampaikan, kepada seseorang ---yang bercampur baur
perasaannya--- mendengar sesuatu tentang maut?

sepertinya orang sering pula bercerita, tentang orang yang menjerit
histeris, atau uban satu-satu yang tumbuh di kepala, atau raut muka yang
kerut merut, atau tubuh kekar dan gagah, lalu : mati

ada yang memberiku isyarat dari balik jendela, seperti dalam mimpi,
menyelinap dan mengendap, mengajak seseorang untuk pergi: entah
kemana.....
Malang, Juli 1997

 

MENYAPAMU
aku menyapamu dalam mimpi yang mengembun,
pada subuh yang sebentar kan merekah,

cuma sepi dan rasa nyeri yang dibisikkan,
menanti matahari, mungkin akan pecah dalam kepala,

betapa panasnya, bergolak ini benak kepala,
juga dalam dada....

sepertinya telah habis semua kuceritakan,
tiada lagi rahasia,

diriku tegak telanjang,
di hadapan-Mu
Cilegon, 22 Januari 1997

 

 

MENCATAT NAMAMU
Dalam hati masih ada kegundahan itu
Secara perlahan membakar angan

Dalam sunyi mengingat wajahmu,
berderai potret pecah
terbanting tangan-tangan waktu

Begitu kukuh memisahkan kekinianku
dengan cerita dulu

Engkaukah itu,
yang bercakap dalam gemerisik angin meniup daunan.

Kabarkan sesuatu entah kebencian atau kecintaan?

Berayun angan menari
dalam jagat semesta pertanyaan

Begitu samar
Begitu samar

Namamu yang terbubuh
dalam kabut yang melulur keheningan.
Senduro-Pandansari, 21 Agustus 1995

 

REPORTOAR BUKU HARIAN

telah berapa kesah yang tertumpah. tinta merah atau hitam. dalam hidupmu yang bercerita apa. selain cinta yang sukar dipahami. dan juga hidup penuh gelisah yang memburu. karena peristiwa demi peristiwa menjelma di depan mata. tak perlu teori, katamu pasti. ah, mana lagi yang pasti buatmu. segalanya kau ragui. bahkan dirimu sendiri. kau tak percaya dirimu sendiri ada. menjalani hidup dan berjalan di muka bumi.

katamu: "siapa bilang bumi bulat? tidakkah ia kotak, kerucut, prisma atau benjol-benjol?"

cilegon, 1997

 

KESUNYIAN MILIK PENYAIR

sepertinya,
hanya mimpi yang kusimpan di sini
dalam benak yang selalu bertanya

adakah aku sebagai ilalang?
bergoyang tertiup angin semilir
atau tertidur rebah memeluk bumi yang kucinta
ketika angin prahara tiba

adakah aku sebagai angin?
bergerak ke segala arah
menghamburkan cerita pada bumi dan cakrawala

berjuta serpihan tanya kuhamburkan ke cakrawala
jatuh ke bumi juga akhirnya,
berserak tangis, tawa, cinta dan kemarahan,
menjelma cerita,

apa yang kau kira kini?
kubawakan cerita padamu,
sebagai kesunyian dalam dadaku,
sepertinya...

hanya kesunyian milik para penyair,
dari waktu ke waktu,
merangkai kata
dari kedalaman kegelisahan yang memburu

ke mana pergimu,
kesunyian menyergap,
kecemasan membekap,
berjuta tanya kau lemparkan

hanya kesunyian yang menjawab!

Malang, 25 maret 1997

 

 

SURAT

sajak yang kutulis pada suatu ketika menjelma menjadi surat bercerita padamu sebagai kawan bercerita tentang penyair yang kehilangan kata-katanya karena kata-kata telah menjelma teror bagi siapapun, aku terkadang takut untuk menuliskan apapun dari benak kepalaku

aku tak ingin menyakiti hati siapapun,
karena ternyata seulas senyuman itu lebih menyenangkan
daripada wajah yang marah penuh kepedihan

malang, 1997

 

 

