Pada dada suamimu sering tak kau temui degup jantungnya kala kau susup
telinga peka itu mengurai tanya. Sesekali terabaikan. Seperti kau ingin menguak
rahasia yang tak pernah ada tersimpan di hatinya. Kejujuran sepahit apa ingin kau
dengar ia bercerita meski hatimu mengingkar. Kau arahkan telisik pada firasat dan ia
tak hendak menutup diri. Sejatinya kau siap menjadi teman berbagi seperti ikrar
satu sama lain dalam sakramen pernikahan sakral itu saling menerima. Ada yang retak
simpulmu mengaca diri. Membeliak matamu. Kau temui mimik suamimu datar saja
mengurai kisah degup jantungnya yang hilang. Aku menyimpan seseorang, ia berkata
sangat ingin tak kau dengar. Gusarmu mengaduk suasana. Kejujuran itu sungguh melukai
perasaanmu lantak oleh sebaris kalimat itu. Seperti terpanggang bara kau meradang. Kalap
dalam makian tak seronok. Menyesal kau tuntut ia membuka diri. Barangkali jika memilih
ia berbohong hidupmu tak terciduk. Nyaris semua orang pernah mendaur adonan kebohongan
tak basi tersaji dalam porsi yang tepat. Kau nglangut seorang diri. Suamimu diam merasa tak
bersalah karena telah berkata jujur.
Komentar
Tulis komentar baru