SANG PEJALAN

berapa panjang jalan yang disusur,
pejalan merengkuh angin,

mungkin sebuah ingin,
galau yang tersisa
dari sebuah jeda,

tanya dan jawab,
makna dari keburaman rahasia

mencari telaga,
bening mata,
lunaskan dahaga

matahari,
rembulan,
gemintang,
kegelapan,
keremangan,
waktu,
usia,
menjelma dalam pusaran
ilusi atau nyata

"sebuah takdir atau kehendak bebas?", katanya
menatap langit,
mengayun juga kakinya,
menuju "apa"

Malang, 8 Juli 1998

 

DERAI HUJAN TAK LERAI

derai hujan,
tubuhmu kuyup,
sayup mata,
isyaratkan keraguan

jalanan basah, becek dan berlumpur
"kemana pergi? kemana pergi?"

tak ada arah dituju,
hanya kabut dan putih buih hujan,
menyapa pandangan

langit begitu kelabu
"kakiku goyah, lemah, gamang melangkah"

derai hujan tak lerai;
begitu samar pandangku

Cilegon, 28 Juli 1998

 

FANTASI KENANGAN

ada yang hidup dalam bayang-bayang
selubung mimpi kelampauan
fantasi kenangan

temaram malam
tak ada cahaya rembulan atau kerdip bintang
hanya sorot mata
letikan bara; kerinduan atau kehampaan memandang?

Cilegon, 31 Juli 1998

 

SILHUET PANORAMA

dari kelampauan yang buram, tak ada tersisa airmata
diseka waktu, mungkin hanya gurau, sebuah entah

tapi bayang itu datang, mengekalkan
sunyi, barangkali milikmu, cuma

sebagai buku terbuka, atau kerdipan mata
pembacaan isyarat tanda, mungkin sebuah wacana
gerutuan lepas, namun

mimpi yang terbubuh tak niscaya menjelma, sebuah idea
(gapaian tanganmu mungkin letih ingin menjamahnya….)

terantuk pandang pada nyata, walau menari juga
segala yang mungkin ingin dikenang

Malang, 7 Agustus 1998

 

BUBYEE

"aku kan pergi dari hidupmu, janganlah menanti…"

burung mengepakkan sayapnya
terbang menuju entah,

layar dikembangkan tak tahu menuju,
mengikut kemana angin punya ingin,

"siapa punya kehendak jelmakan mimpi jadi nyata?"

karena pergulatan tak kunjung usai
karena hidup adalah pemberian tanda: pemaknaan

menjadi orang sunyi
menjadi diri sendiri
menatap sepi tak bertepi
"selamat tinggal…."

Malang, 30 agustus 1998

 

KIRANYA

menyeru juga pada engkau hati yang berduka, kiranya kenangan terpateri, begitu lekat

berlari juga pada engkau keinginan memeluk, kiranya kerinduan menikam, begitu menusuk

cuma!

kehadiran,kerling bola mata, isyarat tanda

sia!

menengadah juga pada engkau sebuah harap, kiranya
sebuah ketidakpastian, begitu menakutkan

sepertinya…

malang, 30 agustus 1998

 

SOLITER

kenangan menggigilkanku sebagai kerinduan merenangi rahasia. matamu bulat kabarkan cerita: kegalauan manusia mencari diri sendiri. siapa yang bertapa di hatimu? mengisi relung sukma. terlukis serupa bianglala. menyinari serupa matahari.

mencoba memasuki bilik kesendirianmu,

aku membaca diriku: serupa udara!

Madiun, 1 September 1998

 

LAGU ORANG MABUK

beri seteguk lagi. lagi. dan lagi

aku ingin terus begini. melayang-layang

mabuk

dalam cintamu

Madiun, 1 September 1998

 

MEMANDANG LANGIT ABU-ABU

betapa kelabu itu langit. seperti cerita yang kusampaikan padamu. tak
hitam tak putih. cukup kelabu saja. karena tak ada garis di situ yang
jelas memisahkan.

dan apa sikapmu kini. akankah terus diam. memandang langit warna kelabu?

langit warna kelabu. dalam buku. dalam dada. dalam matamu. hitam putih
tersamar pudar.
Malang, 1996

CANDI BADUT ATAWA LINGGA -YONI

siapakah yang bertahta di situ.
pada kejayaan masa lalu.
dalam pertemuan lingga-yoni.
pada batu-batu.
pada relief sejarah .

hanya bunga kanthil.
hanya desir angin maghrib.
hanya lamunan kita
pahatan-pahatan pada kebisuan batu-batu.
pada raja-raja jawa.
pada yoga dan tantra.

berkecamuklah dalam deru bayangan menari.
persetubuhan lingga-yoni
menjadi mimpi-mimpi
malam hari
Malang, 1996

MEMOTRET SENJA

seorang lelaki pada senja menatapi kanak yang berlari
dilihatnya disitu ada embun dan sinar matahari pagi

pada senja cahaya matahari bikin cakrawala semburat merah
burung pulang pada sarangnya

"sebentar lagi malam"

lelaki pada senja tak tahu ada apa dibalik tabir malam
selain sekedar menduga-duga dan menerka
bagaimana ia nantinya
1995

 

NISBI

yang terdiam pada tanya,

adalah bayang-bayang
menyusut pada kabut,

hempas angin pada pintu
dan kirai,

alis lengkung
rambut terurai
mata meredup

setelah nanar dalam sasar,
jemari ditekuk dieratkan,

hendak
menatap langit

cuma detak menetak:
sebuah kesunyian!

malang, 1999 

 

MENARILAH BAYANG-BAYANG

aku ingin merenggutmu dari masa lalu,
dengan senyum gemintang, goda sepiku

coba katakan pada lengkung langit wajah siapa tertatah
mungkin kerinduan atau kepak burung yang terbang ke utara

mulailah menari
dengan gaun warna-warni

paras binar
mata menikam

ke dalam dadaku!

malang, 1999


SENYUM

sebuah senyum, sorot mata,

berulang mengeja: kehidupan begitu bengisnya
mengapa benci, bukan cinta, katamu bertanya

arelia, arelia
udara begitu bertuba, kita asing berdua

dan dunia? ia tertawa

malang, 1999


MENGENANG KANAK

"sakadang kuya akhirnya dikawinkan dengan puteri petani," kata abah

wonderland, dreamland...
kupu-kupu kecil, bidadari kecil, kancil yang cerdik, kuya panjang akal, monyet
yang licik, mari bermain denganku. lihat peter pan! lihat peter pan!

tapi katamu:
mungkin aku serupa kelinci melompat-lompat. atau kepompong menggantung, bertapa:
dalam kesunyian panjang

(kanak! masuklah dalam duniaku)

dremland, wonderland..
pinokio, puteri salju, cinderella, kau lihat andersen! kau lihat andersen!
mereka bermain di sini

(kanak! masuklah dalam duniaku)

: abah ke mana mereka pergi?

abah terdiam
buku berdebu

televisi menyerbu kamarku
penuh darah, perselingkuhan, pesta kematian

(kanak! masuklah ke dalam millenium! masuklah! dengan penuh kebingungan)

abaaaaaaaaaaaaaah!

 

malang, 1999

 

EKSISTENSI KEHENDAK
buat:f.n.

 

mari kita menari, katamu
bersama darah! bersama darah!
karena manusia punya kehendak
mari menari

( kartu pos bergambar lelaki memekik ---mungkin orgasme---
kuharap kau datang, acara: pentas tari zaratustra
pukul: nol-nol, lokasi : rumah sakit jiwa, kamar no 13)

: sebentuk ikon, indeks, buku, arketiph, mitos
berguguran! berguguran!

mari kita menari
bersama darah! bersama darah!
karena manusia
punya kehendak

: kuasa!

malang, 1999

 

 

AIR MATA IBU

butiran bening yang menggelincir lewat pipi keriput dipahat angin dan waktu.
menjelmalah negeri-negeri yang penuh kenangan. menyanyikan tanah leluhur yang
tergusur.

 

kupeluk ibu. mereguk kasih sayang yang terus mengalir. dari mata air tak pernah
kering. menyirami ladang-ladang kerontang dalam dada.

 

dimanakah suara orang mengaji itu ibu? ketika malam berangkat subuh, ketika
tertidur aku di pangkuanmu.

 

siakah engkau ibu? melukisi matahari dengan jemari. memahati batu dengan
airmata. dalam dada anak-anakmu sepanjang waktu.

 

dan airmata itu melumuri mukaku. datang dari negeri jauh. tanah yang
ditinggalkan; sejak adam terusir dari surga

malang, 1995

 

DI USIA SENJA

menikahi cakrawala merah saga. senja melembayung di depan mata. kecuplah dengan
penuh kasih sayang. kehangatan alami menjelma setiap saat. lewat kepurbaan
menyapa detik demi detik wajah kita yang merindu.

 

selamat petang ayah ibu. anak-anak bermandikan keringat dan airmata asin
kalian. tenaga yang tercurah menderas setiap waktu. pikiran yang disusun pada
lembar kehidupan.

 

selamat petang. selamat senja. langit merah saga. kami kecup kalian sebagai
kasih sayang. sebagai kenangan abadi terbayang.

sengkaling, september 1996

 

ADA

ada yang membaca puisi diam-diam,
dalam kamar,

ada yang teriak kesakitan,
di jalan-jalan

ada yang berdarah,
di kamar gelap

ada yang mengaduh,
..........

ada yang.......,
...........

ada ...... ...... ,
........

 

PESAN

dalam benak kita banyak keinginan: cita-cita
mungkin juga kenangan yang bergayut
di depan mata tersodor pilihan demi pilihan

"aku memilih jalan ini," katamu suatu ketika
tak ada yang perlu menjadi sesal
ketika kenyataan terucap pasti

ya, semoga kita tabah menjalani…....

Malang, 27 Nopember 1998

 

MENJELANG 1999

Aku berangkat dari waktu lalu

Fajar merekah sebagai masa
Membuka pintu

Kaki melangkah
Semoga tak lagi goyah
Diterpa goda berulang juga

Gamit ini diri kasihku
Ajarkan ketabahan,
kesabaran,
keberanian
dan keteguhan

Pada senyum
Tatapan kesejukan
Aku ingin berlari

(Matahari menyibak kegelapan
Aku pun terbang mengepakkan sayap
Bersama kupu dan burung-burung

Akupun tumbuh bersama mekaran bunga-bunga
Mewangi-mewangi

Membuka hari
Membuka lembaran
Semoga menemu
Apa yang dituju!)

Malang, 31 Desember 1998 pukul 11.30

 

AKU BERLARI MENUJUMU

aku berlari menujumu,
dan senyummu yang mawar
merekah. bersama embun.

matahari tertawa.
dan dunia?

o tetap berputaran
seperti juga dulu

kau hawa yang tergoda
aku: adam yang terluka

 

IN MEMORIUM

:romo mangun

senja itu menangkup ayah, yang bijak
"selamat tinggal negeri. selamat tinggal. semoga damai selalu"

bidadari-bidadari kecil bersayap menebarkan bunga
di langit menyambut kedatangan: selamat datang!

 

RUMAH KITA ITU

jika kau pergi,
pintu ini tetap terbuka

dan kau pasti tahu jalan
untuk kembali

ke rumah kita yang menyimpan senyum
atau tangis atau kegeraman!

dan ia adalah kerinduan!

 

AKU INGIN BICARA PADAMU

aku ingin bicara padamu, dengan ketulusan, menatap kejernihan
dalam-dalam, berenangan kanak di matamu, telaga

mereka menyebutmu ibu, dan merentangkan rambutmu sebagai jembatanke masa depan mereka menuju

"aku takut pada bapak", kata mereka suatu ketika
aku pun ingin berenang bersama mereka, menjemput kekanakan,

dalam puisi, kebeningan
aku ingin bicara padamu: kerinduan!

 

CHATING

hanya bualan,
candu,
menusuk rabu,

kepala pening,
puyeng,
mikirin utang,

habibie
kapan harga bisa turun?

 

SAJAK PEREMPUAN

"ia telah menjadi penzinah. gundik intelektual"

lalu tangan siapa hendak
merajamnya di dekat pintu gerbang.

mungkin di balik tabir. di kedalaman tubir.
rabu yang simpan kesah, atau rahasia
kata-kata.

"sesahlah. sesahlah!"

tangan siapa tak berdosa. lemparlah batu kepadanya!

malang, 20-3-1999 

 

SAJAK IBU

"aku merindukanmu", malin kundang menyeru.
kau tahu, kasihmu tak mungkin
menyulapku jadi batu.

"kanak, mana cintamu padaku?" ibu menatap wajahku
mataku kuyu, menatap
ragu:"cinta?"

sangkuriang, sangkuriang ke mana ibu?
malinkundang, malinkundang ke mana ibu?
aidipus, aidipus ke mana ibu?

mereka menyebutnya sebagai ibu,
telaga, tumpahan kesah kanak yang resah

malang, 20-3-1999

 

SEBUAH CATATAN PINGGIR

Dan kelepak pun terkulai
Memikul keraguan

Dengan desir
Angin tawarkan ingin

Pada batas penantian
Terangan juga
Masa lalu dan masa depan

Sebuah fatamorgana:
Kau tahu, ragu juga aku pada kata-kata
Apatah puisi, cerita sebagai dusta
Malang, 5 April 1998

 

JANGAN GOYANG KURSIKU

Jangan kau goyang kursiku,
nanti kakinya patah,
terjatuh aku

Jangan kau goyang kursiku,
nanti kupatahkan tangan dan kakimu

Jangan teriak-teriak di sini,
nanti kutampar kau hingga pekak telingamu

Betul, aku tak main-main
jika kau jera juga
setelah kusumpal mulutmu

Buktikan, bahwa aku pun akan tega
memenggal kepalamu!

Awas!
sekali lagi kukatakan:
Jangan kau goyang kursiku!
Malang, 15 April 1998

 

GERAK KURSOR ATAU SESUATU YANG RAPUH
Kursor bergerak
Ketukan pada keyboard
Memetakan sepi

Dunia menggoda gelisahku
Sebuah ketidakmenentuan
Sikap membaja atau sesuatu yang rapuh
Menahan diri, dari segala yang kan jadi sesal
Cuma tatap, entah sedih atau marah
Mengarah ke lubuk hatiku
Menghunjam dalam

Menakik tajam
Aorta jantungku

Menderas darah
(mengapa tak airmata?)

Limbung aku
Jatuh
Betapa rapuh
Malang, 19 April 1998

 

SUARA YANG MEMANGGIL
Sebatang pohon yang tumbuh lurus ke langit
Daunnya tertiup angin
Mendesau-desau
Memanggil-manggil

"seperti suara maut" katamu
Bersama gigil yang membayang pada wajah

Suara itu, sepertinya akrab juga di telingaku
Malang, 19 April 1998

 

AIR MATA YANG DISEKA

mari kuseka airmatamu, sebagai butiran hujan
bikin hatiku kuyup, atau kristal berpendaran tertimpa cahaya, tapi

 

aduh menusuk
dadaku

 

ada yang diseka, mungkin bukan airmata,
tapi nama dari sebuah negeri bernama: kenangan


atau wajahmu?

deraian yang kudengar
dari balik masa lalu

 

ada yang kuseka, air mataku sendiri
rupanya...

malang, 27-maret-1999

 

BUAT ANGGI YANG MURAM

gundah juga yang membakar hati,
negerimu yang jauh,

tatapan kesedihan atau kemarahan
pada cuaca,

"ibu, ibu, aku rindu pelukmu"
cuma hampa! jawaban tak ada

yang ada hanya gebalau:
mungkin api, letusan, atau derap serdadu

"prahara! prahara! dusta aniaya!"

malang, 17 maret 1999

 

KEMARAU

: devi ps

 

ada yang takut melangkahkan kaki,
karena kemarau begitu bengisnya
menghadang langkah,
menantang dengan kerontangnya,

kau tahu?
tak ada oase,
walau fatamorgana,
dalam pandang, juga bayang,

ada yang gamang
meniti waktu
karena kepedihan kerap diteguknya

ada yang ragu
menatap cuaca

walau pernah pada mata
dicari telaga

"duhai, mengapa
kemarau semata!"

malang, 1999

 

KUDA HITAM BERLARI KENCANG

:anggi

 

anggi, kuda yang tegar itu
dulu berlari kencang sekali

ke mana pergi?

mungkin berdiri termangu
dalam belenggu

tapi kutahu: ia tak kan terus begitu

kakinya yang kekar
surainya yang tebal
napasnya yang panjang

: hei, kudaku lari kencang!

malang, 1999

 

PADA ALAM KAU BERNYANYI
:samsul bachri

 

alam mengajarkan, banyak hal:

daun yang jatuh
tak mengaduh

tersenyum ia
karena tanah merindukannya

dan pada daun muda
ia memberi kesempatan

pada alam kau bernyanyi
bernyanyilah dengan kemerduan

suaramu

malang, 1999

 

EYANG YANG BIJAK
: medy

 

di taman itu bermain,
cucu-cucumu yang manis

ada juga yang nakal
dan bengal

eyang, kucium tanganmu
: puisi memenuhi dadaku

malang, 1999

 

SEBUAH PERTEMUAN
: dodi

 

mungkin, aku akan mengarungi selatmu
madura yang kau cinta,

tapi kutahu lebih kau cinta tuhanmu
yang menyirami kerontang kerinduan

sebuah pertemuan,
: padang mahsyar

keadilan sejati!

malang, 1999

 

SERUPA TELAGA DALAM MIMPI
: inong

 

pernah, aku bermimpi
berkaca pada telaga, bening sekali

mungkin serupa mata,

sebuah tatap, larutkan duka dalam dada

malang, 1999

 

PEJALAN WAKTU
: james

 

waktu
kutahu
aku
tak tahu

waktu?
adakah linear
adakah lingkaran

waktu
kusimpan

dalam saku!

malang, 1999

 

SANG PEJALAN KESUNYIAN
:deden

 

mungkin serupa kerinduan
berjalan dalam kesunyian,

rasakan dekat-Nya
pada detak

malang, 1999

 

ARIELLA MENULIS SURAT
: ariella

 

ada yang tak henti bertanya
mencari jawab

surat yang dikirim
pada angin

telah sampai
pada senyap suara

dan ia menjadi puisi

suatu ketika, mungkin kanakku
kan membacanya

dengan lantang:

ada yang tak henti bertanya
mencari jawab....

malang, 1999

 

DALAM HUTAN 
: yono

 

ada yang tersesat
dalam hutan

dan kau bernyanyi
menghibur hati

malang, 1999

 

MUTIARA
: hafid

 

kata-kata yang kau tulis
menjelma kalung mutiara,

kukalungkan ia
pada waktu

: sebuah keindahan
kejujuran kata-kata

malang, 1999

 

COKLAT DI GENGGAMAN NONNY
:nonny

 

*nonny makan coklat*
: bagi dong...

dengan senyum, coklat diulurkan
duhai, manis

manis sekali sebuah kebahagiaan

malang, 1999

 

PADA KEYBOARD 
: sukma

 

pada keyboard, aku ketuk:
"d-i-n-i-i
k-a-u--m-e-n-a-n-t-i?"

dua kanak, memanggil:
"ibu, peluk aku"

malang, 1999

 

LENTERA YANG HARUS TETAP DINYALAKAN

buat: wiwin isnawati

mengapa tetap disimpan kekecewaan sedang waktu telah berlalu dan akan
tumbuh harapan-harapan baru, sebagaimana bermekaran bunga-bunga,
bertumbuhan tunas-tunas baru.

dalam kegelapan, bukankah lentera di tanganmu harus tetap dinyalakan,
sekecil apapun, biarkan menerangi jalan, di mana ditapakkan langkah
kaki ke depan..

karena kebencian hanya akan menjadi batu-batu yang menyumpal dalam
rongga dada, lemparkan saja ia pada kesunyian cakrawala renungan.

walau cakrawala selalu menggoda kita untuk semakin mendekat. mendekat.
mendekat. dan ia adalah harapan-harapan kita. yang tak kunjung sampai
tergapai. namun akankah kau diam dan menyimpan bara dalam dada. membakar
dirimu perlahan dengan kebencian & penyesalan mengutuki nasib sendiri.
Malang, 17 Juni 1997

Tulis komentar baru

Materi isian ini bersifat rahasia dan tidak ditampilkan ke publik.


Terpopuler Hari Ini

Sebulan Terakhir

Terpopuler